Allea POV
"Allea Zoe Tsahaja, aku mengambil engkau menjadi istriku, untuk saling memiliki dan menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya, pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, inilah janji setiaku yang tulus."
Kak Jeffrey menatapku dalam, dari sorot matanya pun dia tampak bersungguh-sungguh dan tulus akan itu.
"Jeffrey Christiano, aku mengambil engkau menjadi suamiku, untuk saling memiliki dan menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya, pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, inilah janji setiaku yang tulus."
Setelah kalimat sakral itu terucap dari bibirku, Kak Jeffrey tampak tersenyum lebar. Tak lama kemudian terdengar suara gemuruh tepuk tangan meriah dari para tamu undangan.
Dengan lembut Kak Jeffrey meraih tangan kiri ku, mengambil cincin pernikahan itu dan memasangkannya di jari manis ku.
"Kamu selamanya milikku," ujar Kak Jeffrey.
Lalu giliran aku sekarang, mengambil cincin itu dan memasangkannya di jari manis Kak Jeffrey, dia tersenyum kemudian menatapku. Aku berusaha menahan air mata agar tidak jatuh, ikut menatap Kak Jeffrey dengan tersenyum sendu.
Akhirnya dia menjadi milikku.
Perlahan wajah Kak Jeffrey mendekat, dia berbisik tepat di telingaku. "I love you." Kemudian bibir Kak Jeffrey mendarat tepat dibibir ku.
Tepuk tangan para tamu kembali terdengar, sementara air mataku tak bisa lagi di bendung. Aku menangis, detik berikutnya Kak Jeffrey melepaskan tautannya, lalu kembali tersenyum sambil menghapus air mataku lembut.
***
Aku dan Kak Jeffrey sedang dalam perjalanan pulang, Kak Jeffrey fokus menyetir, tetapi senyumnya terus saja mengembang dan tangan kiri Kak Jeffrey mengelus punggung tanganku."Rumahnya masih jauh ya Kak?" tanyaku, karena kami sudah setengah jam di mobil, tapi tak kunjung sampai di rumah yang akan kami tempati.
"Bentar lagi nyampe kok By, kamu ngantuk ya? Kalau ngantuk kamu bisa tidur aja dulu." Aku mengangguk sebagai jawaban, mata ku sudah sangat berat karena menahan rasa kantuk.
Kami akan menempati rumah mendiang Eyang Kak Jeffrey untuk saat ini. Kak Jeffrey sebenarnya sudah menyiapkan rumah, tapi karena belum sepenuhnya selesai Bunda menyarankan agar aku dan Kak Jeffrey tinggal di rumah tua itu. Aku tidak keberatan sebenarnya walaupun jarak ke toko bunga akan lumayan jauh pula.
"By, udah sampe." Aku terbangun saat mendengar suara berat Kak Jeffrey dan merasakan elusan lembut di pucuk kepala ku.
Aku mengangguk, keluar dari mobil dan jalan beriringan dengan Kak Jeffrey, rumah dengan desain klasik ini terlihat begitu elegan.
"By, aku mau kasih tau kamu sesuatu," ujar Kak Jeffrey, hingga mata ku yang sedang menelusuri setiap sudut rumah mengarah ke arah Kak Jeffrey.
"Iya Kak?"
"Itu kamar Eyang, selama kita disini ga usah di buka ya." Kak Jeffrey menunjuk ke arah pintu kayu bewarna coklat tua. "Ga cuma kamu kok, buat siapa pun itu berlaku, termasuk aku," lanjutnya.
"Ah, iya," jawabku mengiyakan.
"Ya udah mau langsung ke kamar? Kalau mau mandi, di kamar juga ada kamar mandinya By."
"Iya Kak, aku mau mandi di kamar mandi kamar kita aja," jawabku pelan. Kak Jeffrey mengangguk, kemudian dia mendaratkan kecupan singkat di kening lalu merangkul ku sambil berjalan ke arah kamar.
Kamar kami ada di lantai dua, sedangkan kamar Eyang yang di katakan Kak Jeffrey tadi ada di lantai satu.
Sedari tadi Kak Jeffrey tampak tersenyum senang, baik sedang melihat ponsel maupun menatapku, entah karena dia senang kami yang akhirnya menikah atau karena hal lain. Ah tidak, memang hal lain apa yang terjadi hingga membuatnya terus tersenyum.
Setelah membersihkan diri dan makan makanan Go Food, aku dan Kak Jeffrey pergi ke kamar lagi, hanya untuk merebahkan diri di atas ranjang, belum berniat untuk tidur.
"Rumah Eyang nyeremin ya By?" tanya Kak Jeffrey tiba-tiba.
"Engga juga," jawabku seadanya. Sebenarnya rumah Eyang tak seburuk itu, maksudku suasananya tidak semenyeram kan itu walaupun ini adalah rumah tua.
"Kakak udah mau tidur ya?"
"Engga By, kenapa?"
Perutku entah kenapa tiba-tiba saja sakit, aku beranjak dari sesi rebahan ku. Saat berdiri bercak darah sudah menempel tepat dimana aku merebahkan diri. Apa aku sedang menstruasi? Padahal ini bukan tanggalnya.
"K-kak..."
"Kamu kenapa? Pms ya?" Kak Jeffrey bertanya dengan raut wajah panik, aku hanya diam mengabaikan pertanyaan itu. Aku mengingat-ingat kalau stok pembalut belum ada.
"Pembalut aku habis Kak," ujar ku.
"Kamu tunggu dulu disini By, aku beliin pembalut di Alfamart depan ya." Setelah itu, Kak Jeffrey beranjak, pergi untuk membelikan aku pembalut.
Rasa sakit rasanya kian menambah, aku tidak bisa duduk karena takut darah ini akan menempel kembali di kasur. Membiarkan diriku berdiri sambil menyenderkan diri ke tembok kamar.
Aku berjalan perlahan ke arah pintu kamar mandi dengan susah payah, pandanganku semakin memburam, kemudian merasakan sesuatu yang mengalir dengan derasnya dari balik celana yang aku kenakan.
Aku menunduk mendapati darah itu mengalir bak air keran dan itu jatuh ke lantai kamar mandi. Lantai kamar mandi penuh dengan darah, membuat aku merasakan mual.
Aku tentu menangis, dunia terasa berputar. Tidak biasanya aku menstruasi sampai sebegini nya, ini tidak wajar, hingga saat aku ingin meraih wastafel pandanganku semakin menggelap dan ini sungguh gelap.
To Be Continued...
🌻🌻🌻
Ini cerita jadi banyak darah2 ny yaa😬
JANGAN SIDER MULUU SAYANG!!(╯°□°)╯︵ ┻━┻
Anw, kalo salah kata kata pas bagian nikahan ny monmaap, soalny belum nikah sama Kak Doyoung乁( •_• )ㄏ
KAMU SEDANG MEMBACA
LIMERENCE
Mystery / Thriller❝mati atau sengsara.❞ Sungguh, jikalau dapat mengulang waktu, Allea tidak ingin mengambil resiko besar dalam hidupnya. Tepatnya saat ia dibutakan oleh tawaran mematikan karena rasa cinta berlebihan kepada kakak tingkatnya, Jeffrey Christiano. Dia ba...