Fourth

1 1 0
                                    

“Willy.”

“Lei.”

•••

11.47PM

“Pacar."

Assalamu'alaikum.”

“Wa'alaikumussalam. Pacar, lo di mana?”

“Di kampus."

“Kampus lo 'kan luas.”

“Kenapa, sih? Lo ke sini?”

“Otw.”

“Lei, gak usah. Ini gue lagi ngerjain makalah, kok. Udah mau balik.”

“Ngerjain makalah apa ngobrol-ngobrol sama Dinda?”

Hah? Lo di mana, sih?”

“Dinda itu siapa?”

Temen kampus, lo di mana?”

“Dulu kita juga temen.”

“Lei, jangan mulai. Gue gak ada apa-apa sama Dinda, gue sama dia kebetulan satu kelompok. Aslinya bertiga sama Hanafi. Tapi, dia absen hari ini. Jangan salah paham, ya. Sekarang gue tanya, lo di mana?”

“Tapi ... Dinda suka sama lo 'kan?”

“Gak, gue udah bilang dia itu cuma temen gue.”

“Dia suka sama lo.”

“Lei, lo cuma terlalu cemburu. Gak ada apa-apa, Lei.”

“Gue bisa liat, dia suka sama lo. Gue juga perempuan, dia juga perempuan. Cuma cewek lesbi yang gak suka sama lo.”

“Ya udah, anggep aja dia lesbi.”

“Lo gak tau, ya? Setakut apa gue sekarang?”

“...”

“Gue takut posisi gue digantiin sama Dinda. Gimana pun, Dinda cantik banget.”

“Gue harus yakinin lo seberapa banyak, sih? Gue gak peduli sama yang namanya 'cantik', Lei. Gue gak mau ngurusin apa yang gak seharusnya gue urusin. Ngurusin mau lo aja udah bikin gue sakit kepala.”

“Dinda bisa ngambil lo kapan pun karena kalian satu fakultas.”

“Itu cuma ketakutan lo, itu gak akan pernah jadi kenyataan.”

“Hati gak ada yang tau!”

“Tapi, gue tau hati gue sendiri.

“...”

Lei?”

“Hh?”

“Lo nangis? Lo di mana sekarang?”

“Gak.”

“Lo di sini 'kan?”

“Gue ... Gak—”

“Jangan nangis.”

“Gue—”

“Gak usah bicara, nanti lo makin nangis. Lo diem di sana, gak usah ke mana-mana. Gue bakal cari lo.”

•••

Sambungan Telepon terputus ...

TalkzoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang