14. cry

165 111 163
                                    


♥ Happy reading ♥

- aku siapkan pundakku agar kau bebas menangis semaumu -

Maya berakhir di rumah Dion, beruntung kedua orang tuanya masih di luar negeri setidaknya ia bisa menginap semalam disini.

Meski awal tujuannya adalah rumah Lia, tapi dia kembali berfikir dua kali, ini sudah terlalu malam, belum lagi dia tidak tahu alamat rumah Lia dimana.

"Lu serius mau tidur disini, di rumah Alan aja dah May"

Dion membujuk Maya bukan karena dia tak mau sahabatnya itu tinggal dirumahnya, hanya saja karena dia sedang sendiri di rumah dan ada seorang gadis menginap. Meski Dion beberapa kali pernah tidur bersama Maya, tapi tetap saja itu sudah lama sekali saat mereka masih kecil.

"Gue gak enak sama tante Fika Yon, belum lagi gue ditanya-tanya nanti"

TOK...TOK...
"Dion buka ini gue Bian" Ucapnya samar samar karena tertutup suara ketukan pintu.

Karena Maya dan Dion sedang berada di dapur dan lumayan jauh dari pintu utama, mereka tak begitu mendengar suara Bian, namun ketukan pintu sangat kuat hingga mereka terkesiap.

Dion berjalan ke arah pintu utama melihat siapa tamu yang berani mendatanginya malam-malam begini. Dia membuka pintu dan melihat Bian yang sedang ngos-ngosan.

"Lama banget dah" Ucap Bian sambil mengatur nafasnya.

"jangan nanya gue kenapa, intinya bole gue masuk gue haus Yon" Tanpa banyak omong Dion mempersilahkannya masuk.

Bian berjalan ke dapur dan melihat Maya disana sedang terduduk lesu. Dia sangat kaget dan hampir mengira itu hantu. Pikirnya Maya sedang berada di rumahnya, tapi malah berakhir disini bersama Dion dan semua koper ini, tentu saja itu membuat darah Bian kembali mendidih.

"Udah gue bilang besok aja kembaliinnya" Ucap Dion sembari membawakan secangkir air putih dan menyodorkannya kepada Bian.

"Terus gue biarin lu berdua disini gitu" Bian menolak cangkir air yang di berikan Dion. Dia sangat marah bagaiman bisa pacarnya malah tidur di tempat pria lain.

"Paan sih Yan si Maya dah gue angep adik sendiri kali" Dion menaikkan suaranya tak mau kalah, bagaimana bisa Bian menyimpulkannya sikapnya seperti itu.

Maya tidak ada tenaga untuk meladeni dua bocah yang ada di depannya ini, ia hanya melihat keduanya sambil termenung. Pikirannya penuh dengan ucapan ayahnya yang terus berputar didalam otaknya.

"Gue pacarnya"

Dion yang mendengarnya pun langsung terdiam, dengan cepat otaknya diserang banyak sekali pertanyaan. Sejak kapan mereka berhubungan, bagaimana bisa Maya tidak memberitahunya. Tapi, apa haknya untuk tahu semua itu.

Maya yang sedang melamun menoleh saat mendengar pernyataan Bian, dia tidak ingat bahwa Bian kini adalah kekasihnya. Dia mengambil cangkir berisi air putih di depannya, menegukknya dengan cepat.

Ini sangat rumit untuknya, semua situasi ini membuatnya tambah tertekan. Maya menyeka rambutnya kebelakang. Ia memengagi kepalanya sambil menunduk kebawah.

Apa yang ia pikirkan saat menjadikan Bian kekasihnya, bahkan tak ada sedikitpun perasaan di hatinya yang mengatakan ia menyukai Bian. Bagaimana cara menjelaskannya.

"Gue tidur duluan" Maya beranjak pergi meninggalkan Dion dan Bian yang tengah berdiri mematung tanpa suara. Dia perlu mengistirahatkan pikirannya sejenak.

Bian menahan tangan Maya di depan pintu kamar tamu. Ia ingin sekali menenangkan Maya. Setidaknya itulah alasannya ia datang kemari.

"Kita ngobrol besok ya, gue capek" Ucapnya lirih.

between usTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang