MMPP! 13

8.8K 369 35
                                    

Jika di dalam drama ada peran wanita tersakiti yang kemudian hanya akan menangis ketika melihat sang suami dekat atau melakukan indikasi-indikasi untuk tidak setia, maka berbeda dengan Valerie. Faktor perasaan yang belum menentu membuat Valerie tidak melakukan drama mainstream semacam itu. Tapi tetap saja Valerie tidak akan terima jika Naresh melakukan tindakan yang berpotensi menodai rumah tangganya dan mungkin juga menyakiti hatinya.

Dengan gaya beraninya gadis itu menarik Naresh untuk ikut berdiri, lalu merangkul pinggang pria itu untuk membuktikan bahwa Naresh adalah miliknya. Hanya miliknya. Tidak boleh disentuh orang lain.

Natasha berusaha keras menekan perasaan sedihnya karena dia kaget sekaligus penasaran siapa sebenarnya sosok perempuan tidak sopan yang menarik Naresh secara tiba-tiba.

"Apapun alasannya, menangis sambil peluk suami orang itu tindakan enggak benar." ketus Valerie.

"Suami?" Natasha melempar pandangan pada Naresh. "Kamu sudah menikah, Naresh?"

Tidak memberi kesempatan Naresh untuk bicara, Valerie mengulurkan tangan dengan congkak ke arah Natasha. "Valerie Noura Smith. Nyonya Naresh Hernansyah."

Natasya menjabat dengan lemah. Kemudian menatap Naresh bertanya, "Benar dia istri kamu, Naresh?"

Valerie berdecak. "Susah banget, sih, percaya sama orang."

"Naresh," desak Natasha tanpa peduli ucapan Valerie.

"Iya, Valerie istriku." jujur Naresh pada akhirnya.

Valerie tidak tahu siapa Natasha ini. Dari tampangnya terlihat sangat menyedihkan, tetapi tidak menyentuh rasa kasihan Valerie karena pertemuan pertama mereka yang terjadi sangat buruk.

"Ayo, kita keluar." Valerie memeluk tubuh Naresh dari samping dan menuntun pria itu keluar dari kamar tamu.

"Istirahat, Sha." Hanya itu yang sempat Naresh ucapkan pada Natasha karena Valerie begitu posesif membawanya pergi.

***

"Aku memang pernah bilang, kamu tetap boleh bahagia sama wanita pilihan kamu, tapi itu dulu, Naresh. Sebelum kita menikah. Sekarang kita sudah menikah, hubungan kita sakral. Aku enggak akan pernah mau ada orang ketiga, keempat, kelima atau ke berapapun itu. Cukup kita. Aku dan kamu." tegas Valerie. Mereka sudah berada di kamar dan sedang duduk saling berhadapan di tengah tempat tidur dengan kaki masing-masing bersila.

Pandangan Naresh lurus menatap wajah cantik Valerie, lalu sepercik tawa terlalu menggelitik untuk ditahan si pria.

Valerie kesal, memukul dada Naresh dengan guling. "Kok ketawa, sih?!"

"Rugi banget, ya, andai waktu itu aku enggak ngebet nikahin kamu."

"Kita lagi bahas hal lain, Naresh. Jangan mengalihkan!" hardik Valerie.

Naresh memajukan tubuh untuk menarik gadis itu dalam dekapannya. "Ya, abisnya lucu, sih. Posesif tapi bikin gemas."

Mendorong dada Naresh, Valerie tidak terbuai rayuan itu. "Apa coba maksudnya dengan kamu yang pasrah aja dipeluk sama dia?!"

"Enggak ada yang mau peluk aku, kecuali dia." sarkas Naresh yang membuat Valerie refleks memeluknya dengan erat.

"Sekarang ceritakan. Dia siapa? Kenapa kalian pelukan? Kenapa dia ada di sini?" tembak Valerie bertubi.

"Ralat, dia yang peluk aku. Kalau pelukan, artinya saling. Tapi di sini, cuma dia yang melakukan." ucap Naresh, mengambil jeda sesaat sebelum melanjutkan. "Perempuan itu namanya Natasha. Pertama kali kenal dia karena pernah reservasi di resto untuk acara bridal shower temannya, dan berlanjut jadi teman karena aku bukan tipe orang yang menutup diri. Aku senang punya banyak kenalan."

"Terus?"

"Masih ingat Indra?" Naresh bertanya sebelum melanjutkan pembahasan agar Valerie paham alur ceritanya dan siapa saja tokoh yang terlibat.

Valerie mendongak. "Indra? Indra yang mana?"

"Indra Aufar."

Valerie kembali menyandarkan pipi dan telinga kirinya di dada Naresh, mendengarkan detak jantung pria itu yang cukup menenangkan kegundahannya. "Oh, itu... Aku ingat, sih, kalau dia teman kamu, tapi aku lupa wajahnya."

"Enggak penting juga untuk diingat." jawab Naresh. "Back to topic. Sekitar satu setengah tahun lalu aku iseng jodohin mereka. Enggak tahu bagaimana setelah itu, aku enggak ikut campur, tapi mendadak mereka menikah. Ya, sebagai teman aku bahagia dengar kabar bahagia itu."

"Terus masalahnya di mana?"

"Setelah menikah, Natasha enggak jarang dapat perlakuan kasar. Indra terlalu sering main tangan."

Valerie bergidik ngeri membayangkannya. Dirinya saja akan menangis jika dibentak, apa lagi dipukul. "Penyebabnya apa sampai Indra setega itu?"

"Apapun yang menurut Indra salah, dia akan langsung main tangan ke Natasha."

Valerie melerai tubuh mereka, kembali menegakkannya. "Terus kenapa Natasha datangnya ke kamu?"

"Dia di sini sendiri, Val. Orang tua dan keluarganya tinggal di luar kota. Dan sebagai orang yang sudah berusaha menjodohkan mereka, aku rasa aku perlu memberi pertolongan untuk Natasha."

"Tapi aku enggak suka kalau kalian pelukan gitu."

"Kenapa?" pancing Naresh, mengusap dagu Valerie dengan lembut. "Kamu cemburu?"

"Enggak suka."

"Enggak suka artinya cemburu, 'kan?" goda Naresh menahan senyum geli.

"Pengin banget dicemburuin!!" cibir Valerie sembari tertawa ringan.

"Iya lah, supaya kelihatan sayangnya."

Valerie memajukan wajah dan memberi kecupan singkat di bibir Naresh. "Aku sayang kamu, kok."

"Iya, aku tahu. Enggak mungkin seposesif tadi kalau enggak sayang, 'kan?"

Valerie terkekeh malu. "By the way, dia di sini sampai kapan?"

"Aku juga belum tahu. Mungkin sampai beberapa hari ke depan."

"Dia sering begini, Naresh?"

"Sebelumnya pernah sekali dia berlindung di sini juga, sekitar semingguan."

Mata Valerie membola. "Kalian enggak macem-macem, 'kan?"

Giliran Naresh yang ketawa. "Enggak ada yang nekat macem-macemin aku, kecuali kamu sendiri."

"Awas aja kalau bohong!" ancam Valerie.

Naresh mendorong Valerie secara pelan agar tubuh wanita itu berbaring telentang di hadapannya, lalu ia setengah menindih tubuh Valerie. "Macem-macemin kamu aja gimana?"

"Boleh." Valerie mengangguk sambil tertawa geli.

Naresh mengendus wangi tubuh Valerie di sekitar rahang. Menjilati leher perempuan itu dan juga menggigitnya pelan. Sementara tangannya menggoda dada Valerie yang masih terbungkus rapi.

Tergesa, Naresh membuka baju Valerie dan melepaskan bra berwarna merah maroon yang wanita itu kenakan. Naresh menggoda puting payudara kiri Valerie dan menghisap yang sebelah kanan.

"Eugh... ahhh..." erang Valerie cukup nyaring karena merasa geli, namun juga nikmat.

Naresh berhenti dan mendongak. "Pelan-pelan, nanti di dengan Natasha sama Bibi Erna."

Pipi Valerie bersemu merah mengingat jika bukan mereka saja yang ada di apartment.

"Enggak bisa," polos Valerie.

"Tutup mulut pakai tangan." bisik Naresh dengan sensual. Pria itu memang sengaja menggoda Valerie, karena faktanya suara mereka tidak akan terdengar hingga keluar asalkan pintu ditutup rapat.

***

Tenang aja, konflik utama cerita ini enggak akan melenceng dari judul.

Tapi aku mau tahu, kalian suka enggak sih kalau suatu cerita ada konflik orang ketiga?

Make Me Pregnant, Please!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang