"Percaya, tidak percaya. Korban bullying bukanlah orang yang lemah, tapi yang membully-nya adalah orang lemah yang sesungguhnya."
***
Udah siap baca? Jangan lupa untuk Vote dan Komennya💜
***
Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak beberapa menit yang lalu. Sekolah juga sudah lumayan sepi sama seperti kelas XI-1 IPA. Hanya tersisa beberapa murid yang belum pulang karena tugas piket dan ada beberapa orang yang masih mencatat tulisan di papan tulis.
"Kita tunggu di gerbang ya, Kar." ucap Anna sambil memakai tas ke pundaknya.
Karisa tersenyum kecil dan mengangguk sekali. Perkataan Reyhan saat di kantin tadi masih melekat di telinganya, perasaannya seperti dipermainkan.
"Jangan dipikirin, Kar. Gue udah bilang kan? Move on, Reyhan itu gak pantes buat lo." tekan Sela.
"Kayaknya bukan Reyhan deh yang gak pantes buat aku, tapi aku yang gak pantes buat dia." ucap Karisa menunduk.
"Kar, buang nih sampahnya." teriak teman sekelasnya.
"Kalian duluan gih, aku buang sampah dulu." Lalu Karisa pergi membuang sampah kota bersamaan dengan Sela dan Anna.
Karisa membalas lambaian tangan Anna dan Sela. Setelah itu dia fokus memilah sampah ke tempat yang benar.
Byurr
Karisa menundukkan kepalanya saat air itu tiba-tiba mengenai rambutnya. Bajunya basah dan bau, air apa ini?
Suara langkah kaki orang itu semakin mendekat, "Ups..sorry, dibawah ada orang ya?"
"Ewww..bau banget, lo gak mandi ya? Atau gak ada air bersih? Hahaha kasian banget." ucapnya lagi sambil menutup hidungnya.
Karisa menatap kakak kelasnya itu dengan tatapan datar tapi menyiratkan kesedihan.
Shintia mendekatkan mulutnya ke telinga Karisa sambil menutup hidungnya, "Btw, itu air dari tong sampah. Baik banget kan gue? Gue rela kotorin tangan gue demi lo. Oh ya, airnya cocok tuh sama lo yang lagi buang sampah."
Setelah mengatakan itu Shintia langsung melenggang pergi. Kakinya gemetar, tapi dia tetap menguatkan dirinya untuk menaruh tempat sampah itu kembali ke kelas, untungnya kelas sudah sepi begitu juga dengan sekolah.
"Iya ini pulang, Mah." ucap seseorang dari lorong.
"Ck..padahal gue mau pulang malem." ucap orang itu lagi.
Karisa tetap berjalan dengan kepala menunduk walaupun dia tau orang itu siapa.
Orang itu berhenti tepat di depan Karisa membuat pergerakan Karisa terhenti. Karisa memberanikan diri menatap orang itu dengan senyum palsunya.
"Lo berenang di tong sampah?" tanyanya terkekeh.
"Kak Reyhan, kenapa belum pulang?" tanya Karisa mengalihkan pertanyaan.
"Penting buat lo? Mandi sana, jijik gue." Reyhan melewati Karisa tanpa membantunya sama sekali.
Karisa berlari ke toilet dengan air mata yang terus mengalir dan tangan terkepal kuat. Dia bisa saja membalas semua perbuatan mereka yang semena-mena dengannya, tapi dia tak punya keberanian.
"Hiks..." Tangis Karisa pecah saat di toilet.
"Lesha capek, Lesha gak kuat lagi." Karisa memukulkan tangannya ke dinding toilet hingga berdarah.
Air matanya keluar deras, tapi suara tangisnya tertahan. Bukankah itu sangat menyakitkan? Menangis tanpa suara adalah titik terlemah.
"Karisa!" teriak seseorang dari luar toilet.
Anna dan Sela menggedor pintu toilet lumayan keras, untung aja sekolah udah sepi. Kalau masih rame pasti mereka bakal dimarahi guru.
"Buka, Kar!"
Cklek
Pintu toilet terbuka menampakkan Karisa dengan muka pucat dan jangan lupakan senyum palsunya.
"Maaf ya aku lama." Baju seragamnya sudah diganti dengan hoodie, tapi baunya masih menyengat indra penciuman.
"Kita pulang sekarang ya, Kar." ajak Sela.
Mereka beruntung karena tadi berpapasan dengan Reyhan dan memberanikan diri untuk bertanya tentang keberadaan Karisa.
"Nggak usah. Kalian ke Alfamart aja, aku udah pesen ojek kok. Kalian gak usah khawatir aku cuma kepeleset, hehehe." Tawanya terdengar sangat menyakitkan.
"Mau sampe kapan lo kayak gini, Kar?" tanya Anna saat Karisa melewati mereka berdua
***
Brakk
Fahri menggebrak meja di warung Mbok Surti dengan nafas tersengal-sengal. Dahinya bercucuran keringat dan matanya memerah.
"Pandu meninggal, Bang." Mereka semua menatap Fahri tidak percaya.
Pandu adalah teman satu gengnya, baru beberapa menit yang lalu mereka nongkrong kemudian Pandu pamit untuk pulang.
"Laporan." ucap Reyhan dengan tangan terkepal menahan marahnya.
"Kita berdua kalah banyak sama Regar. Gue mau nolong tapi dia suruh gue buat laporan ke lo. Jenazah Pandu udah diurus dan dimandikan, pemakamannya Jum'at besok. Maaf, Bang. Maaf gue gak bisa nyelamatin Pandu." lapor Fahri tertunduk dan air mata yang mengalir.
Rahangnya mengeras, tangannya terkepal kuat. Bukan hanya Reyhan, hampir semua orang yang berkumpul di warung mbok Surti juga ikut marah.
Vernon tak pernah mencari masalah dengan geng lainnya. Mereka sadar itu tak ada gunanya. Tapi kalo sudah begini, Vernon tak tinggal diam. Nyawa harus dibalas nyawa.
"Besok panggil anak Vernon dari sekolah lain. Mereka sendiri yang mengibarkan bendera perang. Ingat kan? Nyawa harus dibalas dengan nyawa juga. Gak usah bawa senjata, kita pake tangan kosong."
"Kita bolos dong?" tanya salah satu temannya.
"Lah iya, kita bolos." seru mereka. Mungkin jumlah mereka sekitar 50an.
"Asikk, gue udah lama kaga nonjok orang nih." ucap Deri sambil meregangkan otot tubuhnya.
"Pokoknya persiapan diri kalian, kita turun ke jalan bukan untuk cari masalah. Tapi kita membalaskan nyawa teman kita dengan nyawa mereka." Tatapan mata Reyhan berbeda dari biasanya, hawa disekitarnya sudah lama tak segelap ini.
Dari dulu mereka tak pernah mencari ribut. Vernon dibuat untuk menjalin solidaritas dan menambah teman, bukan untuk mencari sensasi apalagi ribut tak jelas. Ini kedua kalinya mereka turun ke jalan setelah insiden salah satu temannya berkhianat dan membuat persahabatan mereka renggang bahkan pecah.
.
.
.
.
.
TBC✓
jangan lupa vote dan komennya💜
Revisi
2 Juni 2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
KARISA
Teen Fiction❗Follow sebelum membaca❗ 🚫PLAGIAT DILARANG MENDEKAT🚫 *** "Murah banget sih jadi cewek." Reyhan menatap Karisa rendah. Reyhan mengeratkan genggaman, "Lo mau rusak persahabatan gue? iya?!" bentaknya. "Kak Rey dengerin penjelasan aku dulu." ucap Kari...