Duka mendalam masih dirasakan Zain setelah 3 hari ditinggalkan sang ibu, anak itu bahkan tak pernah menampakkan diri keluar dari kamar nya, membuat orang-orang dirumah nya merasa khawatir. Tak jarang Rayyan dan Ditha datang, kedua nya juga sangat terpukul atas kepergian wanita yang selama ini mereka panggil 'ibu' .
Zain kacau, semuanya seakan berubah pada diri remaja berdimple tipis itu. Anak itu cenderung menjadi pendiam . Remaja itu kini tengah merenung di balkon kamar nya, menikmati semilir angin yang menyapa kulitnya.
Senyum itu terukir tipis, kala ingatan tentang sang ibu terlintas di benak nya. Tantang senyum itu yang selalu ia sukai, perlakuan lembut sang ibu yang membuat remaja 16 tahun itu tak pernah kurang kasih sayang dari sang ibu.
Detik berikutnya sang ayah yang ada dalam benak remaja 16 tahun itu, sejak kejadian kemarin anak itu sama sekali tak pernah melihat keberadaan sang ayah, remaja dengan dimple tipis itu tersenyum getir kala rindu nya sama sekali tak terobati.
Drrttt...
Getaran ponsel mengalihkan pandangan remaja mancung itu, alisnya mengernyit kala nomor tak dikenal yang muncul di layar monitor ponsel milik nya. Jemarinya tergerak menggeser lambang hijau di layar ponselnya, detik berikutnya terdengar suara yang sejak 3 hari yang lalu baru saja ia temui.
"zain ini ayah, ayah udah denger soal ibu mu, ayah mau ketemu sama kamu bisa turun kebawah dulu?"- ujar Gilang
"a-ayah?"
gumam Zain saat suara itu terdengar di sebrang telfon sana.
"iya nak, bisa kita ngobrol dulu? Ayah tunggu didepan rumah"- balas Gilang lagi
Tanpa pikir panjang remaja 16 tahun itu langsung menuju kebawah, menemui sang ayah bagaimanapun anak itu butuh penenang sekarang, ibu nya pergi namun sosok yang selama ini ia rindukan telah kembali.
"Le kalau turun tangga jangan sambil lari nenek ngeri lihat nyaa"- tegur sang nenek yang tak dihiraukan oleh Zain
Khafi yang sedang membantu sang ibu di meja makan pun tersenyum kala melihat teman sekaligus keponakan nya itu kini mau keluar kamarnya, namun kebingungan selanjutnya bukan nya menuju meja makan remaja 16 tahun itu malah pergi keluar.
Zain berjalan menuju gerbang rumah nya, dibukanya gerbang tak terlalu besar itu. Netranya menangkap sosok yang 3 hari lalu ia temui, Zain termenung, memandang sosok sang ayah dalam. Ada setitik rasa kecewa dalam hati remaja 16 tahun itu namun kerinduan nya mengalahkan semua kecewa itu.
Zain benar-benar rapuh sekarang, rmaja 16 tahun itu kini sudah dalam dekapan sang ayah, melampiaskan segala rindu yang membuncak, melampiaskan segala sesak yang ia rasakan sekarang, mengadu bahwa ibu nya telah pergi tanpa kembali.
"maafin ayah baru datang, yang tabah jadi laki-laki harus kuat"- ujar gilang menyemangati putra bungsu nya.
"jangan pergi"- gumam Zain dalam dekapan sang ayah, perlahan gilang melepas dekapan sang putra.
"ayah bakal nemenin kamu sekarang, kalau kamu mau kamu boleh tinggal dirumah ayah, disana kamu ga bakal kesepian ada mama dan kakak mu"- tawar Gilang, namun kalimat itu lantas mengubah ekspresi Zain
"perempuan itu? Perempuan yang bikin ibu menderita?"- pertanyaan itu muncul tiba-tiba dari mulut remaja 16 tahun itu.
"ayah tau ayah salah nak, maafin ayah. Ayah cuma mau kamu tinggal sama ayah, mama pasti nerima kamu dengan baik"- jelas gilang, namun setelahnya atensi ayah dan anak itu beralih menatap sosok pria paruh baya yang berdiri diambang pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zain
Teen FictionGibran Zain Haidar Gue Zain terlahir tanpa kehadiran sosok ayah, meski begitu ada banyak orang yang menyayangi gue, ibu adalah matahari yang selalu siap menyinari hari hari gue, om gue adalah teman terbaik gue, kakek adalah pengganti ayah gue dan ne...