08. Kalung

202 66 54
                                    

Aku terbangun saat matahari menembus mataku lewat ventilasi jendela. Mataku masih tertutup, dan udara masih dingin jadi tanganku menarik selimut yang hanya menutupi sampai pinggang.

Tapi ini kenapa agak susah ditarik?

"Ya Tuhan!"

Aku terlonjak kaget saat melihat kak Jeffrey menatapku dengan senyuman terukir diwajahnya. Karena posisiku yang menghadap kanan dan kak Jeffrey yang ada disamping aku tidur.

"Yaampun jam segini masa calon istri masih tidur." Kak Jeffrey tertawa saat melihat wajahku yang memerah. Ya iyalah aku malu sekarang!

"Kok bisa masuk?" Tanyaku heran. Aku langsung duduk tapi kak Jeffrey masih tidur terlentang, malah sekarang dia memejamkan matanya.

"Lupa ingatan Bu?" Balasnya. Oh, aku mengerti, ini pasti dia sudah tau password apartemenku. "Jalan yuk! TSM mau?" Tawar kak Jeffrey kemudian, dia ikut duduk sekarang, bersandar pada headboard ranjang.

Aku menggeleng pelan. "Gimana kalau ke taman aja?"

"Boleh, ya udah sana mandi. Aku tunggu." Setelahnya kak Jeffrey langsung keluar kamar, dengan segera pula aku langsung ke kamar mandi dan bersiap-siap.

Oh iya, aku dan kak Jeffrey kemarin masih tetap pergi untuk fitting baju. Walaupun ada sesi menangis yang membuat aku malu jika mengingatnya. Aku lumayan gugup juga, tapi kakak perempuan kak Jeff yaitu kak Krystal banyak membantuku.

Fyi, kak Jeff itu dua bersaudara, kak Krystal anak sulung dan kak Jeffrey si bungsu.

Kak Jeffrey sempat bercerita banyak tentang acara pernikahan kami nanti, semuanya sudah dipersiapkan oleh orang tua kak Jeffrey dan orang tua aku tentunya. Karena kak Jeffrey yang sibuk dengan urusan perusahaannya dan juga aku yang sibuk dengan toko bunga milikku.

Padahal aku tidak terlalu suka bunga, tapi disini malah memiliki toko bunga.

Kata kak Jeffrey juga, aku ini tidak ingin menikah di gereja, aku memilih tema outdoor, padahal dari kecil aku ingin sekali sewaktu-waktu menikah di gereja yang sering calon suamiku gunakan untuk ibadah. Tapi ternyata keinginanku setelah dewasa berbeda ya? Eum ya, mungkin saja.

Merasa sudah siap, aku langsung keluar kamar dan melihat kak Jeffrey yang sedang duduk disofa. "Kak udah," ujarku.

"Oke Princess, kita berangkat sekarang."

***

Sekarang aku duduk dibangku taman dengan kak Jeffrey yang ada disampingku. Senyum kak Jeffrey tidak luntur sedari tadi, dia menatap ke arah anak-anak yang sedang bermain dengan cerianya.

"Lucu banget ya," ujar kak Jeffrey yang membuat aku menoleh ke arahnya.

"Banget kak." Balasku.

"By, nanti kamu mau punya anak berapa?" Pertanyaan kak Jeffrey membuat darahku berdesir, jantungku juga berdetak lebih cepat. Entah kenapa pertanyaan ini membuat aku sedikit eum, apa ya? Cringe mungkin atau perasaan apalah itu.

"Sedikasih Tuhan aja lah, tapi kalo bisa satu aja."

"Yah gitu, kamu tau ga sih aku pengen punya dua. Anak pertama cowok biar bisa bantu aku kalau udah gede, dan kedua cewek biar bisa bantuin kamu masak." Kak Jeffrey tersenyum menatapku, lalu menit berikutnya senyuman itu hilang seketika, berganti dengan ekspresi wajah yang sulit diartikan.

"Tapi kalau kita nikah aku boleh minta sesuatu?" Pertanyaan kak Jeffrey membuat kerutan timbul didahiku.

"Apa?"

LIMERENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang