HI! Selamat Malam Minggu! Gimana Kabar kalian? Semoga baik-baik aja ya💛 JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT✨
Selamat Membaca💛✨
—————
"Jangan lupa jemput Minjun jam 12 dan kasih vitam—"
"Vitamin setelah makan siang. Ya ampun, gue ingat Beatrice. Sudah sana turun." Kata Karen setengah mengusir.Bibir Beatrice mengerecut kesal. Dia hanya takut Karen melupakan apa yang harus ia lakukan pada Minjun. Maklum, ini pertama kali-nya Beatrice tidak menghabiskan makan siang-nya bersama Minjun. Ini hari pertamanya bekerja di siang hari setelah dia menerima tawaran Teo.
"Titip salam untuk Minjun."
Karen memberikan satu jempolnya dan Beatrice bersiap untuk turun. Sebelum sahabatnya itu benar-benar turun, Karen memegang tangan Beatrice. Wanita itu memberikan tatapan dalam yang penuh arti. Kekhawatiran hadir di sana, Beatrice tersenyum dia mengangguk paham. Beatrice memberikan usapan pelan di pergelangan tangan Karen.
"Gue yakin dia ga akan menyakiti gue lagi." Kata Beatrice penuh arti.
Karen menghela napasnya, masih ada kekhawatiran yang terselip di hati-nya.
"Percaya sama gue, okay?" Beatrice tersenyum lebih tenang, dia mencoba meyakinkan Karen.
"Janji sama gue kalau dia berani dekatin lo lagi... Lo harus cepat menghubungi gue!" Beatrice mengangguk.Karen menghela napasnya lagi, lalu menarik Beatrice dalam pelukannya. Diam-diam, Karen menenenangkan diri-nya. Rasa empati yang ia miliki untuk Beatrice memang terlalu besar. Padahal, dia sendiri yang menyarankan Beatrice untuk menerima tawaran Teo, tapi ia pula yang merasa menyesal telah menyarankan hal itu. Bayangan Beatrice yang dulu ia temui selalu membuatnya cemas. Menyakitkan.
"Gue titip Minjun." Pamit Beatrice lalu memberikan senyum terbaiknya sebelum dia turun dari mobil Karen.
Tidak menunggu Karen lebih dulu pergi dari gedung hotel, Beatrice berjalan memasuki gedung bertingkat tinggi dengan langkah pasti. Dia terus saja menenangkan pikiran, hati dan benaknya akan semua hal. Dia yakin tidak akan terjadi hal buruk. Dia hanya perlu bekerja tanpa melibatkan apa yang ia rasakan. Semua ia lakukan demi Minjun, kini bukan lagi waktu Beatrice untuk egois mengorbankan Minjun.
Beatrice telah sampai di pintu ruangan tempat mereka berkumpul. Sekali lagi, dia menarik napasnya, meyakinkan dirinya untuk kuat bersikap profesional. Dia pasti bisa melewati semuanya. Gerakan pasti, Beatrice memutar gagang pintu, mendorongnya dengan hati berusaha menepis kecemasan.
"Beatrice...?"
Satu suara yang tanpa sadar membuat bayangan masa muda-nya kembali hadir menyambutnya. Beatrice menolehkan kepala, matanya bertemu pria berambut cokelat dan berwajah mungil. Mata kecil itu membulat tidak percaya, semangka yang ia pegang nyaris jatuh jika dia tidak cepat-cepat tersadar.
"Oh, gadis Asia-ku!"
Belum sempat Beatrice membalas sambutan pria berwajah mungil itu, sebuah pelukan besar menarik perhatiannya. Tubuhnya sedikit menegang, dia tahu pemilik pelukan besar dan suara aksen Chicago yang sedang memeluknya saat ini. Dia adalah pria yang Beatrice anggap sebagai kakak-nya sendiri, dulu.
"Kamu... benar-benar Beatrice? Benarkah?" Pria lain bergabung dengan pria yang baru saja memeluk Beatrice tadi.
Pria bertubuh tinggi dengan parfum maskulinnya melepaskan pelukan hangatnya. Dia memberikan senyuman kerinduan untuk Beatrice. Dia membalas senyuman itu dengan senyuman terbaiknya. Kalau saja di sini tidak banyak orang, Beatrice bisa melepas pengontrolan diri-nya untuk menangis. Beatrice merindukkan pria yang berdiri di depannya saat ini, dia adalah Jhonny.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Mistakes
Fanfiction"Aku mencintaimu," lirih tapi Beatrice masih bisa mendengarnya dengan baik. Senyum kebangganya merekah, Beatrice berkedip seolah sedang meyakinkan diri-nya sendiri. Dia tidak sedang bermimpi, ini benar-benar nyata dan Beatrice masih tidak mempercaya...