Chapter 30

144 27 8
                                    

"Pria itu tidak benar-benar mencintai diriku seperti aku yang begitu mencintai dirinya."







Aku berjalan di antara temaram nya lampu jalanan yang menerangi area pertokoan di dekat kawasan Sungai Han. Bahkan jika dihitung, aku baru saja melangkahkan kaki ku sebanyak tujuh langkah meninggalkan kawasan Sungai Han. Jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam namun aku tidak berminat sama sekali untuk buru-buru pulang ke apartmen milikku.

Aku tetap melangkah kan kedua tungkai kaki ku dengan santai sembari memasukkan kedua telapak tangan ku ke dalam saku Coat hitam milikku. Setiap kata yang keluar dari bibir tipis Professor Jeon benar-benar sulit untuk aku cerna. Apa karena aku yang terlalu memasukkan setiap perkataan nya ke dalam hati ku dan merasakannya. Bukannya memasukkan nya ke dalam otak ku dan memikirkan nya. Entahlah, rasanya pasti juga akan sama saja. Sakit.

Cinta mungkin hanyalah sebuah emosi sesaat. Dia datang secara tiba-tiba dan menghantam dirimu layaknya sebuah ombak lalu pergi meninggalkan dirimu begitu saja. Namun tidak bagi diriku. Park Jimin bukan hanya sebuah emosi sesaat ataupun pelampiasan sementara untuk kehidupan abu-abu ku. Dia lebih dari itu. Karena setiap tetesan air mata yang aku keluarkan untuk dirinya adalah bentuk definisi dari perasaan ku padanya.

Dan jika boleh aku mendefinisikan sosok Park Jimin untuk dunia maka aku dengan lantangnya akan berkata,'Tuhan, mengapa engkau tega menyakiti sosok sebaik Park Jimin?'

Dan dengan keras nya maka aku akan berteriak, 'Ini tidak adil untuk Jimin. Karena dia juga manusia biasa dan dia berhak untuk merasakan kebahagiaan.'

Sampai kapanpun kebahagiaan tidak akan pernah bisa di beli dengan uang maupun harta. Jika pun itu bisa, mungkin saat ini Jimin sudah menjadi manusia paling bahagia di muka bumi ini bukan? Karena kekayaan dan harta nya yang melimpah. Namun nyatanya apa? Pemuda itu justru terjerat ke dalam lembah luka yang begitu dalam dan akan terus menghantui kehidupannya.

Tes tes tes

Aku menundukkan kepalaku dalam. Tiba-tiba tetesan air hujan jatuh tepat di kepalaku. Aku pun mendongak kan kepalaku perlahan. Benar, ternyata malam ini mendung dan sebentar lagi akan turun hujan namun aku juga sama sekali tak berniat untuk sekedar melindungi tubuhku dari setetes demi setetes air hujan yang turun dan sebentar lagi mungkin akan menjadi lebih deras.

"Moonbyul-ah..."

Aku menoleh kan kepalaku. Mataku menyipit guna melihat sosok pemuda dengan balutan hodie biru dengan celana jeans nya berlari mendekat ke arah ku sembari membawa payung transparan di tangannya.

"Op-oppa?"

Namjoon oppa berlari mendekati diriku dengan nafasnya yang berhembus tidak teratur. Aku rasa dia baru saja mencari diriku.

"Huh-...apa yang sedang kau lakukan disini? Kau tau? Dari tadi aku sangat khawatir mencari dirimu karena keadaan apartment mu yang kosong."

"Bukannya kau pergi ke luar kota oppa?"

"Aku baru saja pulang dan berniat untuk mengambil barang-barang ku yang masih berada di tempat mu. Namun melihat dirimu yang tidak ada di apartment apalagi saat hujan-hujan begini membuat aku khawatir. Ayolah, apa kau sudah gila Shin Moonbyul? Ini sudah sangat larut malam apalagi sebentar lagi hujan akan turun dengan derasnya tapi apa? Kau malah berkeliaran malam-malam begini."

Aku hanya dapat menundukkan kepala ku lamat melihat Namjoon oppa yang tampak cemas menatap diriku.

"Maafkan aku oppa, tadinya aku baru saja akan pulang."

Namjoon oppa hanya mengangguk dan lekas membagi payungnya bersama ku.

"Ngomong-ngomong dari mana kau tau jika aku tengah berada di Sungai Han oppa?"

"Hanya feeling."

Tubuh tegap berbalut hodie biru itu tampak tenang berjalan di samping ku. Sangat berbeda dengan diriku yang begitu tampak gelisah. Rasa-rasanya aku sangat ingin memeluk tubuh tegap milik saudara sepupu ku itu dan menangis sejadi-jadinya dalam pelukan hangatnya dan mengadu semua rasa sakit yang tengah aku rasakan.

Tiba-tiba aku memberhentikan langkah kaki ku dan membiarkan Namjoon oppa berjalan lebih dulu dengan payung di tangannya. Aku berlari menuju ke arah Namjoon oppa dan-

Grepp

Aku merengkuh erat tubuh tegap berbalut hodie biru itu. Aku terisak dalam rengkuhan ku sendiri.

"Yakk-...Hei apa yang terjadi padamu Byul-ah?"

Namjoon oppa tampak membalikkan badannya dan menjatuhkan payung transparan yang tadinya memayungi tubuh kita berdua. Tangan kekar terulur memeluk erat diriku dengan tatapan matanya yang tampak begitu cemas.

"Yakk-...katakan padaku Byul-ah ada apa sebenarnya? Apa ada yang mencoba untuk menyakiti dirimu?"

Aku menggeleng kan kepalaku dan semakin menenggelam kan diriku dalam pelukan Namjoon oppa. Aku butuh sandaran untuk saat ini dikala aku benar-benar merasa lelah.

"Lalu kenapa kau tiba-tiba menangis sesenggukan seperti ini? Katakan kepada ku ada apa?"

Aku menetralkan detak jantung ku dan suara ku yang seseggukan lalu perlahan mengangkat wajah ku dan menatap pria di hadapan ku ini.

"Jimin akan pergi oppa. Dia tidak benar-benar mencintai diriku. Jim-Jimin, pria itu menderita oppa. Ak-aku tid-tidak mau kehilangan dirinya oppa. Tidak mau."

"Hei...katakan dengan jelas apa yang terjadi pada Jimin dan mengapa dia tidak mencintai dirimu?"

Namjoon oppa memegang erat kedua pundak ku dan menatap lamat diriku yang masih menangis sesenggukan.

"Baiklah...begini saja, kita pulang terlebih dahulu lalu kau bisa menceritakan semua masalah mu padaku. Daripada kita hujan-hujanan seperti ini. Nanti kau bisa sakit Moonbyul-ah."

Aku terus menggeleng kepalaku dan menangis sesenggukan lalu tiba-tiba Namjoon berjongkok dan menggendong tubuh ku di punggungnya. Aku mengalungkan kedua tanganku di leher Namjoon oppa dengan air mata yang terus-menerus menetes. Aku lelah, memikirkan kepergian Jimin namun di satu sisi aku juga begitu terluka menemukan fakta jika pria itu tidak benar-benar mencintai diriku seperti aku yang begitu mencintai dirinya.

SMERALDO✓ (PJM) || [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang