"Mengapa mencintai dirimu harus sesakit ini?"
Mobil merah Audi A7 milikku terus melaju dengan kecepatan sedang membelah padatnya jalan raya hingga membawa ku jauh dari area perkotaan dan memasuki rimbunnya hutan dengan jalanan setapak. Ku lirik sejenak alamat yang berada di tanganku. Ini sudah benar, namun mengapa aku justru semakin menjauh dari perkotaan dan justru memasuki hutan. Apakah Sekretaris Bae membohongi ku? tapi tidak mungkin.
Namun aku tidak menyerah, aku terus mengendarai mobil ku perlahan semakin memasuki area rimbunnya hutan dengan pepohonan yang begitu rimbun tertanam di sudut kanan dan kiri jalanan. Ya Tuhan, semoga saja aku masih ingat dengan jalan pulang nantinya. Ini aneh, semakin jauh aku berkendara memasuki hutan bukannya keadaan gelapnya hutan yang aku temui justru keadaan hutan yang semakin terang dengan pepohonan yang mulai merenggang bersejajar rapi di tiap-tiap pinggiran jalan. Aku semakin melajukan mobil ku hingga aku dapat melihat genangan sungai kecil dengan sebuah mansion besar yang berdiri dengan kokoh di sampingnya.
Sejenak aku termenung. Apakah ini benar-benar rumah milik Jimin?. Namun mengapa rumahnya harus terletak di tengah-tengah hutan dengan pemandangan yang begitu menakjubkan. Apa pria itu yang melakukan ini semua?. Membangun jalan setapak, lalu menebang beberapa pepohonan hutan agar cahaya matahari dapat masuk untuk menyinari mansion nya, lalu membangun sebuah mansion mewah di dalamnya.
Aku pun memberhentikan mobil ku tepat di depan pintu gerbang mansion mewah milik Jimin. Aku langsung menuruni mobil ku dan berjalan menuju gerbang. Gerbang nya tertutup namun tidak di kunci. Aku bahkan dapat melihat dengan jelas mobil hitam Jimin yang masih terparkir rapi di di halaman mansion.
Aku mengedarkan atensi ku mencari sosok yang begitu aku rindukan. Aku pun mencoba untuk membuka pintu mansion milik Jimin namun hasilnya nihil. Pintu itu terkunci. Apa Jimin sedang pergi?. Tapi pergi kemana pria itu dan menaiki apa dia, jika mobil nya saja masih terparkir rapi disini. Aku yakin jika Jimin pergi tidak jauh dari sini. Mungkin saja dia sedang berjalan-jalan di hutan.
Ya benar, mungkin saja dia sedang berjalan-jalan.
Aku pun melangkah kan kaki jenjang ku menyusuri kembali jalanan setapak yang aku lewati tadi. Agaknya kemana perginya pria itu di tengah-tengah rimbunnya hutan seperti ini. Aku pun mengedarkan pandangan ku hingga aku menemukan sebuah jejak kaki yang tampak nya mengarah menuju arah perbukitan.
Lantas aku segera berlari menuju arah perbukitan. Dan...benar. Aku dapat melihat sosok seorang pria dengan sweater turtle neck berwarna putih dan celana jeans berwarna hitam yang membalut tubuhnya tampak tengah bersimpuh di depan sebuah makam sembari mengelus dengan sayang setiap inci dari batu nisan yang tertancap di atas makam tersebut.
Aku menyembunyikan tubuhku di balik pepohonan sembari melihat setiap pergerakan yang dilakukan oleh Jimin di depan makam tersebut. Dalam sekejap pemikiran ku berubah ketika melihat pria itu dengan jelas-jelas meneteskan air mata nya di depan makam berbalut sebuah pita khusus itu. Tampaknya aku belum siap untuk bertemu kembali dengan Jimin. Tapi haruskah aku kembali ke kota dengan hari yang sebentar lagi akan menjelang malam.
Aku menggigiti kuku bingung. Jika aku tetap berada disini aku takut, jika aku akan menganggu waktu sendiri Jimin. Namun, tidak mungkin juga kan aku berkendara malam-malam di hutan apalagi sendirian.
"Moonbyul-ah."
Aku tersentak ketika suara bariton milik seseorang yang begitu kenal tengah menyapa ku. Dengan gerakan Slow mo aku pun membalikkan tubuh ku perlahan.
"J-Jim..."
Seketika nafasku tercekat, ketika pria itu menatap heran diriku.
"Apa yang tengah kau lakukan di dalam hutan seperti ini?"
"Tentu saja aku mencari mu."
"Mencari ku?"
Jimin tampak mengerutkan sebelah alis tebal nya.
"Untuk apa kau mencari ku?"
Dalam hitungan detik aku langsung merengkuh tubuh erar tegap itu ke dalam rengkuhan ku.
"Aku merindukan mu."
"Darimana kau mendapatkan alamat rumah ku? Dari Sekretaris Bae?"
Aku menggeleng kan kepalaku dan semakin menenggelamkan kepalaku erat.
"Kau tidak perlu tau, darimana aku mendapatkan nya."
"Lantas, darimana juga kau tau jika aku berada disini?"
"Aku mencari mu di setiap penjuru hutan lalu menemukan jejak kaki mu dan mengikuti nya hingga kemari."
Aku semakin menempelkan tubuh ramping ku dalam pelukan Jimin.
"Baiklah...lebih baik sekarang kita kembali ke Mansion rumah ku dan aku akan mengantarmu pulang kembali ke kota."
"Tap-tapi Jim...aku masih ingin untuk tetap berada disini bersama mu. Aku tidak peduli meskipun ini di hutan, laut, pedesaan, gunung, atau apapun itu."
Jimin hanya terkekeh dan mengusap pelan pucuk kepalaku.
"Tidak Moonbyul-ah...disini terlalu berbahaya untuk dirimu. Kau tau kan bahwa ini hutan."
"Lantas, mengapa kau memilih untuk membangun rumah mu di tengah-tengah hutan yang berbahaya seperti ini?"
Jimin mendadak hanya terdiam kaku sembari menghentikan usapan sayang nya di kepalaku.
"Nantinya kau juga akan tau sendiri apa alasan ku."
"Tap-tapi..."
"Ayo...aku akan mengantarmu pulang sekarang."
Aku hanya mengangguk pasrah. Setidaknya aku sedikit lega karena Jimin tidak marah padaku yang dengan lancangnya membuntuti dirinya dan mengejar dirinya hingga sejauh ini.
Dari arah belakang aku hanya dapat melihat tubuh tegap itu berjalan dengan santai. Sejujurnya dalam lubuk hati ku, aku terluka.
Mengapa mencintai dirimu harus sesakit ini Jim?
Melihat dirinya bersimpuh dan menangisi nama orang yang telah tiada benar-benar membuat hati ku hancur. Jimin sudah cukup terluka sejauh ini dan dia masih tetap sanggup untuk memendam nya selama bertahun-tahun dengan topeng senyuman manis yang bertengger di wajah tampan nan rupawan miliknya.
"Yakk...Moonbyul-ah kau mau pergi kemana?"
Seketika aku tersadar dan menghentikan langkahku yang melangkah cukup jauh dari Jimin.
"Maafkan aku Jim."
"Baiklah...mana kunci mobilmu. Aku akan mengantarmu."
Aku mengeluarkan kunci mobilku dari dalam saku celana ku dan memberikan nya pada Jimin.
"Jika kau mengantarku pulang menggunakan mobilku. Lantas, bagaimana kau mengambil mobil mu nanti?"
"Mudah saja...aku akan menyuruh bodyguard ku untuk mengambil nya."
Jimin mengambil alih kemudi mobil dan melajukannya kembali ke kota. Bahkan aku sendiri lupa dengan tujuan awal ku yang berniat untuk sekedar membantu pria itu berkemas untuk keberangkatan nya besok ke bandara.
Namun setidaknya aku menemukan fakta baru hari ini, jika sampai kapanpun Jimin memang benar-benar akan tetap mencintai sosok Min Yaera. Hal itu terbukti dengan adanya dua makam yang terletak di atas bukit tengah hutan tadi yang aku yakini adalah makam ibu Jimin dan Yaera.
KAMU SEDANG MEMBACA
SMERALDO✓ (PJM) || [Completed]
FanficShin Moonbyul tau betul jika Park Jimin adalah definisi dari sebuah kemungkinan yang tak akan pernah bisa untuk ia genggam. Sebuah luka yang begitu indah untuk diselami dan sebuah kebahagiaan yang begitu membuai. Shin Moonbyul hanyut begitu saja pad...