Seberapa banyak kata yang ku tuliskan di suratku untukmu, segitu jauhnya pula aku mengagumi mu..
(Pengagum Nara)***
Nara mengatur napas yang memburu setelah berlari kecang menghindari si Micky. Tubuh mungil Nara membungkuk dengan kedua tangannya menopang di kedua lutut. Micky---si anjing berbulu lebat itu sukes membuat hari minggu Nara berantakan.
Rasanya Nara ingin mengumpati siapa saja yang ada di dekatnya. Sungguh, Nara tengah kesal saat ini. Lagian kemana sih perginya si Majikan Micky? Kok ya bisa-bisanya melepas anjing galak itu berkeliaran di kawasan komplek. Menyebalkan!
Neysila yang berdiri di depan pagar menyerit bingung menatap adiknya yang terlihat seperti kekelahan habis di kejar setan. Mana ada setan pagi menjelang siang seperti ini?
"Kamu abis di kejar setan, Nar?" tanya Neysila tiba-tiba.
"Eh setan! Mana setan?" latah Nara kaget.
Neysila memutar kedua bola matanya. Adiknya ini kok bisa latah begitu? Setau Neysila, keturunan keluarganya tidak ada yang latah, kecuali Nara.
"Noh, di pohon mangga setannya," sahut Neysila asal.
Merasa di kerjai oleh Neysila, Nara merenggut kesal. Nara melangkah masuk keperkarangan rumah dengan kaki di hentak-hentakan seperti anak kecil. Tak lupa pula gerutuan terlontar dari bibir tipis gadis itu.
"Nar, coklat pesanan kakak mana?" tagih Neysila membuat langkah Nara terhenti.
Gadis dengan penampilan yang sudah acak-acakan itu membalikan tubuhnya dan menyodorkan kantung pelastik putih berlogo merk minimarket. Melihat itu, manik mata Neysila berbinar. Segera perempuan hamil itu menyambar kantung pelastik yang berisi coklat pesananya.
Nara kembali melangkah dengan sedikit bermalas-malasan. Tenaganya sudah terkuras banyak hari ini.
"Mas Dimaaass.. Gantiin uang Nara ya, tadi kak Ney minta beliin lima biji coklat silverqueen yang harganya mehong banget," ucap Nara saat melihat Dimas tengah duduk santai di halaman rumah. "Harga coklanya tiga ratus ribu." sambungnya lagi.
Mata Dimas membola mendengar harga coklat yang di sebutkan Nara. "Itu coklat apa sih? Mahal banget," decak Dimas.
"Itu coklat rasa cinta, mas. Mana ganti uangnya? Itu uang buat Nara bertahan di akhir bulan ini." Nara mengadahkan tanganya ke hadapan Dimas.
Dimas berdecak tapi tetap mengeluarkan dompetnya dan memberi tiga lembar uang seratus ribu kepada Nara. Dalam hati Nara menjerit bahagia. Padahal harga coklat yang di beli Nara nggak sampai seratus ribu harganya. Untung Mas Dimas gampang di kadalin. Batin Nara tertawa licik.
Nara hendak masuk ke dalam rumah, suara Dimas menghentikan langkahnya. Dengan takut-takut Dimas sadar telah di kadalinya, Nara buru-buru memasukan uang berwarna merah itu kedalam kantong terdalamnya.
"Nar, itu ada kiriman paket buat kamu." Dimas mengedikan dagunya ke bingkisan paket yang ada di atas meja.
Diam-diam Nara menghela napas lega. Mas Dimas tidak sadar ternyata. Dengan riang Nara menyambar bingkisan paket tersebut.
"Oke makasih Mas Dimas yang paling baik," sahut Nara menyengir lalu buru-buru masuk kedalam rumah.
"Dasar adik ipar matre," decak Dimas geleng-geleng kepala.
***
Nara membawa masuk bingkisan paket berwarna coklat itu dan meletakannya di atas tempat tidur. Kedua tangan Nara sibuk membenarkan cepolan rambutnya yang sudah terlihat berantakan dengan anak-anak rambutnya banyak keluar mencuat dari ikatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Es Kepal Milo (TAMAT)
Narrativa generale"Mas itu kayak Es kepal Milo!" "Kenapa begitu?" "Kalian sama sama dingin. Tapi, ada manis manisnya." Nara Ghisellia Almara, diam diam memperhatikan Revano Kevin Agustio--tetangganya sekaligus orang yang paling tidak menyukai akan kehadiran Nara. S...