Wattpad Original
Ada 3 bab gratis lagi

17 | tenuto

3K 277 1
                                    

  

1 7

t e n u t o

[It] Simpan, pegang, genggam; mempertahankan tanpa memutusnya.

  

AKU BERAKHIR menginap ketika demam Kaden berlanjut sepanjang malam, mereda tetapi kembali naik setiap beberapa jam. Malam semakin larut ketika aku masih mengganti-ganti kompresnya dengan handuk basah dan membantunya duduk tegak sehingga dia bisa minum obat.

Baru pukul empat pagi ketika demamnya menunjukkan tanda-tanda menghilang, dan aku mengatur alarm di ponselku pada pukul lima sehingga aku bisa memeriksanya lagi, sebelum berbaring di sofa karena kelelahan. Kantuk itu datang dengan cepat seperti yang selalu terjadi ketika aku kelelahan dan sepertinya aku ketiduran, karena ketika aku membuka mataku berikutnya, langit di luar sudah cerah dan sinar matahari masuk melalui jendela.

Aku segera tersentak bangun, agak terkejut ketika melihat selimut putih melingkupi tubuhku. Berkedip-kedip, aku melihat Kaden duduk di hadapan meja dapur dengan cangkir di tangan kanannya, mungkin berkirim pesan di ponselnya dengan seseorang. Beberapa kertas tersebar di depannya yang hanya bisa berarti satu hal—dia kembali bekerja lagi.

"Jam berapa ini?" Aku berseru, merasa untuk sesaat bingung.

Kaden melirikku sekilas sebelum mengembalikan perhatiannya ke ponselnya. "Tujuh lima belas."

"Tapi ponselku seharusnya–"

"Kau bahkan tidak bisa mendengarnya ketika itu berdering di sebelahmu. Aku harus bangun dari tempat tidur untuk mematikan benda sialan itu."

"Oh." Berdiri, aku mengambil selimut dan melipatnya dengan rapi, lantas meletakkannya kembali di sofa. Dia berhenti sejenak, memperhatikan dengan waspada ketika aku menuju ke arahnya. "Bagaimana perasaanmu?"

Dia merunduk ketika aku mengulurkan tangan. "Aku baik-baik saja."

"Apakah kau sudah mengukur suhu tubuhmu?"

Ketika dia tidak menjawab, aku menahan dorongan untuk memutar bola mataku dan pergi ke kamarnya. Seprai ranjangnya kusut dan sepertinya dia tertidur cukup nyenyak, tetapi aku terdiam ketika aku menyadari bahwa selimut dari tempat tidurnya menghilang. Aku kembali dengan termometer di tangan, menatapnya dengan curiga.

"Apakah kau yang memberiku selimutmu?"

Dia hanya diam, tetapi diam berarti iya, dan aku merasakan hatiku bergetar ketika melihat selimut putih yang kini tergeletak di sofa. Menahan senyum, aku mengulurkan termometer ke arahnya, menunggu sampai benda itu berhasil mengukur suhu tubuh Kaden. Saat selesai, Kaden melirik ke arah benda itu untuk sesaat, matanya sedikit menyipit yang artinya itu adalah pertanda akan sesuatu dan aku menarik termometer itu sebelum dia sempat bereaksi.

"Kau masih demam," kataku dengan datar, mengunci tatapannya tepat ketika dia memelototiku. "Kau tidak bisa bekerja sekarang, kau harus beristirahat lebih banyak."

"Aku tidak—"

Namun, kata-kata itu sepertinya membeku di lidahnya ketika aku menggamit lengannya dengan lembut, menariknya ke arah kamarnya. Aku dengan terang-terangan mengabaikan semua protesnya, seraya bergegas menarik selimut saat kami berjalan kembali menuju kamarnya. Dia terdiam ketika aku menepuk-nepuk bantal, meletakkannya kembali ke tempat tidur dan menyelimuti dirinya.

"Setelah bencana yang kuciptakan di dapur kemarin, kurasa aku akan menelepon layanan kamar," kataku padanya, "Kembalilah tidur. Aku akan membangunkanmu ketika makanannya ada di sini." Aku berbalik untuk pergi tetapi berhenti ketika dia memanggil namaku dengan lembut.

Berdansa | Slow DancingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang