13. Unfold One

173 34 133
                                    

"Jeff gue nebeng."

Mendengar teriakan Daffa dari jarak 2 meter, Jeffrey hanya dapat berdecak kesal. Dia harus menemui Rose malam nanti, karena kekasihnya itu akan pergi ke luar kota selama seminggu.

"Lo nebeng ke yang lain lah, gue mau ketemu Rose." Mendengar itu jelas Daffa langsung menggeleng.

"Lo anterin gue ke rumah Lea dulu," ujarnya hingga membuat Jeffrey kembali berdecak.

"Lo kenapa sih? Lo mau bantuin nyari dia?" tanya Jeffrey.

Daffa diam sejenak, lalu mengalihkan pembicaraan. "Rose ga masuk?"

"Engga, udah tiga hari. Malem ini gue mau ketemu dia, soalnya dia mau ijin seminggu, ada urusan keluarga," ujar Jeffrey.

"Hantu yang duduk sama Lea minta tolong, gue sebenernya ga ada niatan buat nolongin dia tapi gue kepikiran terus, dia bilang kalau Lea hilang. Aneh kan?" Eum, sebenarnya Daffa pun sama seperti Allea, bisa melihat makhluk halus, tapi Daffa menyembunyikan itu sedari dulu, hanya teman-teman dekatnya yang mengetahui hal ini.

"Ga ada urusannya sama gue," ujar Jeffrey, Daffa memutar bola matanya malas, padahal sahabatnya ini merasakan hal yang aneh juga kemarin.

"Jadi lo ikutan benci Lea cuma karena Rose benci dia?" tanya Daffa yang membuat Jeffrey diam.

"Oke kalau lo ga bisa bantu," ujar Daffa, "gue ga akan maksain lo buat nolongin Lea, terserah lo. Tapi intinya sekarang gue mau lo anterin gue ke rumah Lea, gue harus ngomong sama Abangnya."

Karena tidak ingin waktunya lebih banyak terbuang, Jeffrey akhirnya menyetujui Daffa. Dia mengantarkan Daffa untuk bertemu Johnny. Setelah tiba di rumah Allea dan menunggu sekitar beberapa menit, pintu akhirnya dibuka oleh Johnny.

"Masuk Daf, ajak temen lo."

Mereka pun masuk, duduk di ruang tamu rumah itu. "Gue nemu ini di atas meja belajar Lea." Johnny menunjukkan secarik kertas berwarna merah muda.

"Masa depan? Jeffrey? Hantu sekolah?" tanya Daffa pelan, "rumahku kamu, matiku untuk kamu, aku akan pergi jikalau engkau meminta, raga untukmu, jiwa bersamamu. Hidup atau mati, mati atau sengsara." Daffa bergumam membaca isi dari secarik kertas itu.

"Nama gue?" tanya Jeffrey keheranan.

"Gue ga ngerti maksud dari tulisan itu apa, tapi gue takut kalau Lea macem-macem dan berakhir buruk, gue tau dari Gara kalau lo sama kaya Lea. Jadi ayo ikut gue ke kamar Lea, lo harus ngomong sama temennya Lea."

Daffa mengangguk, ia dan Jeffrey mengikuti Johnny untuk ke kamar Allea. Kamar yang terasa sunyi sepi di telinga Jeffrey dan Johnny, tapi berbeda dengan Daffa, dia terus mendengar isak tangis dari salah satu kamar yang ternyata itu kamar Allea.

Cklek!

Pintu terbuka membuat mata Daffa terfokus ke arah dua anak kecil berpakaian kuno. Keduanya tak menoleh, mereka menangis menunduk.

"Kalian kenapa nangis?" tanya Daffa pelan.

Itu Arabella dan Markus.

"Kamu bisa melihat kami?" tanya Markus, memandangi Daffa dengan wajahnya yang pucat.

Daffa mengangguk, "aku temennya Allea," ujarnya hingga membuat tangisan keduanya sedikit mereda.

"Tolong kami..." ucapnya lirih, "kami tidak bisa pergi dari kamar ini, kami tidak bisa menolong Allea kembali." Arabella kembali terisak, kemudian Markus menunduk sendu.

"Lea, dia dimana?"

"Lea pergi, kami tidak tau Lea pergi kemana. Terakhir kali bertemu Lea, dia ingin menerima tawaran hantu sekolah," jawab Markus.

LIMERENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang