MMPP! 14

10.8K 490 55
                                        

Membuka mata di pagi hari, Valerie tidak menemui figur Naresh berada di sampingnya. Mengingat ada orang lain di antara mereka, Valerie segera mengenakan kembali pakaian yang tercecer di lantai akibat pergulatan panas semalam. Lalu berlari keluar mencari suaminya.

Akurat.

Naresh dan Natasha sudah berbincang di meja makan. Untungnya tidak berdua, ada Bibi Erna yang sedang beres-beres di dapur membersihkan alat-alat yang digunakan untuk masak tadi.

Dengan sikap apatis, Valerie tiba-tiba duduk di pangkuan Naresh, posisi menyamping. "Sayang, kenapa kamu enggak bangunin aku?" tanyanya manja dengan wajah bangun tidur dan rambut semrawut.

Naresh terperangah. Sayang? Sejak kapan?

Valerie mengalungkan kedua tangan di leher Naresh dan bersandar pada pundak pria itu. "Aku hari ini mau ikut kamu kemana pun."

Natasha menatap jengah pada gadis yang lebih mirip disebut bocah tersebut. Di saat ia sedang nestapa, tetapi dengan santainya Valerie malah memamerkan keintiman.

"Ya, oke, kamu boleh ikut. Sekarang kamu duduk sendiri, ya, kita mau makan." ujar Naresh seraya menarik kursi untuk Valerie.

Valerie menurut, namun begitu memepetkan posisinya dengan Naresh. Pengamatan mata wanita itu menatap lurus ke arah Natasha, seakan gadis itu seekor hewan buas yang bisa menerkam Naresh kapan saja.

"Semalam Indra nelepon aku berulang kali, Naresh. Aku yakin, hari ini dia akan benar-benar nyari aku." tutur Natasha menginformasikan.

Naresh mengangguk. "Semalam dia juga hubungin aku. Kamu tenang aja, karena aku sudah bilang sama dia kalau kamu enggak ke sini dan aku cerita tentang Valerie juga, jadi aku rasa dia percaya."

"Gimana kalau tiba-tiba dia datang?" cemas Natasha.

"Aku akan minta penjagaan ketat sama sekuriti di bawah supaya melarang Indra naik ke sini kalau sewaktu-waktu datang." timpal Naresh. Pria itu benar-benar tulus membantu karena terlalu miris dengan kondisi Natasha.

Bimbang, Natasha pelan-pelan menyampaikan gagasannya. "Kalau hari ini aku ikut kalian?"

"Enggak bisa." sahut Valerie cekatan. "Sama aja kamu melanggar privasi suami dan istri. Kamu singgah di sini aja sudah sebuah kesalahan."

Naresh bungkam. Bukan tidak bisa menegur Valerie, namun tidak mau menjatuhkan harga diri istrinya di depan wanita lain. Itu akan sangat melukai perasaan Valerie. Dan lagi, perkataan Valerie memang ada benarnya.

Tahu diri dan tidak mau semakin terlihat menyedihkan, Natasha mengangguk lesu. Berdalih dengan topik lain, "Kalian sejak kapan menikah?"

"Kurang lebih baru seminggu." singkat Naresh.

"Tapi kamu enggak pernah cerita sedang dekat sama seseorang," jeda Natasha, memicingkan mata dengan curiga. "Atau jangan-jangan..."

"Jangan-jangan apa?!" sewot Valerie.

"MBA?" tanya Natasha tanpa ragu. Perang dingin di antara mereka sudah menjadi panas.

"MBA atau bukan, enggak ada urusannya sama kamu." tegas Valerie.

"Jadi benar, Naresh?" Natasha mencari jawaban Valid.

"Enggak lah." santai pria itu namun serius. "Aku sudah lama kenal Valerie. Pernah pacaran juga, jadi setelah dipertemukan kembali, aku pengin serius sama dia."

"Kenapa kamu enggak ngundang aku sama Indra?" protes Natasha tidak terima.

Naresh terkekeh. "Private."

"Aku sama Indra teman kamu, Naresh. Apa istri kamu yang enggak izinin?"

"Enak aja kalau ngomong!!" sentak Valerie dengan garang.

"Enggak, kok, bukan karena Valerie. Waktu itu aku tahu kalau kamu sama Indra lagi agak memanas juga, jadi aku memutuskan enggak ngabarin."

Natasha mendengus sebal. "Tega banget kamu, Naresh!!"

"Caper banget sama suami orang." gumam Valerie.

"Val, kamu mending mandi. Katanya mau ikut aku?" Naresh mendengar gerutuan Valerie, sebab itu melerai mereka sebelum benar-benar adu mulut dan adu otot.

"Tapi temanin." pinta Valerie.

"Tum-"

Valerie mengecup bibir Naresh singkat, agar pria itu tidak melanjutkan kata 'tumben' yang ingin terlontar. Tengsin, Valerie akan kalah di depan Natasha. Maka dengan segera Valerie membawa suaminya.

***

"Kenapa?"

Valerie mengalihkan pandangan dari luar jendela mobil, kini melempar tatapan pada Naresh. "Apanya?"

"Tadi kamu kenapa? Enggak biasanya begitu."

"Apanya?" tanya Valerie lagi, membuat Naresh menghela berat.

"Tumben panggil sayang, tumben duduk dipangkuanku dan... kenapa cium aku di depan Natasha?"

Valerie menatap lurus jalanan di depan mata, kemudian mengedikkan bahu tak acuh. "Enggak."

"Aneh," cibir Naresh sengaja memancing.

"Enggak boleh aku panggil kamu sayang? Kamu enggak suka pangku aku? Dan apa aku enggak boleh cium suamiku sendiri di depan orang lain?" tanya balik Valerie dengan kesal.

Naresh terkekeh sembari memutar stir mobilnya. "Kok sensi?"

"Lagian sih, nanyanya aneh banget!!"

"Kok aneh? Enggak aneh dong. Justru yang aneh itu kamu, mendadak enggak biasa." balas Naresh dengan nada santai.

"Ya, enggak apa-apa. Aku pengin aja ngelakuinnya. Tapi kalau memang kamu enggak suka, nanti aku enggak lakukan lagi."

"Hei," Tangan kiri Naresh meraih tangan kanan Valerie untuk digenggam. "Kamu boleh melakukan apapun, oke?"

"Kapan Natasha pergi dari apartment?" Valerie tidak ingin berbasa-basi tidak jelas.

"Kok gitu?"

"Aku enggak nyaman lihat kamu sama dia, Naresh."

Naresh mengangguk. "Aku akan bantu masalah dia secepatnya."

"Bener?"

Pria itu tersenyum, mengelus puncak kepala Valerie sejenak dan berkata, "Bener, sayang."

Pipi Valerie bersemu merah menahan malu mendengar kata sayang yang Naresh lontarkan.

"Kenapa pipinya merah gitu?" iseng Naresh mencuri pandang.

Valerie menggeleng, refleks menutup wajahnya dengan kedua tangan. Hal itu justru memancing tawa Naresh. Baginya, Valerie yang menggemaskan seperti ini sangat menyenangkan untuknya.

***

Thank you yang udah jawab pertanyaan di part sebelumnya. Aku tahu kalian enggak suka konflik orang ketiga, sama akupun begitu. Kita lihat bagaimana cerita ini ya...

300 vote dan 50 coment untuk next part, oke?

Make Me Pregnant, Please!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang