Wattpad Original
Ada 4 bab gratis lagi

16 | lo stesso

3K 283 0
                                    


1 6

l o   s t e s s o

[It] Sama; diterapkan pada tempo, artikulasi, dll.

  

MENDAPATKAN CUTI untuk satu hari kerja adalah sesuatu yang harus kumanfaatkan sepenuhnya. Saat bangun pukul sebelas, aku memutuskan untuk pulang dan mengunjungi ayahku yang sangat kurindukan. Aku mendapati dia sedang sibuk di taman seperti biasa dan dia sangat senang kala melihatku, serta bertanya-tanya apakah aku sudah sangat merindukan rumah sampai-sampai aku meninggalkan pekerjaanku dan kabur untuk pulang.

"Tentu saja tidak," kataku sebal, saat dia menanyakan itu. "Aku pikir kau akan senang kalau aku datang ke sini untuk menemuimu."

"Aku senang," elaknya, mengernyitkan alisnya saat dia menatapku. "Tidak bisakah kau melihatku tersenyum?"

"Kau mengernyitkan kening karena sinar matahari, Ayah."

Aku diam memperhatikannya ketika dia menggali tanah di sekitar tanaman bunga mawar dan memindahkan akarnya ke pot yang baru. Sebagian dari diriku berharap aku bisa berada di sini sepanjang waktu untuk membantunya—puji Tuhan karena Castor bersedia bekerja di sini selama musim panas, dan Millie yang sesekali turun membantu karena aku tak di sini lagi.

"Jadi, bosmu, bocah itu," dia memulai.

Aku sedikit menyeringai, bertanya-tanya apakah ayahku tahu seberapa kaya dan berpengaruhnya Kaden Bretton. Ayahku mendengar hampir seluruh hal yang perlu diketahuinya tentang pekerjaan baruku. Namun, tidak seperti Parker yang agak protektif dan terus memastikan agar Kaden tidak melampaui batas; Ayah menerima berita ini dengan semringah.

"Apakah kau semakin dekat dengannya?"

"Aku tidak tahu," kataku jujur, membantunya memuat beberapa pot ke dalam gerobak. "Kupikir tadi malam begitu—ketika aku lembur untuk membantu Kaden di tempat kerja... tapi, tampaknya kami sudah berada di jalan buntu."

"Well, kau tahu solusi untuk setiap dan segala masalah adalah–"

"–komunikasi," aku menyahutnya dan mengangguk. Ayah selalu menasihati diriku tentang ini sejak aku masih kecil dan ini adalah konsep yang tidak pernah kulupakan. "Aku mengerti. Dan aku selalu memercayai itu. Sampai Kaden versi baru ini datang dan dia tidak mau mendengarkan apa pun yang kukatakan. Jadi Millie mengatakan kepadaku kalau tindakan akan lebih berarti daripada sekadar kata-kata dan kalau aku harus menunjukkan kepadanya bahwa aku masih peduli padanya."

Ayah terkekeh. "Dan bagaimana hasilnya untukmu?"

"Tidak terlalu bagus," aku mengakui, dengan senyum malu-malu. "Kadang-kadang itu berhasil, tetapi kadang-kadang dia marah dan hanya menutup diri."

"Aku mengerti," kata Ayah, setelah jeda sesaat. Dia terus bekerja dalam diam untuk beberapa waktu, sebelum menatapku. "Kau tahu, orang-orang menutup diri karena berbagai alasan. Mungkin bocah ini tidak begitu marah, tetapi dia takut."

Alisku terjalin menjadi satu. "Takut?" gemaku, merapalkan kata itu di ujung lidahku. Namun, tampaknya hampir tidak masuk akal kalau Kaden, pria yang memiliki segalanya itu, akan takut pada apa pun—apa lagi hanya aku. "Kurasa dia tidak takut."

"Hanya menebak, Sayang."

Aku menggelengkan kepalaku padanya dan tersenyum manis, dan melanjutkan memuat pot. Setelah beberapa menit, sebuah gagasan tiba-tiba muncul di benakku dan aku berhenti. "Hai, Ayah?" Dia menatapku, dan aku balas menatapnya lurus. "Apakah kau ingat kalau Ibu dulu suka menjadi relawan di panti asuhan?"

Berdansa | Slow DancingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang