Chapter 43

121 26 12
                                    


Aku harap ini bukan akhir dari jalanku mengikuti dirimu. Namun aku berharap jika ini adalah terakhir kalinya aku menangis karena dirimu. Bahwa kali ini akan menjadi malam terakhir aku menghabiskan waktu untuk merindukanmu. Semoga aku baik-baik saja tanpa dirimu.

Kedua tanganmu begitu jauh dari jangkauanku. Walaupun aku bersikeras, dapatkah aku memutar kembali waktu?. Aku bersimpuh di bawah rembulan setiap malam.

Dia mengatakan jika ini adalah yang terakhir kali nya. Aku harap jika dia masih mencintai diriku.
Aku mencoba mengambil pecahan kaca ini. Aku mencoba mengumpulkan air yang telah aku tumpahkan.

Nampaknya dia telah melupakanku secara perlahan, dan menghapusku dan itulah sebabnya aku merasa sangat lelah. Berapa lama lagi aku harus menyangkal, berapa gelas lagi yang harus aku kosongkan jika aku masih takut untuk kehilangan dirinya.

Aku bahkan masih ingat dengan begitu jelas ketika malam itu, dia menggenggam hangat jari-jemari ku. Sekali dan begitu hangat
kenangan tentang dia mengecup keningku mulai memudar dan menjadi hitam. Perlahan air mata ku mulai mengalir dan pikiran terpendek tentang nya memenuhi seisi kepala ku.

Aku berusaha menggenggam nya erat dari belakang dan berharap bahwa matanya tak akan tertutup. Pada obsesiku yang bersinar dia terkenang sebagai satu-satunya cinta terbaik ku dan penyesalanku yang terakhir. Dia datang bersama dengan angin yang hanya meninggalkan aroma.

Seperti musim gugur yang menjatuhkan dedaunan, kini aku tidak memiliki alasan untuk mengambil dirinya kembali. Ketika angin bertiup itu hanyalah sekedar hembusan dan tidak ada isinya tapi aku selalu membuat harapan sama yang bodoh.

Dan disinilah aku pada akhirnya, berhadapan dengan seseorang yang begitu ingin aku hindari dari kehidupan ku mulai saat ini. Kami hanya saling menatap satu sama lain. Bahkan hari ini aku melakukan suatu hal yang tak pernah aku lakukan selama hidup ku sebelumnya. Mabuk. Sudah terhitung berapa kali gelas di depan ku ini kosong. Aku hampir meneguk habis dua botol bir sialan itu. Aku tahu ini memang tidak baik untuk kesehatan mental maupun fisik ku tapi setidaknya biarkan mental dan fisik ku rusak untuk malam ini agar aku lupa akan semuanya. Lupa akan cinta, luka, bahkan pria dihadapan ku saat ini.

Aku menolehkan sejenak kepala ku ke belakang dan menatap kursi taman. Dan setelahnya aku hanya bisa memalingkan wajah ku. Sekarang semuanya hanyalah tinggal kenangan. Harapan-harapan ku selama ini sekarang hanya akan menjadi harapan semata.

"Nona Shin! Tunggu!"

Aku menolehkan kepala ku kebelakang menatap sosok yang begitu familiar di hatiku. Jimin, dia tampak berlari ke arah ku dan berdiri di hadapan ku.

"Bisa kita berbicara sebentar nona Shin?"

"Apalagi yang harus kita bicarakan Jaewoo-ssi? Bukankah semuanya sudah jelas. Kau tidak percaya padaku walaupun aku sudah menjelaskan semuanya padamu. Lantas apalagi yang perlu kita bicarakan?"

Aku memalingkan wajahku dan memejamkan mataku perlahan.

"Aku ingin kita bicara sebentar saja. Ini pun karena Hyemi yang memaksa diriku."

Aku hanya terdiam kaku. Aku menatap Jungkook oppa yang tampak menganggukkan kepalanya dan mengarahkan kepalanya pada Jimin seolah meminta ku untuk pergi mengikuti Jimin.

Huh

"Baiklah, hanya sebentar."

Jimin tampak mengangguk dan berjalan mendahului diriku. Sedangkan aku hanya berjalan mengikuti tubuh tegapnya dari belakang menuju salah satu kedai yang masih buka di dekat hotel.

"Sampai kapan kau akan terus meneguk minuman sialan itu nona Shin? Yang aku tahu dari mimik wajah mu itu, kau adalah tipe orang yang tidak suka mabuk."

"Hm...kau benar, dan ini adalah yang pertama kalinya aku mabuk. Tidak usah berbasa-basi lagi Jaewoo-ssi. Katakan apa mau mu?"

"Kau cukup tahan juga ya untuk ukuran seorang gadis saat pertama kali mabuk. Lihat, bahkan kau tidak teler sama sekali. Tampaknya bir itu tidak cukup kuat untuk mendominasi isi dari pikiran mu nona Shin."

Aku hanya menatap dirinya diam dan mengalihkan tatapan ku pada gelas kosong ku.

"Siapa sebenarnya dirimu?"

Aku mengangkat wajahku dan menatap sendu dirinya.

"Sudah berapa kali aku bilang, jika aku adalah Shin Moonbyul."

"Apakah sosok Park Jimin begitu berharga dalam hidup mu Moonbyul-ssi?"

Seketika aku terdiam seribu bahasa. Padangan ku kosong. Jiwaku seakan melayang entah kemana.

"Sangat, dia sangat berharga dalam hidupku."

Ku lihat Jaewoo hanya terdiam. Bibirnya terkantup rapat. Helaan nafasnya terdengar pelan.

"Jika nantinya Park Jimin kembali di saat kau sudah menata kembali warna kehidupan mu, apa yang akan kau lakukan?"

Aku menolehkan kepala ku menatap lamat sosok di di hadapan ku.

"K-kau mendengar nya?"

"Hm...maafkan aku sebelum nya nona Shin, bukannya aku bermaksud untuk mendegarkan pembicaraan mu dengan kekasih mu. Hanya saja tadi aku tidak sengaja mendengar nya."

Aku kembali menundukkan kepalaku. Baguslah jika dia mendengar semuanya.

"Entahlah, aku tidak tahu."

"Apa kau masih mencintainya?"

"Sangat, aku masih sangat mencintai dirinya. Namun tampaknya takdir berkata lain padaku. Maka dari itu, aku memilih untuk mengalah."

"Aku tidak tahu, harus berkata apa. Siapapun cintamu nantinya, semoga saja dia datang tepat waktu dalam kehidupan mu nona Shin."

Aku hanya menatap kosong gelas di hadapan ku lagi.

"Semoga."

"Hm...sebenarnya selain karena Hyemi menyuruhku untuk berbicara padamu, aku meminta mu untuk berbincang sedikit bersama ku disini adalah karena aku juga ingin pamit."

Aku menolehkan kepala ku dan menatap sendu Jaewoo. Perlahan bibirku bergetar.

"Ke-kemana?"

"Besok aku dan Hyemi akan pulang ke Busan karena perjalan bisnis kami disini sudah selesai. Yah...meskipun kita baru saja saling mengenal satu hari namun entah mengapa aku rasa jika aku perlu untuk berpamitan padamu."

Aku menatap sendu dirinya. Perlahan air mata ku mengalir. Rasa pusing akan mabuk sekaligus rasa sakit akan hatiku bercampur aduk menjadi satu di dalam diriku.

"Jad-jadi, kau akan benar-benar pergi meninggalkan diriku Jim?", Ucap ku pelan dengan bibir yang sudah mulai bergetar.

"Apa?"

"E-eoh tidak...Hati-hati."

Jaewoo tampak tersenyum begitu hangat nya padaku dan menampakkan eye smile nya yang begitu aku rindukan selama bertahun-tahun ini.

Sekarang aku mengerti, ketika aku memikirkan masa lalu ini, itu membuatku menangis. Maafkan aku, kau pasti akan melupakan diriku. Dari kejauhan, jarak masa depan terbentang di depanku. Aku berharap kau akan mengingatku sebagai sosok kehangatan semu yang begitu kau cintai di dalam hatimu.

"Hm...nona Shin?"

Perlahan aku mengerjapkan kedua mataku dengan kesadaran minim yang masih aku miliki. Aku menatap lamat wajah tampan nan rupawan di hadapan ku ini sebelum besok aku tak akan pernah berjumpa dengan dirinya lagi.

"Y-ya?"

Perlahan kedua mataku mulai terpejam. Dunia ku seakan berputar dan saling bertubrukan satu sama lain. Kenangan-kenangan akan masa lalu ku perlahan menggerayahi isi kepalaku dan mendominasi nya.

"Nona Shin...bangunlah!"

Jimin tampak membawa tubuh limbung ku ke dalam dekapan hangat nya dan memanggil-manggil namaku berulang kali. Tangan kekarnya mengguncang kuat tubuhku. Dan...Gelap.













SMERALDO✓ (PJM) || [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang