Chapter 44

118 26 2
                                    


Samar-samar aku mengerjapkan kedua kelopak mataku dan menyesuaikan nya dengan cahaya yang berada di sekelilingku. Ku tolehkan perlahan kepalaku ke samping, dan ku lihat Jungkook oppa yang tampak tengah tertidur pulas di atas sofa.

Ku lihat cahaya matahari yang sudah mulai bersinar dan menyusup melalui celah-celah jendela gorden dan menerangi kamar hotelku. Aku memegangi baju ku yang tampak kotor ketika aku merasakan sesuatu yang tak nyaman. Aku rasa semalam setelah mabuk dan pingsan aku muntah-muntah.

Tapi tunggu, Dimana Jimin?.

Bukankah semalam aku pingsan di dalam dekapannya kan?. Aku mengedarkan pandangan ku ke seluruh penjuru kamar hotel ku sembari mengingat-ingat kejadian semalam yang terjadi. Jangan bilang Jimin benar-benar pergi lagi.

Dengan sisa kekuatan yang masih tersisa, aku berusaha untuk bangkit dan mencari Jimin. Namun....-

Prangg

Ah sialan, kenapa pergelangan tangan ku harus menyenggol gelas yang berada diatas nakas. Ku lihat Jungkook oppa tampak mulai terbangun dari tidurnya dan menatap sayu diriku.

"Eoh kau sudah sadar Moonbyul-ah?"

Aku hanya mengangguk dan menatap nya canggung.

"Hm...oppa, semalam siapa yang mengantarkan aku kembali ke kamar hotel?"

"Jimin Hyung."

Dengan tubuh yang lemas aku langsung berusaha untuk berdiri dan berniat untuk pergi mencari Jimin.

"Yakk...hei, kau mau kemana Byul-ah? Lihat, kondisi tubuhmu bahkan belum pulih. Jimin Hyung bilang, semalam kau minum terlalu banyak."

Dengan sigap Jungkook oppa memegangi tubuhku yang hampir limbung dan mendudukkan kembali tubuhku.

"Oppa aku harus pergi mencari Jimin, sebelum dia benar-benar pergi lagi."

"Sudahlah Moonbyul, percuma. Jimin Hyung tak akan kembali lagi."

Aku menatap sendu wajah Jungkook oppa dan mulai meneteskan air mataku.

"Ap-apa?"

"Semalam setelah Jimin Hyung mengantar mu kemari, dia berpesan padaku jika dia akan berangkat ke Busan dengan kekasih nya pukul lima pagi. Dan otomatis penerbangan nya sudah terlewat lima jam dari sekarang. Jadi, sekarang kau bisa apa Moonbyul-ah? Mengejar nya ke bandara?"

Tubuhku merosot seketika. Air mata ku tumpah tanpa aba-aba. Bibirku bergetar pilu.

"Jim-Jimin...dia benar-benar pergi meninggalkan diriku."

Rasanya seperti waktu telah terhenti. Mungkin memang benar, tak ada yang abadi untuk selamanya di dunia ini. Bila waktu lambat laun berlalu, akankah Jimin masih bisa untuk mengingat diriku dalam jejak yang samar-samar dalam serebrum nya.

Pandangan ku perlahan mulai memudar, dan aku terbangun dari mimpi yang sangat indah. Dalam mimpi itu Jimin mendekap hangat diriku di bawah kerlap kerlip nya bintang ketika salju pertama turun. Kami berdua saling menyatukan kedua telapak tangan kami dan membuat harapan akan masa depan kami yang lebih baik.

Namun, pada kenyataannya sekarang semuanya telah berakhir. Kelak, aku akan terus mengingatnya dan semua tentang dirinya. Karena dia meninggalkan bagian dari dirinya yang tak akan pernah bisa untuk aku lupakan. Membisikkan sebuah janji dan terjaga semalaman. Aku harap agar dia tidak melupakan diriku.

Perkataan bahwa aku tak tahu bagaimana sesuatu itu begitu berharga hingga akhirnya menghilang. Aku benar-benar tak tahu sampai pada akhirnya aku kehilangan dirinya.

Aku pikir itu hanya akan terasa seperti gelombang besar, bamun seluruh alam semesta serasa ambruk. Kami masih muda namun dalam kejujuran kami menjadi dewasa karena satu sama lain. Kami ceroboh namun kami saling memberi semuanya dan mendekap satu sama lain. Aku harap dia dapat mengingat semuanya karena terlalu indah untuk membuangnya begitu saja. Aku harap dia bahagia, karena aku bahagia karena dirinya.

Aku harus belajar untuk menghabiskan malam yang berbeda di bawah cahaya bulan yang sama dengan nya. Aku akan mencoba membiasakan diri melakukannya jika dia melakukannya dengan baik.

Aku menatap lamat atensi Jungkook oppa. Kali ini aku benar-benar akan membuat sebuah keputusan. Sebuah keputusan yang mungkin akan aku sesali suatu saat nanti. Namun setidaknya dengan keputusan ini aku yakin jika perlahan aku pasti akan bisa untuk terbebas dari bayang-bayang Park Jimin dalam hidupku.

"Op-oppa, maukah kau membantuku dan menuruti keinginan ku untuk kali ini?"

Ku lihat Jungkook oppa tampak hanya mengernyitkan alisnya dan menggenggam tangan ku hangat.

"Katakan!"

"Tapi kau pasti akan menurutinya kan?"

"Jika aku bisa, aku pasti akan menuruti nya."

"Tidak banyak dan tidak terlalu rumit oppa. Pertama aku ingin pulang. Dan yang kedua aku ingin pernikahan kita di percepat. Aku ingin minggu depan kita menikah."

Deg

Aku hanya dapat menahan desakan air mata ku yang sudah menggenang di pelupuk mataku. Seketika genggaman hangat Jungkook oppa terlepas.

"Tap-tapi mengapa?"

"Bukankah kau mencintaiku oppa? Maka aku akan belajar untuk mulai mencintai dirimu."

"Dengar Moonbyul, bagaimanapun bentuk cinta, akan tetapi tetap saja ia tidak bisa untuk dipaksakan."

"Lalu kenapa? Jika Jimin saja akan berusaha untuk mencintai Hyemi, maka aku juga akan berusaha untuk mencintai dirimu."

"Tapi tidak, caramu salah Moonbyul-ah. Semua ini justru akan berdampak pada dirimu sendiri suatu saat nanti."

Aku hanya dapat memejamkan mataku perlahan.

"Baiklah, jika kau memang tidak mau menikahi ku minggu depan, maka aku akan mencari orang lain untuk menikahi ku."

Aku mulai frustasi. Aku mulai menegakkan tubuhku hendak beranjak, namun tangan kekar Jungkook oppa segera menggenam kembali pergelangan tanganku.

"Baiklah, kalau begitu aku akan menikahi mu minggu depan dan besok kita akan pulang."

Aku menganggukkan kepalaku dan menghamburkan tubuhku kedalam pelukan hangat Jungkook oppa.

"Hm...oppa boleh aku minta satu hal lagi?"

Jungkook oppa mengusap lembut puncak kepalaku.

"Apa itu?"

"Aku mohon, jangan beritahu siapapun mengenai hal ini. Jangan beritahu semua orang jika ternyata Jimin masih hidup. Toh, ia juga tak mengingat siapa kita. Lagipula sekarang dia juga sudah pergi bersama dengan kehidupan baru nya."

Ku lihat Jungkook oppa hanya terdiam. Tatapannya kosong dan usapan tangannya semakin melambat.

"Oppa?"

"E-eoh...baiklah."

Aku hanya terdiam. Aku harap setelah ini aku dapat melupakan dirinya sebagaimana dia melupakan diriku. Jika memang jalan seperti ini yang harus aku tempuh. Maka baiklah, aku akan mencoba untuk melaluinya sesuai dengan rencana takdir yang menjerumuskan diriku ke dalam perasaan ini.

Mulai sekarang aku akan berusaha untuk menghilangkan bayang-bayang nya dan hidup tanpa dirinya. Menganggap jika dia hanyalah sosok sebuah perasaan yang pernah singgah sementara ke dalam hidupku.













SMERALDO✓ (PJM) || [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang