MMPP! 11

9K 350 0
                                    

Sepulang dari hotel, pasangan baru itu hanya mampir sejenak ke rumah keluarga Smith untuk mengambil berbagai kelengkapan hidup Valerie. Setelahnya mereka langsung menuju apartment Naresh. Ya, mereka sepakat tinggal di sana berdua saja.

"Kalau ada yang mau kamu rubah, bilang aja." ujar Naresh mempersilakan istrinya agar unit itu tetap nyaman untuknya.

Valerie mengangguk. Untuk saat ini gadis itu masih belum terpikirkan bagaimana konsepnya, namun nanti pasti akan ada yang ia ubah. Sekarang fokus Valerie ialah memindahkan pakaiannya ke dalam lemari dan mengisi kulkas dengan beberapa bahan makanan yang tadi mereka sempatkan berbelanja di supermarket.

"Naresh, lemarinya sudah penuh baju kamu semua. Gimana nasib baju-bajuku?!" gerutu Valerie setelah membuka dan menggeser lemari putih tiga pintu tersebut.

"Keluarin aja sebagian baju-bajuku, nanti aku masukin di lemari kamar sebelah."

"Terserah aku aja, nih?"

"Iya, terserah aja. Nanti aku tetap bisa ambil baju dari sebelah kok."

"Oke." ucap Valerie dengan semangat empat lima.

Naresh berjalan ke atas nakas di mana ponselnya berdering. "Val, aku angkat telepon mama dulu, ya."

Valerie mengangguk santai, membiarkan Naresh keluar kamar karena dirinya memang butuh waktu sendiri untuk merapikan barang-barang pribadinya.

*

Kembali memasuki kamar setelah bincang singkat via telepon dengan sang ibu, Naresh hanya dapat mengelus dadanya. Berharap kesabaran menghadapi Valerie tidak akan berkurang.

"Ini serius baju-bajuku segini yang harus dikeluarkan?" tanya Naresh memastikan.

Dengan tanpa dosanya gadis itu mengangguk sambil tersenyum. "Dikit aja, 'kan? Aku memang sengaja enggak bawa bajuku banyak-banyak juga, sih."

Sedikit katanya?
Bahkan pakaian Naresh yang keluar dari lemari itu lebih dari tujuh puluh persen. Sepertinya hanya dalaman saja yang tidak Valerie keluarkan.

"Gimana kalau baju-baju kamu setengahnya di lemari kamar sebelah juga? Jadi bajuku beberapa masih bisa masuk lagi."

"Tadi katanya terserah!! Kenapa sekarang mau diubah lagi? Enggak suka, ya?"

"Bukan begitu, Val. Tapi nanti aku jauh banget mau ambil kaos doang."

Valerie berdecak sebal. "Ya, oke..." Gadis itu mengeluarkan bajunya pada salah satu rak dan membiarkan baju-baju Naresh yang mengisi.

"Bisa tambah lagi enggak yang digantung ini? Untuk Chef Jacket dua ini aja." tawar Naresh lagi.

Valerie menurunkan dua dress cantik yang sudah digantung, lalu menggantinya dengan pakaian koki Naresh. "Apa lagi?"

Pria itu membuka dua laci besar yang ada di bagian bawah lemari untuk memeriksa apa saja yang ada di sana. Ternyata bagian dalaman, yang lagi-lagi milik Naresh terhimpit oleh warna-warni bra dan celana dalam Valerie.

"Wow! Jadi warna-warni gini isinya."

"Iya lah, namanya perempuan!! Memang kamu, warna gelap semua itu dalaman."

Naresh menutup laci dan berdiri di hadapan Valerie. "Ntar kamu kaget kalau dalamanku tiba-tiba warna pink."

Valerie terkekeh membayangkan jika ucapan suaminya itu benar. "Enggak apa-apa, dong. Zaman sekarang, fashion itu enggak mengkotak-kotakan antara laki-laki dan perempuan. Di luar negeri, sudah banyak cowok pakai heels."

"Mau lihat aku pakai heels?" tantang Naresh.

Valerie cepat-cepat menggeleng dan melompat ke tubuh pria itu. Melingkarkan kaki di pinggang Naresh dan mengalungkan tangan di leher pria itu. "Be normal, okay?"

Naresh terbahak. "Aku pikir kamu akan make up-in aku, terus pinjamin dress dan heels kamu."

"Enggak boleh... Naresh harus tetap begini, seperti sekarang."

Barulah pria itu membalas pelukan Valerie. "Iyaaaaaa..."

*

Untuk urusan makan, mereka tidak perlu bingung meski Valerie tidak bisa memasak, karena ada Chef Naresh yang bisa menanganinya. Tugas Valerie hanya sebagai asisten yang membantu mengambilkan ini dan itu, sebab memotong-motong pun ia terlalu kaku. Seperti pada malam harinya, untuk makan malam mereka mengeksekusi dapur berdua.

"Tadi kenapa mama telepon kamu?" tanya Valerie sembari membantu merapikan kembali wadah bumbu-bumbu ke dalam lemari gantung—dengan bantuan kursi karena Valerie terlalu pendek.

"Mama kasih solusi untuk asisten rumah tangga. Nanti setiap senin sampai jum'at, dari jam delapan pagi sampai jam lima sore, akan ada asisten yang datang ke sini untuk bantu beres-beres rumah... dan mungkin nemenin kamu."

Valerie turun dari kursi dan mengembalikannya ke depan mini bar mereka. "Memangnya jam kerja kamu jam berapa?"

"Jam berapa aja." enteng Naresh, tangan pria itu dengan lincah mengaduk masakan.

"Emang boleh seperti itu?"

Naresh tertawa geli. "Boleh. 'Kan restoranku sendiri."

"Tapi, 'kan enggak boleh seenaknya." timpal Valerie, walau sebenarnya dia sendiri selalu seenaknya dalam hidup.

"Memang enggak boleh. Tapi kalau aku mau, aku bisa di sana dari restoran buka sampai tutup. Kamu mau sendirian selama itu?"

"Enggak apa-apa. Aku bisa habisin waktu di sini, atau ke rumah papa, bisa juga ketemu Gladys, kalau udah bosan banget aku bisa shoping."

Naresh mengangguk. Lalu memilih menuangkan masakannya ke dalam mangkuk besar dibanding menanggapi ucapan Valerie.

"Ambil nasinya, aku bawa ini ke meja makan." titah Naresh.

Bagai anak yang menurut dengan ayahnya, Valerie pun melaksanakan perintah Naresh untuk mengambilkan nasi secukupnya di masing-masing piring mereka.

"Jadi kamu beneran akan di resto dari jam buka sampai jam tutup Naresh?" Valerie menghampiri Naresh di meja makan dan membawa dua piring nasi tadi, ia bertanya lagi karena masih penasaran dengan keputusan pria itu.

"Mungkin paginya iya, aku akan datang saat resto buka. Tapi pulangnya, aku usahakan lebih cepat. Kasihan kalau kamu sendiri di sini, pasti bosan."

"Aku tetap boleh jalan-jalan, 'kan?" tanya Valerie lagi yang entah mengapa perempuan itu begitu cerewet.

"Asal enggak selingkuh dan enggak menyakiti orang." tukas Naresh. Bercanda namun tegas.

Valerie terkekeh geli. "Astaga, Naresh... Aku enggak akan selingkuh. Tenang aja."

"Hati orang mana ada yang tahu, sih."

Valerie menyipitkan mata penuh selidik. "Awas aja kalau kamu yang selingkuh!!"

"Orang yang aku cinta sudah ada di sini, sebagai istri. Apa lagi yang harus aku cari?"

"Seingatku Naresh yang dulu enggak suka menggombal." cibir Valerie geli.

"Sampai sekarang juga enggak suka."

"Itu barusan,"

Naresh menggeleng tidak habis pikir. "Dasar bocah... Enggak paham mana yang gombal dan mana yang serius."

Make Me Pregnant, Please!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang