9

63 5 1
                                    

22.00

Aku memandangi sebuah pil kecil di tanganku. Kali ini, pil yang kubawa berwarna kuning dengan bercak merah. Aromanya menyengat dan menusuk hidungku.
Yang kutahu, setiap Bach, Lucas, dan Andrew meminum obat ini, sepuluh menit kemudian ia muntah.

Saat ini, pihak Rumah Sakit memperkerjakanku untuk merawat tiga pasien muda itu. Kata mereka, karena aku pegawai baru, mereka menyuruhku hanya untuk merawat tiga pasien dengan daya tahan tubuh yang kata para dokter 'baik' padahal, yang kulihat mereka begitu lemah dan pucat seperti vampir. Hanya menempelkan taring buatan pada gigi mereka, mereka akan benar-benar mirip vampir tanpa harus menambahkan bedak lagi pada wajah mereka. Bagaimana bisa para dokter mengatakan kalau daya tahan tubuh mereka baik? Mereka berjalan ke kamar mandi saja harus kubantu. Makan snack saja kadang mereka muntah.

Namun, aku rasa pekerjaanku cukup ringan. Aku hanya merawat tiga pasien itu. Bach, Lucas, dan Andrew. Yang lainnya, aku hanya mengantarkan makanan.
Oke, kembali ke obat aneh ini. Aku mengambilnya dari mangkuk makan siang Lucas. Kebetulan salah satu dokter kelebihan menaruh obat ini di dalam mangkuk obat Lucas.
Kata Lucas, seharusnya dua pil saja. Namun, dokternya memberikan tiga pil. Baiklah, pil ini akan aku jadikan bukti investigasiku.
Berulang kali aku mencium aroma obat ini, aromanya benar-benar membuat kepalaku pusing. Dan bodohnya lagi, aku masih menciumi obat ini untuk memastikan aroma aneh dari obat ini.

Tanganku tak henti-hentinya menulis setiap informasi yang kudapat dari mulut ketiga pasien yang kurawat. Dan rata-rata informasi yang mereka berikan padaku sama. Mereka merasa tersiksa berada di dalam Rumah Sakit ini. Bagi mereka, ini bukan Rumah Sakit, ini adalah tempat penyiksaan bagi mereka.
Mereka merasa, kalau mereka terus-menerus di sini, mereka akan mati secara perlahan.
Dari data yang kuambil. Bach, Lucas, dan Andrew sama-sama sudah berada di Rumah Sakit ini antara dua sampai tiga bulan. Cukup lama juga, tapi mereka juga belum pulih. Ah, puzzle-puzzle di kepalaku semakin rumit saja. Aku harus segera memecahkannya! Tunggu saja!

TOK! TOK!

Aku mendongak ke arah pintu kamarku yang kuketuk. Cepat-cepat kumasukkan obat itu ke dalam plastik kecil dan memasukkannya ke dalam nakasku beserta buku catatanku dan mengunci nakasku.
Aku beranjak dari tempat tidurk hendak membuka pintu kamarku.

"Hei, Tim!"

"Selamat malam, Tuan Raphael. Apa saya mengganggu Anda?"

"Ah, tidak."

"Syukurlah.."

"Ada apa kemari, Tim?"

"Saya ingin.. bercerita sedikit dengan Anda. Saya rasa, Anda adalah orang yang saya percayai untuk menyimpan cerita saya."

Aku tersenyum.

"Masuklah, Tim."

Aku mempersilakan Tim masuk ke dalam kamarku.

"Duduklah di sofa sana. Akan kubuatkan teh camomile."

"Terima kasih, Tuan Raphael."

Aku berbalik dan mengambil gelas dari dapurku. Yap, ternyata setiap kamar pegawai tidak hanya berisi kasur saja. Sudah dilengkapi kamar mandi, dapur, dan sofa beserta meja seperti yang sedang ditempati Tim.

Aku membawa dua cangkir teh untuk Tim dan untukku.

"Silakan di minum."

Tim mengangguk dan menyesap teh hangat buatanku.

"Anda ahli sekali membuat teh. Rasanya enak."

Aku tersenyum kikuk dan memegang tengkukku.
Aku sudah terbiasa membuatkan teh untuk Kak Robert.

The Duke's InvestigationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang