Wattpad Original
Ada 5 bab gratis lagi

15 | piano

3.3K 289 1
                                    


1 5

p i a n o

[It] Lembut.


PADA DUA HARI berikutnya, aku mulai terbiasa dengan rutinitas di tempat kerja. Namun, pagi itu, aku terkejut ketika Kaden memanggilku ke ruang kerjanya sebelum aku bahkan sempat menyiapkan sandwich dan kopi. Aku bergegas masuk ke ruangannya, dengan jantungku berdetak kencang karena dia sekarang tidak dapat diprediksi dan aku tidak tahu bagaimana harus bertindak di sekitarnya.    

Tapi sepertinya dia sangat berfokus pada pekerjaannya lagi dan nyaris tidak melirikku ketika aku masuk. "Apakah Stella menunjukkan kepadamu bagaimana caranya mengatur jadwalku?"

"Well, tidak," aku memulainya dengan terbata-bata. "Dia menyuruhku untuk meminta penjelasannya kepadamu."

"Sudah tiga hari dan kau belum menanyakannya."

Aku tahu bahwa apa yang kukatakan selanjutnya sama sekali tidak pantas dan aku bisa dipecat jika Kaden menghendakinya. Namun, bagiku, ini memang bukan sekadar pekerjaan sejak awal dan Kaden bukannya sekadar bos. Ini semacam kesempatan kedua dan Kaden adalah seseorang yang aku kenal cukup baik.

Jadi aku hanya mengangkat bahu. "Kau sebelumnya bilang padaku untuk tidak mengganggumu kecuali kau memanggilku."

"Tapi kau masih membawa makanan setiap hari," dia membalasnya cepat, menatap sandwich dan kopi di tanganku dengan tajam.

"Oh, benar," tiba-tiba aku menyadari bahwa aku belum memberikan ini kepadanya dan dengan cepat menyeberangi ruangan, meletakkan makanan di atas mejanya. "Ini untukmu."

Dia memandangnya dengan jijik. "Kau tidak harus–"

"Aku tahu, tapi aku ingin."

Kata-kataku disambut dengan keheningan yang mengejutkan dari pihaknya, dan dia dengan cepat mengalihkan pandangannya dari layar komputer untuk mengajariku. Aku bertemu dengan tatapannya dan menguncinya, bertanya-tanya kenapa dia menjadi jauh lebih tertutup meskipun sudah mendapatkan penglihatannya kembali. Mata itu seharusnya menjadi jendela bagi jiwanya. Namun, bagaimana aku bisa menguraikan sesuatu ketika jendelanya saja tertutup rapat?

Akhirnya, setelah satu atau dua detik, dia berpaling dan menutup laptopnya. "Silakan duduk."

Aku duduk, menonton tanpa suara ketika dia mengeluarkan sebuah tablet dari laci samping dan mendorongnya ke seberang meja kepadaku. Ketika dia tidak melakukan hal lain, aku memandangnya.

Dia hanya bersandar di kursinya, memutar pena dengan mudah di antara jari-jarinya. "Kau tahu cara membukanya," katanya datar.

Dia benar; Aku memang tahu cara membukanya.

Aku ingat membantu dia membuka kunci tabletnya di salah satu siang yang aku habiskan bersamanya, dan kemudian memonopoli tabletnya ketika aku kecanduan memainkan salah satu game yang diinstal pada perangkat. Aku menghabiskan lebih dari satu jam asyik dengan benda ini, sementara Kaden secara mengejutkan puas hanya duduk di sebelahku.

"Kau payah sekali dalam hal ini," godanya, setiap kali permainan mengeluarkan suara kalau avatar-ku mati. "Aku buta dan aku mungkin masih bisa bermain lebih baik daripada dirimu."

Aku ingat menyikutnya dengan lembut setiap kali dia mengatakan itu. "Aku hanya memiliki koordinasi mata-tangan yang benar-benar buruk."

"Jelas," balasnya cepat, tetapi ketika aku akhirnya berhasil menyelesaikan satu level, dia tersenyum hangat. "Tidak buruk, kau semakin baik."

Berdansa | Slow DancingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang