04. Unseen

315 127 84
                                    

"Allea ada yang nyariin tuh di depan."

Aku yang awalnya sedang fokus membaca novel langsung menoleh ke Dery yang berdiri di depan pintu. Melihatku hanya diam, Dery kembali berteriak.

"LEA INI BENERAN LOH DICARIIN."

Aku menghela nafas palan, biar ku tebak siapa yang mencariku di jam istirahat seperti ini. Itu pasti Lucas, dia selalu saja mencariku untuk membantunya mengerjakan tu–

"Hai."

–gas.

"Oh, hai kak," ujarku kaku.

Kak Jeffrey ternyata yang berdiri di depan kelasku, tidak ada Lucas, astaga aku berfikir buruk pada Lucas tadi. Maafkan aku!

"Lagi ngapain?" Tanya kak Jeffrey tersenyum ke arahku.

"Cuma lagi baca novel kak."

"Udah makan?" Aku menggeleng sebagai jawaban.

Tiba-tiba saja kak Jeffrey memegang pergelangan tangan kanan ku, lalu menarik ku pelan, sepertinya ke arah kantin.

"Mau pesen apa? Nasgor, bakso, atau mau minuman aja? Atau mau pesen yang lain?"

"Kak Jeff..." panggilku pelan. Tapi kak Jeffrey masih bisa mendengarnya, langkah kaki kak Jeffrey terhenti saat itu juga. Dia berbalik menatapku.

"Iya? Kenapa?"

"Soal Rose—"

"Gapapa, Rose juga ga masuk kan hari ini," ujarnya sambil tersenyum kembali. Saat aku dan kak Jeffrey sampai di kantin dia menyuruhku untuk duduk, lalu kak Jeffrey yang memesan makanannya.

Tak lama kak Jeffrey kembali dengan dua mangkuk bakso di kedua tangannya. "Ini, makan." Aku hanya tersenyum menanggapinya.

Ah, andai yang ada di posisi Rose sebagai pacar kak Jeff itu aku.

Ini pertama kalinya aku ke kantin bersama kak Jeffrey, jadi banyak pasang mata yang memandangku tidak suka. Bahkan ada Jennie dan juga Mira disini.

"Astaga Lea, makannya jangan belepotan gini dong." Kak Jeffrey dengan cekatan membersihkan ujung bibir ku menggunakan tissue.

Astaga aku malu, dengan cepat aku mengambil ahli tissue yang ada di tangan kak Jeffrey.

"Biar aku aja kak,"

"Bangsat,"

Samar-samar ku dengar umpatan saat Jennie dan Mira melewati kami. Ya Tuhan apa aku harus siap-siap di siksa jika besok Rose masuk sekolah. Aku menyesal rasanya sudah menerima ajakan kak Jeffrey.

"Hei, makan." Kak Jeffrey menyedarkan aku dari lamunan dan pikiran-pikiran negatif. "Ga usah di dengerin Lea," ujar kak Jeffrey selanjutnya.

"Tapi aku takut," lirihku pelan.

***

"Lo bisa ga sih ga usah ganjen ke cowok orang?!"

"Maaf... Ampun..." Aku merintih kesakitan saat Jennie memukul kepala ku ke arah tembok. Darah juga sudah timbul di pelipis. Ditambah lagi saat Mira menendang bahuku, rasanya agak sesak.

Aku kira aku akan sakit karena Rose besok, tapi tidak. Aku malah sakit karena sahabatnya.

"Sini lo!" Mira mulai memegang kerah baju sekolahku. Dengan Jennie memegang kedua tanganku agar tidak memberontak. Mira dengan cepat mencopot dua kancing teratas pakaian ku ini.

"Mira jangan," mohonku lirih, rasanya bicara saja sudah tidak sanggup.

"Diem jalang!" Jennie berseru sambil mencekam tangan ku, aku bisa menebaknya, pergelangan tangan ku pasti luka karena aku merasakan perih disana.

"Sini coba liat ke kamera, biar mampus lo!" Mira mengarahkan kamera ponsel miliknya ke arahku, lantas aku memberontak dengan sisa tenaga yang ada. Ini sudah sore, langit sudah tampak menggelap, percuma jika berteriak sekalipun karena sekolah sudah sepi dan saat ini aku di bawa Jennie dan Mira ke gudang.

"Aaa jalang..." Mira terus mengambil foto ku dengan keadaan dada yang terbuka, demi apapun aku malu.

"Nih rasain." Kaki Mira terangkat, lalu dengan kuat kakinya menendang dadaku.

"AKHHH!"

B-bukan, itu bukan aku yang berteriak.

Mira berteriak dan seketika badannya terpental jauh hingga dinding di pojokan gudang, aku meringis saat melihat bercak darah tertinggal di dinding di mana Mira terpental.

"MIRA!!" Jennie berteriak lalu berlari ke arah Mira yang sekarang tidak sadarkan diri, sementara aku memandangi Mira dengan raut wajah takut.

A-aku ngga ngapa ngapain Mira.

Saat sedang menatap Mira di posisi awal ku, Jennie melirik ku tajam, lalu berganti dengan tatapan takut. Tangannya merogoh saku sekolah, mengambil ponsel.

"Halo, kak Chandra, ke gudang sekolah jemput gue bareng Mira. Dia pingsan."

Aku panik saat mendengar ucapan Jennie di telpon. Setelah Jennie menelpon aku langsung saja berlari ke luar gudang sekuat yang ku bisa.

"LEA! MATI LO!" Teriak Jennie, Jennie bahkan terus meneriaki namaku berulang kali.

Sekolah sudah sangat sepi, bahkan di pos satpam sudah sepi. Syukurlah gerbang sekolah masih buka dan aku tidak perlu repot-repot memanjat pagar.

Aku berlari sekuat mungkin, sumpah aku takut.

Apa itu? Apa yang terjadi?

Padahal disana aku tidak melihat satupun hantu yang berkeliaran atau hal-hal mistis lainnya.

Dugh!

"Aw!"

Aku meringis saat kaki ku tersandung batu. Aku sedari tadi memang tidak menggunakan sepatu karena sepatu ku masih ada di gudang sekolah. Sial, ini berdarah. Dengan segera aku mencari taxi agar bisa pulang sesegera mungkin ke rumah.

Perutku mual rasanya, kepalaku semakin sakit.

***

Saat sampai di depan rumah, ku lihat lampu sudah hidup, ah, apa bang Johnny sudah pulang?

"Kenapa baru pul- loh kamu kenapa?" Tanya bang John saat melihat keadaanku yang sangat kacau, aku menggeleng pelan, berlari dengan kaki pincang ke arah kamar.

"Lea!"

Aku menutup pintu lalu menangis sejadi-jadinya, aku takut Tuhan.








To Be Continued...

🌻🌻🌻

Hayoloh sider hehe :))

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hayoloh sider hehe :))

LIMERENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang