18

36 5 0
                                    

Halloo, comment dan vote yaaa🤍✨

















————

Sudah pukul 9 pagi dan Taeyong belum kunjung bangun. Dia masih dalam posisi yang sama, memeluk Minjun di atas ranjang Beatrice. Tadi malam, dia memang harus terpaksa menginap di apartment Beatrice karena Minjun merajuk. Dia tidak mengizinkan Taeyong melangkah pergi satu centi saja dari-nya. Sifat poesif Taeyong benar-benar menurun pada Minjun.

Permintaan Minjun tidak hanya itu, dia juga meminta Beatrice dan Taeyong tidur bersama sambil memeluk-nya. Beatrice sempat menolak dengan halus dengan beralibi diri-nya sedang sakit dan tidak mau membuat Taeyong sakit.

Namun, anaknya malah menjawab, "Gapapa dong Mommy, biar kita bertiga jadi sakit bareng-bareng, terus di rawat dokter bareng-bareng.".

Beatrice kehabisan akal, anak-nya rewel sekali kalau sedang sakit. Maka dari itu, dia menuruti permintaan Minjun. Kalau Taeyong sih senang sekali menuruti permintaan anaknya. Walaupun sebenarnya dia masih sangat kesal dan marah pada Beatrice, tapi membuat anak-nya senang adalah prioritas utama-nya sekarang.

"Bangunin ga ya?" Pandangannya masih berpusat pada Taeyong dan sesekali Minjun.

Beatrice menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Dia ada jadwal siang ini kan?"

"Bangunin aja deh daripada aku juga dapet masalah."

Beatrice melangkah ragu mendekati Taeyong. Dia berjongkok, menyejajarkan tubuhnya di samping ranjang. Takut bercampur gugup, tangannya mulai menepuk bahu Taeyong. Tiga kali tanpa suara, Taeyong tidak bereaksi sama sekali.

"Taeyong." Beatrice mencoba memanggilnya sekarang.

Pelan, ragu dan gugup. Pria itu masih belum bergeming. Mirip sekali Minjun, susah bangun.

Sedikit keras, Beatrice menepuk bahu Taeyong, "Taeyong bangun."

"Ish, ga bangun-bangun. Ya sudah deh, nanti aja lagi."

Bangun dari jongkok-nya, Beatrice keluar dengan hati dongkol dari kamar. Tepat ketika ia menutup pintu kamar, Teo juga baru saja menutup pintu apartment Beatrice. Pria itu sudah rapih dan segar dengan setelan kantor biru dongker dan dasi merah maroon. Rajin sekali, pikir Beatrice.

"Teo?"

"Pagi, belum masak?" tanya Teo mendekat pada Beatrice.

"Eh? Aku baru selesai mandi." Jawab Beatrice.

Pria tampan itu meletakkan bingkisan roti di atas meja makan dan kembali pada Beatrice.

"Maafkan aku ya?"

"Untuk?"

Teo mengerjap bingung, "Minjun. Aku meeting di luar kota dan baru kembali dini hari tadi."

"Oh, aku pikir apa. Tidak papa Teo, aku mengerti." Beatrice tersenyum.

Melihat senyum itu sudah cukup melegakkan untuk Teo, tapi dia merasa ada yang berbeda dari wanita itu. Ada hal yang ia sembunyikan, Teo tidak tahu apa. Dia pikir sudah tidak ada lagi hal yang wanita itu sembunyikan setelah hari-hari lalu dia mulai menceritakan segalanya pada Teo.

"Kamu kenapa?"

Beatrice tersenyum lesu, bukan bermaksud menghindar dari pertanyaan Teo, tapi dia butuh air minum. Tenggorokannya terasa kering sehabis mandi pagi. Sepertinya, dia benar-benar kena flu.

Teo menyusul, dia mendekat pada Beatrice. Sedikit geram melihat Beatrice tampak mengabaikannya. Dia menarik Beatrice mendekat, wanita itu mulai terisak. Melihat itu, Teo membawa Beatrice dalam pelukannya. Melihat Beatrice kembali menangis membuat hati-nya perih.

Beautiful MistakesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang