09. Smells Like Blood

205 60 80
                                    

"Kalau aku mau kakak terus bareng aku kapanpun itu bisa ga?"

Pertanyaan yang seharusnya bisa dijawab cepat dan senyuman manis malah menjadikan suasana ini hening. Aku hanya diam menunggu jawaban kak Jeffrey yang bahkan sekarang terdiam dengan wajah datarnya.

"Kak?"

"Kamu kok nanya gitu By?" Kak Jeffrey kembali menyeruput minuman yang ada dihadapannya.
"Bisa dong, aku bakalan bareng terus sama kamu." Kak Jeffrey tersenyum lebar, dimple yang sangat aku suka itu pun terukir jelas diwajah tampan kak Jeffrey.

"Kak, kakak tau ga aku takut? Jangan datar kaya tadi, serius deh serem," ujarku sambil menatap sinis ke arahnya.

Kak Jeffrey lantas tertawa, "pertanyaan kamu bikin aku kesel, itu seolah-olah kamu ga percaya sama aku."

"Ga juga padahal."

"By..."

"Apa kak?"

"Kamu kapan sih manggil aku sayang gitu, kan pengen di romantisin," ujar kak Jeffrey sambil mempout bibirnya, lucu sekali. Tapi baru saja bibirku terbuka berniat untuk menjawab perkataannya, kak Jeffrey langsung menyambar kembali.

"Kamu malu, iya paham kok." Dengan cepat aku mencubit pelan perut kak Jeffrey.

"Kakak mah nanya sendiri jawab sendiri!"

"Aw By! Sakit..." Kak Jeffrey merintih, lalu melirikku agak tajam. "Kamu gitu banget ih, ini modus kan mau pegang perut aku?"

"Engga kak! Ish kakak mah!" Tiba-tiba saja pipiku menjadi panas, aku menepuk pelan kedua pipiku membuat kak Jeffrey terbahak.

"Merah By." Goda kak Jeffrey.

"Kak aku ngambek!!"

"Hahaha."

---oOo---


Hari ini aku pergi ke toko bunga milikku bersama Jennie siang harinya, sedangkan Mira tidak ikut lantaran dia harus pergi ke Bali untuk menghadiri acara keluarga.

"Siang Bu." Sapa salah satu karyawan disini, aku hanya membalasnya dengan tersenyum. Sedangkan Jennie membalas sapaan itu dengan cerianya.

"Siang Lia, gimana hari ini?" Tanyanya.

"Banyak pelanggan seperti biasa Bu, mereka suka." Jawabnya dan disambut anggukan dan senyuman di wajah Jennie. Dia Jennie yang amat berbeda dengan Jennie yang aku kenal selama masa sekolah. Dia sangat peduli denganku, walau begitu masih ada perasaan yang mengganjal tiap kali melihatnya dan juga Mira.

Cukup lama aku disini, memantau perkembangan toko. Sampai hingga sore tepatnya pukul lima, Jennie sudah pamit pulang sejak limabelas menit yang lalu karena mendapatkan telpon dari Ibunya. Sekarang di toko hanya ada aku, Lia dan juga Yuna – karyawan yang bekerja disini juga.

"Ibu sudah mau pulang?" Yuna menghampiriku dengan membawa bunga dilengan kanannya.

"Iya, kalian hati-hati ya nanti," ujarku membuat Yuna mengangguk dan mengucapkan terima kasih lalu aku menatap punggung Yuna dengan perasaan yang tidak enak.

Ini toko bunga, tapi kenapa malah bau amis darah?

Aku menggeleng untuk membuang pikiranku yang aneh-aneh, mungkin indra penciumanku yang sedang bermasalah. Anggap saja begitu.

Perlahan aku langsung keluar dari toko, didepan ternyata sudah terparkir mobil kak Jeffrey dengan si empunya yang berdiri disamping mobil itu. Padahal aku tidak memberitahunya kalau aku sedang berada di toko hari ini, tapi lihat, dia menjemputku.

LIMERENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang