"Untuk apa aku takut, jika aku bersama dengan dirimu."
Aku tertegun menatap indahnya gemerlap bintang dari balkon kamar apartement milikku. Ketika tanpa sengaja otak ku memutar rentetan peristiwa yang terjadi di beberapa hari yang lalu, tiba-tiba saja sebuah nama terlintas begitu saja dalam benakku. 'Min Yaera'. Entah mengapa ucapan Min Yoongi mengenai adiknya seolah-olah membawaku akan nama itu.
Aku tidak tau pasti atau mungkin itu hanyalah firasat sesaat ku. Aku pun melangkahkan kaki jenjang ku berniat untuk pergi menuju Sungai Han. Salah satu tempat favorit ku di malam hari untuk menenangkan diriku.
Dan seperti biasa juga, aku selalu melihat sosok pria yang selalu menganggu jalan pikiranku. Dia tengah duduk melamun menatap gelapnya hamparan Sungai Han yang membentang di depan sana. Aku mendudukkan diriku di sampingnya dan menepuk pundaknya perlahan.
Dapat aku lihat sosok pria dengan stelan celana jeans dengan hodie hitam miliknya menoleh kaget ke arahku.
"Moonbyul-ah, apa yang kau lakukan disini?"
Aku menghela nafas ku perlahan dan menatap gelapnya malam dengan beberapa lampu yang samar-samar menjadi penerang kami berdua.
"Hanya berjalan-jalan."
"Sejauh ini? Hei... Nona Shin apa kau tak tau waktu? Ini sudah larut malam, Apa kau tak takut?, Bisa-bisa kakak sepupu mu khawatir mencari dirimu."
"Bisakah kau diam Jimin-ah. Bukankah kau kekasihku, lagipula untuk apa aku takut, jika aku bersama dengan dirimu. Aku tidak akan pernah takut menantang bahaya apapun, karena aku terus bersama dengan dirimu."
Tiba-tiba saja Jimin mengalihkan atensi nya dan menundukkan kepalanya dalam.
"Dengar Moonbyul-ah, kau tak bisa bergantung terhadap orang lain dengan mengharapkan orang itu akan tetap bersama mu karena pada kenyataannya bayanganmu sendiri saja bisa sewaktu-waktu pergi meninggalkan mu."
Aku menunduk menatap lamat sandal bulu rumahan yang tengah aku pakai. Perkataan Jimin seolah menyadarkan aku akan segalanya. Dia benar, seharusnya memang aku tidak pernah menggantungkan hidupku pada siapapun. Berharap seseorang akan terus bersama dan menghibur diriku dikala aku sedih dan berharap seseorang itu akan terus bersamaku untuk selamanya. Tapi apa? Sebenarnya dunia ini yang kejam atau aku yang terlalu rapuh.
"Kau benar Jim, karena pada dasarnya kita hanya hidup sendirian di dunia ini."
Jimin mendongakkan kepalanya dan menatap lamat diriku dengan mata sendu miliknya. Perlahan tangan kekarnya meraih telapak tangan ku dan menggenggam nya.
"Apa kau mencintai ku?"
Aku mengangguk. Sesesak apapun rasa sakit yang akan aku rasakan nantinya ketika mengetahui semua kebenaran mengenai sosok pria bak malaikat di depanku ini aku akan menahannya. Karena pada kenyataannya rasa cinta yang aku rasakan lebih besar daripada rasa sakit yang nantinya memang mengharuskan ku untuk pergi meninggalkan nya.
"Namun bagaimana jika nantinya kita tidak bisa bersama. Apa yang akan kau lakukan Moonbyul-ah?"
Aku menatap lamat manik mata hitam legam yang tengah menatap diriku sendu, berharap jika sosok pria dengan marga Park di depanku ini tengah melontarkan sebuah pernyataan yang merupakan candaan semata. Namun aku hanya dapat melihat sebuah luka yang begitu ketara di sana.
"Aku akan terus menunggu mu hingga dirimu sendiri yang memutuskan untuk pergi meninggalkan ku terlebih dahulu."
Katakan saja aku seorang gadis yang bodoh. Bukan berarti aku tak mengerti arah topik pembicaraan apa yang tengah kami bicarakan.
"Apa kau berniat pergi meninggalkan diriku Jim?"
Jimin melepas genggaman tangan nya dan merapatkan kedua tangan nya sendiri. Manik matanya menatap Sungai Han dengan arah pandangan kosong dan menggeleng. Aku menghela nafasku sedikit lega setidaknya Jimin tidak akan pergi meninggalkan ku untuk sekarang, atau mungkin belum?.
"Siapa Min Yaera?"
Entah karena terbawa suasana atau memang diriku yang tak bisa mengontrol ego dan emosi ku sendiri, tiba-tiba pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibirku. Jimin tampak memejamkan matanya dan mengepalkan kedua tangannya.
"Dari mana kau tau nama itu?"
"Saat kita pergi ke Lotte world dan menaiki wahana terakhir disana aku mendengar kau menggumamkan nama itu. Dan setahuku bukankah kau anak tunggal?"
Jimin seketika membungkam bibirnya seribu bahasa. Dapat aku lihat raut wajah gugupnya yang begitu ketara.
"Bisakah kau tidak membahasnya?, Di-dia hanya...h-hanya temanku."
Setelahnya Jimin langsung beranjak begitu saja meninggalkan diriku pergi. Aku yang mematung pun hanya dapat memandangi tubuh tegap yang berjalan semakin menjauh hingga perlahan sosok pria itu hilang di telan gelapnya malam. Tanpa sadar setetes liquid bening tanpa aba-aba jatuh membasahi pipiku. Ku usap air mataku yang menetes setetes demi setetes. Ini salah, seharusnya aku tidak berhak merasa terluka hanya karena sosok pria itu. Karena aku tau pada dasarnya Jimin tengah berbohong padaku. Tidak mungkin kan hanya sosok teman namun terlihat begitu berharga dimatanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SMERALDO✓ (PJM) || [Completed]
FanfictionShin Moonbyul tau betul jika Park Jimin adalah definisi dari sebuah kemungkinan yang tak akan pernah bisa untuk ia genggam. Sebuah luka yang begitu indah untuk diselami dan sebuah kebahagiaan yang begitu membuai. Shin Moonbyul hanyut begitu saja pad...