Wattpad Original
Ada 16 bab gratis lagi

04 | colla parte

4.4K 343 18
                                    


0 4

c o l l a   p a r t e

[It] Seorang pemeran harus menggandakan bagian lain.


KEHENINGAN YANG terjadi kemudian ditempa dengan ketegangan yang sangat kuat, adalah hal paling mengerikan. Aku hampir bisa mendengar detik demi detik berlalu, dan setiap detik berlalu, kami sepertinya menggali lubang yang lebih dalam untuk diri kami sendiri. Kaden tampak benar-benar membeku di tempatnya, mulutnya ternganga ketika kata-kata ibunya berhasil dicerna kepalanya.

"Apa?" Akhirnya dia berkata, seolah dia tidak bisa mempercayainya.

Aku merasakan napasku tertahan di tenggorokan. Baik Adelaide dan aku hanya diam, sampai aku merasa wanita itu mendorongku ke depan. Seketika, otakku bergerak dan aku menelan ludah. Berdasarkan apa yang kukumpulkan dari sekumpulan dokumen yang diberikannya, Evangeline adalah seorang model. Dia pasti adalah sosok yang percaya diri dan seksi.

Dengan suara menggoda terbaik yang bisa kuusahakan, aku memecah kesunyian. "Halo, Kade," tenggorokanku terasa luar biasa kering, dan dia secara otomatis berbalik ke arahku.

"Evangeline," dia memulai dengan hati-hati, mendorong dirinya dari kursi di dekat jendela dan bangkit berdiri. Dia tidak lagi melangkah dengan cekatan dan gesit; dia sering tersandung, tangannya meraba furnitur di sekitarnya saat dia berjalan ke arahku. "Bagaimana perasaanmu?" Dia bertanya, kekhawatiran melingkupi suaranya. "Para dokter mengatakan kepadaku, bahwa kau mengalami beberapa luka ringan."

Ketika dia tersandung lagi, aku langsung menuju ke arahnya, menutup jarak di antara kami dengan beberapa langkah panjang.

"Aku baik-baik saja," kataku, mengulurkan tangan untuk menenangkannya. Jemariku meringkuk di lengannya yang kuat, lengan bajunya berkerut di bawah genggaman kuatku. Aku mencoba untuk mengabaikan fakta bahwa terakhir kali aku begitu dekat dengannya adalah empat tahun yang lalu dan bahwa aku seketika jatuh cinta padanya, ingatan tentang itu selalu membuat jantungku berdegup dengan kencang.

Menggelengkan kepalaku untuk menjernihkan pikiranku, aku menatapnya dan berharap aku bisa melihat matanya yang berwarna hijau. "Bagaimana denganmu, bagaimana perasaanmu?"

"Aku baik-baik saja," gumamnya. Tangannya mencengkeram sikuku dengan kuat dan dia menarikku lebih dekat. Aku bisa merasakan kapal di ujung-ujung jemarinya ketika dia menyentuh kulitku dengan lembut, tetapi tegas, seolah dia sedang mencoba mengonfirmasi kehadiranku lewat sentuhan itu. "Sedikit buta," dia tertawa rendah yang terdengar agak getir, "tapi semuanya baik-baik saja."

"Itu bagus," aku menarik napas, sedikit terhenyak ketika jemarinya menyelinap di lekukan leherku dan menangkup pipiku dengan ringan. Dia tampak bersikeras memetakan kontur wajahku dan aku tahu aku tidak bisa membiarkannya. Setidaknya belum. Ini terlalu berisiko. "Kade, aku–"

"Tunggu," dia diam, menarikku dengan lembut ke arahnya lagi. Aku berusaha menjaga jarak dan kerutan muncul di wajahnya. "Aku—aku hanya sangat merindukanmu, itu saja," katanya dengan lembut, dan aku merasakan seketika tekadku melemah. "Kemari."

Saat melangkah ke depan, dia menyorongkan lengannya di pinggangku dan dia baru saja akan menarikku ke dalam pelukan ketika suara Adelaide terdengar dari belakang kami, keras dan jelas, serta tegas.

"Kaden."

Kata-kata wanita itu menyentak Kaden keluar dari lamunan yang menenggelamkan kami berdua. Aku bahkan tidak sama sekali menyadarinya. Sekali lagi, aku melakukan hal yang sama ketika aku berusia enam belas tahun. Sungguh, apakah bahkan semua ini masih mengejutkan?

Berdansa | Slow DancingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang