“Willy.”
“Lei.”
•••
07.51AM
“Assalamu'alaikum.”
“Apa?!”
“Masih marah, ya? Jawab dulu salamnya, baru nanti dilanjut marah lagi.”
“Udah, dalam hati!”
“Kenapa dalam hati?”
“Masih marah!”
“Katanya mau bicara?”
“Iya!”
“Jam berapa mau ketemu?”
“Kenapa kemarin gak nanya?!”
“Jangan marah-marah, Lei. Kemarin gue ngantuk banget. Gue minta maaf, ya?”
“Gak mau!”
“Gak jadi keluar?”
“Ngarepnya gitu?”
“Gue cuma nanya, Lei. Astagfirullah.”
“Males, gak usah aja.”
“Gue ke rumah, ya? Mau gue bawain apa?”
“Gak usah.”
“Gak usah dibawain apa-apa?”
“Gak usah ke rumah. Tapi, bawain martabak manis, gak pakai kacang.”
“Katanya mau bicara?”
“Yang harusnya bicara 'kan lo.”
“Ya udah, gue ke rumah lo."
“Gak mau! Gue gak mau liat lo!”
“Lei, gue gak ngerti kenapa lo bisa semarah ini cuma karena postingannya Dinda. Padahal gue udah bilang, gue gak ada apa-apa sama dia.”
“Tapi, Dinda suka sama lo!”
“Kok tau?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Talkzone
Teen Fiction"Lo terlalu sempurna, Pacar." "Gak ada manusia yang sempurna." "Pacar, tiba-tiba gue takut kehilangan lo." "Kenapa?" "Lo terlalu 'wah' buat gue yang terlanjur 'yah'." "Apaan, sih? Diajari siapa gombal gitu? Jelek tau." "Pacar, jujur sama gue. Pasti...