"Terkadang hidup itu tak akan selamanya manis seperti es krim, namun ia bisa juga pahit sepahit Americano."
Setelah memikirkan nya dengan begitu matang dan penuh pertimbangan akhirnya tadi siang aku memberanikan diriku untuk menghubungi Yoongi oppa dan mengajak nya untuk bertemu malam ini. Rencana nya kami akan bertemu di Cafe milik Saewool pukul delapan malam nanti. Dan jika dihitung dari sekarang, aku masih mempunyai waktu sekitar satu jam untuk menyusun berbagai macam pertanyaan dalam benakku untuk dilontarkan nantinya.
Baiklah, sepertinya jika dimulai dari bagaimana bisa ayah Jimin dan ibu Yoongi oppa menikah itu bukanlah sebuah ide yang buruk. Lalu bagaimana bisa Min Yaera terbunuh, dan sebenarnya anak siapa Jaemin itu? Yoongi oppa atau Jimin?.
Aku hanya bisa menghela nafas ku memikirkan alur cerita yang begitu rumit itu. Semua pertanyaan mengenai bagaimana sebenarnya kehidupan seorang Park Jimin hingga bisa menjadi seorang penderita depresi akut muncul dalam otakku bertubi-tubi. Apakah cobaan hidupnya seberat itu? atau keluarga nya yang memang telah hancur?.
Aku hanya menggelengkan kepala ku dan menyesap americano dihadapan ku. Sensasi akan rasa pahit nya begitu mendominasi lidahku seolah membuat diriku seakan tersadar jika terkadang hidup itu tak akan selamanya manis seperti es krim, namun ia bisa juga pahit sepahit americano.
Setelah menyesap habis americano millikku, aku pun membenahi jas putih yang melekat di tubuhku lalu menenteng tas sling bag di atas meja dan beranjak pergi menuju Cafe milik Saewool.
Aku berjalan menunduk di sepanjang koridor rumah sakit. Sesekali kepalaku mendongak untuk melihat para perawat yang berjalan berlalu lalang mendorong brangkar tempat tidur pasien. Ini sudah malam dan mereka masih bertugas, melelahkan memang.
Aku pun berjalan keluar dari gedung rumah sakit menuju Cafe milik Saewool. Namun mataku sedikit menyipit ketika melihat sepasang manusia berbeda gender tengah saling beradu argumentasi malam-malam seperti ini di depan pintu cafe. Dan aku tahu betul siapa kedua orang itu. Ck, tampaknya Saewool dan Dokter Jung suka sekali mengungkit-ungkit kembali masalah yang jelas-jelas telah berlalu sejak dua hari yang lalu. Aku pun berjalan melewati keduanya tanpa ada niat sedikit pun untuk sekedar melerai keduanya. Biarkan saja mereka, nantinya jika salah satu dari mereka sudah muak, mulut mereka pasti akan berhenti dengan sendirinya.
Aku mendudukkan diriku di salah satu meja yang terletak di salah satu sudut cafe. Malam ini pengunjung cafe tampaknya tak terlalu ramai padahal masih belum larut malam. Aku menatap lamat ponsel dengan digit apel yang berada ditanganku.
Haruskah aku menghubungi Yoongi oppa lagi?.
"Anyyeong..."
Aku mendongakkan kepalaku dan melihat sosok dengan stelan jeans casual nya mendudukkan tubuhnya di seberang meja ku.
"Oppa?"
"Maaf jika kau sudah menunggu lama Moonbyul-ah, aku harus pulang dulu untuk mengganti baju ku."
"Tidak oppa, aku juga baru datang."
Yoongi oppa hanya mengangguk dan setelahnya hanya suasana hening yang tengah mendominasi atmosfer di sekeliling kami. Aku bingung harus mulai mengajukan pertanyaan dari mana.
"Hm...oppa, Jaemin itu anakmu?"
Dan ya, akhirnya salah satu pertanyaan yang begitu mengganjal di otakku telah aku lontarkan. Yoongi oppa hanya menggeleng sebagai jawaban. Lantas aku mengerutkan kedua alisku.
"Lalu jika dia bukan anakmu, lantas mengapa dia memanggil mu dengan sebutan Daddy?"
"Jaemin sebenarnya adalah keponakan ku. Aku mungkin belum pernah menceritakan ini kepadamu. Tapi ya, sebelum meninggal Yaera sempat menikah dan melahirkan Jaemin."
Aku hanya mengangguk. Terkejut? awalnya. Karena sebenarnya aku juga sudah mengetahui nya.
"Lalu dimana suaminya?"
"Dia masih berada di Seoul namun tidak tinggal bersama dengan ku dan Jaemin."
"Jadi Jaemin dan ayahnya tinggal terpisah? Kenapa?"
"Aku yang memutuskan untuk membawa Jaemin bersamaku karena aku khawatir jika ayahnya tak bisa mengurus nya. Bahkan ayahnya sendiri saja tak bisa untuk sekedar mengenal dan mengurus dirinya sendiri apalagi mengurus bocah seperti Jaemin."
"Kenapa kau bisa berpikir begitu oppa, bukankah bagaimana pun juga dia adalah ayah kandung Jaemin."
"Kau tak mengerti Moonbyul-ah. Ayah Jaemin menderita depresi karena terpukul akan kematian mendiang adikku. Maka dari itu aku sangat khawatir jika membiarkan Jaemin tinggal bersama dengannya."
"Bukankah artinya sama saja dengan kau memisahkan seorang ayah dan anaknya sendiri oppa? Lalu bagaimana jika kelak Jaemin tidak tau siapa ayahnya yang sebenarnya?"
"Tidak...aku masih mengijinkan ayah Jaemin untuk bertemu dengan Jaemin dan bahkan dia juga sering mengunjungi Jaemin untuk bermain atau sekedar menghabiskan waktu mereka bersama."
"Kalau boleh tau siapa ayah Jaemin oppa?"
Tanpa sadar aku meremat jas putih ku dengan erat. Tidak-tidak, aku sudah tau nama siapa yang nantinya akan keluar dari bibir tipis Yoongi oppa.
"Park Jimin, pria yang menjabat sebagai seorang Ceo di perusahan elektronik terbesar Korea, PJM Corp Electronik."
Deg
Dan ya, sesuai dengan tebakan dan kenyataan bukan?. Jimin pria itu memang benar-benar sudah membohongi diriku selama ini.
"Pa-park Jimin?"
Yoongi oppa mengangguk dan menundukkan kepalanya dalam.
"Dia adalah adik tiri ku sekaligus suami dari adikku Min Yaera."
Sebuah senyuman getir terpatri di bibir ku begitu ketara dengan jelas. Akhirnya sebuah pertanyaan yang selama ini bercabang dalam otak ku dan menganggu tidur ku setiap malamnya telah terjawab. Meskipun pada kenyataannya aku kecewa jika jawaban yang begitu aku harapkan tidak keluar dari bibir kekasih ku sendiri melainkan dari bibir orang lain. Dan entah sampai kapan Jimin akan menutup rapat-rapat bibir nya itu dari diriku dan menyembunyikan sebuah kebenaran yang terdengar seperti sebuah mimpi buruk dalam hidup ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
SMERALDO✓ (PJM) || [Completed]
FanfictionShin Moonbyul tau betul jika Park Jimin adalah definisi dari sebuah kemungkinan yang tak akan pernah bisa untuk ia genggam. Sebuah luka yang begitu indah untuk diselami dan sebuah kebahagiaan yang begitu membuai. Shin Moonbyul hanyut begitu saja pad...