Cukup mengejutkan setelah drama yang di buat oleh Mira dan juga Jennie tadi, aku sekarang jadi di skors selama tiga hari. Karena tuduhan semua jatuh kepadaku, ada beberapa bukti juga yang mungkin sengaja Mira dan Jennie buat?, Bang John tidak bisa membela karena dia juga tidak tahu jika aku terluka katanya.
Aku kesal tentunya, tapi tidak bisa menyalahkan bang John.
Ah, aku benci Mira dan Jennie.
"Abang itu beneran bukan salahku," ujarku lirih. Aku menunduk, sedangkan bang John sekarang terduduk di sofa ruang tengah dengan tangan kiri yang memijat pelan pelipisnya.
Tidak ada sautan darinya, aku jadi merasa bersalah, pasti bang John kecewa denganku. "Maafin aku..." Air mataku rasanya sudah ada di pelupuk mata.
Bang John akhirnya mendongak, menatapku dengan wajah datarnya. "Abang ga nyangka ya kamu kaya gitu," ujar bang John pelan.
Aku refleks menggeleng, "engga, itu bukan salah aku. Abang tau kan kalo satu lawan dua itu yang menang dua orang. Mira sama Jennie yang kasar, mereka-"
"Tapi kamu manfaatin temen-temen hantu kamu Lea." Potong bang John. Akhirnya air mataku dengan derasnya jatuh ke pipi. Sungguh ini sangat sakit.
"Abang dengerin penjelasan aku dulu, seengga nya abang tau kalau aku ga boong."
"Udah kamu masuk aja ke kamar, nanti biar abang coba ngomong sama papa-"
"Abang jangan."
"Tapi kamu udah keterlaluan Lea!" Bang John jelas membentakku, di saat dia sadar dia membentakku, bang John hanya menghela nafas kasar.
Aku semakin terisak, setelahnya entah apa yang aku pikirkan, aku malah berlari ke arah pintu utama. Bang John pun meneriaki namaku terus-menerus tapi aku enggan untuk kembali ke rumah bahkan untuk menoleh sedetikpun.
Aku ga mau pulang...
Saat sudah jauh dari rumah, aku jadi kepikiran madam Motre dan juga pergi ke masa depan.
Ah iya! Dengan segera aku pun memberhentikan taksi yang kebetulan lewat. Aku pergi dengan tujuan sekolah. Tak lama setelah sampai, aku langsung berlarian menuju hutan. Masih sama, disini menyeramkan tentu.
Aku membuka pintu rumah madam Motre dengan kasar, "MADAM, INI AKU LEA." Aku berteriak sekeras mungkin, agar Madam Motre keluar. Tidak lama setelahnya muncullah Madam dari salah satu ruangan.
"Lea?"
Aku kembali terisak saat Madam berdiri di depanku, "bawa aku secepatnya ke masa depan, aku mohon!" Desakku.
Madam terdiam selama beberapa detik, "Ayo, ikut saya!" Kemudian Madam Motre menuntunku untuk pergi ke salah satu ruangan yang gelap. Menelusuri lorong kecil disini.
Mengerikan, karena disini ada beberapa boneka menyeramkan dan tulang-tulang yang berserakan di lantai.
Saat sampai di ujung lorong, ada satu cahaya lampu yang menerangi, walaupun redup, tapi cukup untuk aku melihat ke arah depan, ada sebuah lemari kuno yang besar disana.
"Lea dengarkan saya," ujar madam, hingga membuat atensiku terarah kepadanya. "Kamu harus masuk ke dalam lemari ini, bunuh orang yang selama ini mengganggu hidupmu. Bunuh dia yang kamu rasa akan menghancurkan masa depanmu bersama Jeffrey, bunuh orang yang kamu benci. Hanya satu orang," jelas Madam Motre.
"B-bunuh?"
"Ya, kamu harus membunuhnya, jika tidak kamu akan mengalami kesialaan." Detak jantung ku berdetak sangat cepat sekarang, sumpah aku tidak ingin membunuh orang, sekalipun aku membencinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIMERENCE
Misteri / Thriller❝mati atau sengsara.❞ Sungguh, jikalau dapat mengulang waktu, Allea tidak ingin mengambil resiko besar dalam hidupnya. Tepatnya saat ia dibutakan oleh tawaran mematikan karena rasa cinta berlebihan kepada kakak tingkatnya, Jeffrey Christiano. Dia ba...