05. Where Is Justice?

290 112 65
                                    

"LEA KARENA LO MIRA MATI!"

"LO JUGA HARUS IKUT MATI!"

"LEA LO GA PANTES HIDUP! MATI SANA!"

"LEA..."

"... mati ..."

"... mati ..."





"AHH!!"

Mataku terbuka dan langsung terduduk. Ah, ini mimpi buruk ternyata, jelas aku sungguh takut jika Mira benar-benar meninggal.

Aku mencoba menetralkan nafas, dengan berhati-hati aku mencoba menyentuh pelipis-

Ya Tuhan apa ini?!

Aku beranjak dari ranjang, lalu segera berlari ke kaca yang ada di dekat lemari.

"Lu-luka nya?" Aku kembali meraba sekujur tubuhku, bahkan di pergelangan tangan, sedikitpun tidak ada luka yang di buat Jennie dan Mira, apalagi luka di kakiku saat tersandung.

Tubuhku bersih tanpa luka. Hanya saja pergelangan kakiku masih terasa sedikit sakit.

"Lea?" Aku menoleh ke arah pintu, ada bang John disana, menatapku dengan raut wajah bingung. "Kenapa teriak?"

"Engga, tadi cuma mimpi buruk," ujar ku.

Bang John lantas mengangguk, "yaudah, selesai mandi turun ke bawah ya, kita makan bareng." Aku mengangguk seadanya, lalu bang John langsung pergi dari sana.

Sedangkan aku di sini masih bingung, dan juga aku... takut.

Aku menghiraukan itu untuk sementara waktu, lalu segera mungkin berlari ke kamar mandi. Aku takut juga jika telat pergi ke sekolah nantinya.

Setelah siap aku langsung berjalan ke dapur, disana sudah ada bang John di meja makan. Bang John menatapku seperti biasanya, datar. Aneh sekali, bukannya dia kemarin melihat aku luka-luka juga ya?

"Lea cepetan makan, nanti abang yang anterin ke sekolah," ujar bang John, membuat aku buru-buru duduk di salah satu kursi.

Kami makan dengan keadaan hening, aku dan bang John memang agak canggung semenjak sudah beranjak remaja. Entahlah aku terkadang jika bersamanya, merasa seperti bukan dengan saudara sendiri karena canggung.

"Eum, bang." Panggilku ke bang John, dengan cepat bang John langsung menoleh ke arahku.

"Muka ku sama yang kemarin beda ga?"

Bang John tampak memicingkan kedua matanya, lalu dia menggeleng, "engga, kamu kaya kemarin kok." Jawab bang John tampak yakin.

"T-tapi kemarin bukannya abang liat-"

"Ah, udah mau jam tujuh. Udah kan makannya? Ayo cepet, abang juga harus buru-buru ke kantor," bang John memotong cepat ucapanku setelah dia menatap arloji miliknya.

Lagi-lagi aku hanya mengangguk pelan, lalu meneguk air di gelas.

***


"Kamu yang baik belajarnya ya."

"Iya, abang hati-hati."

Bang John tersenyum mendengar ucapanku, lalu setelahnya ia langsung meninggalkan perkarangan sekolah.

Lagi dan lagi aku harus mengucapkan bahwa aku sangat takut, sungguh.

Ketakutan ku semakin menjadi-jadi kala berjalan di koridor sekolah. Semua orang berbisik saat aku melewatinya. Ada juga yang terus terang menatapku sinis dan berbicara lantang.

LIMERENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang