Warning!
Cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama tokoh dan alur cerita itu semua murni karangan author, maaf untuk typo yang bejibunan happy reading guys!🌼Mentari pagi kembali menyapa Zain, pemuda berdimple tipis itu tengah duduk lesehan di balkon kamar setelah menyelesaikan sarapan nya,sang ibu telah kembali ke rutinitasnya sebagai wanita karir, Khafi yang telah meninggalkan rumah entah kemana, membuat remaja 16 tahun itu sendirian dirumahnya, biasanya saat weekend sang ibu akan menghabiskan waktu dengan nya, namun hari ini ibu remaja berdimple tipis itu harus menghadiri meeting di kantor milik nya.
Hembusan angin yang melambaikan dedaunan, juga terik matahari yang menyengat kulit Zain, anak itu termenung, menikmati me time nya di balkon ruangan kekuasaan nya.
Berusaha keras mencerna perkataan demi perkataan Bagas yang tak sengaja ia dengar kemarin malam di caffe yang biasa ia kunjungi.
Kalimat yang membuat remaja berdimple tipis itu harus kembali bertanya-tanya akan sebuah misteri.Tentang siapa ayahnya? Kenapa bagas turut menyebut nama Reza? Entahlah, anak itu tak terlalu mendengar percakapan itu sebab kondiai caffe yang saat itu sedang ramai.
"apa ayah juga kangen gue?"- kalimat lirih yang keluar dari bibir remaja berdimple itu, kalimat yang menuju kearah kalimat tanya, yang entah ia tanyakan untuk siapa.
Batin nya sudah lelah, rindu itu semakin lama semakin dalam, ibarat luka menganga yang tak terobati, seperti itulah kira-kira perumpamaan yang cocok untuk Zain.
Zain, remaja kelas 11 SMA itu menyimpan kepedihan, tak cukup tanpa hadirnya sosok panutan yang harusnya ada disaat ia butuh contoh dan tauladan yang baik, remaja itu juga mendapat pandangan negatif dari lingkungan sekitarnya.
Sejak ia lahir hingga berusia 16 tahun, normal nya banyak remaja yang menjadi dekat dengan sang ayah karena beberapa alasan, masalah hobi misal nya atau bahkan hal kecil seperti sama-sama suka menggoda ibu nya hingga tersipu malu.
Namun, itu semua tak pernah dirasakan remaja yang tengah mengenadahkan kepala menatap langit pagi itu, hidup dalam rangkulan sang ibu juga nenek kakek nya serta sang paman membuat remaja itu menjadi satu-satu nya bagi mereka, putra satu-satunya, cucu satu-satunya, dan keponakan satu-satunya, membuat remaja itu selalu mendapat perlakuan hangat dari keluarga nya.
Namun, semua yang diberikan tak selamanya dibutuhkan remaja itu, ya dia memang butuh kasih sayang, namun juga butuh sosok tegas sebagai contoh dan tauladan kebaikan untuknya.
Tak terasa setetes air mata begitu saja melewati pipi nya, remaja itu ingin menangis dengan keras, namun ia urungkan niatnya kala indra pendengaran nya mendengar teriakan yang ia kenali, memanggil namanya dengan brutal membuat Zain cepat-cepat menghapus air matanya.
"TARZAINNN TARZAINN HUTAN AMAZON WOI"- Teriak pemuda yang Zain ketahui adalah Aksa
"Assalamu'alaikum tante baik, zain nya ada enggaa?!"- pemuda itu kembali berteriak membuat Zain yang baru saja menuruni tangga serasa ingin melempar laki-laku itu dengan panci sang ibu
"WOI ZAIN, BUKAIN NAPAAA PANAS NI!"- Teriak Aksa lagi
Tak lama terlihat sosok Zain yang baru saja keluar dari rumah nya menuju gerbang
"bisa diem ga si lo, gua sumpel juga mulut lu pake daleman miper"- ujar Zain sambil membuka gerbang
"lu si lama, anak sultan kan kepanasan, ga ngerasain si lo"- ujar Aksa sambil menerobos masuk kedalam rumah Zain dengan sepeda gunung nya
"duasar ga ada akhlak!"- gumam Zain sambil menutup gerbang rumah nya kembali
Remaja itu lantas mengekor di belakang Aksa, teman-teman nya memang sudah biasa keluar masuk rumah nya, bahkan seperti rumah mereka sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Zain
Teen FictionGibran Zain Haidar Gue Zain terlahir tanpa kehadiran sosok ayah, meski begitu ada banyak orang yang menyayangi gue, ibu adalah matahari yang selalu siap menyinari hari hari gue, om gue adalah teman terbaik gue, kakek adalah pengganti ayah gue dan ne...