"Piwit. Cewe, sendirian aja nih?"
"Astaga" Jiheon yang tengah memainkan ponselnya di pinggir jalan melonjak kaget, "Yaampun Kak Seonho! Jiheon kira om om penjahat," serunya sambil memukul bahu Seonho, sedangkan yang dipukul bahunya hanya bisa tertawa.
"Nunggu ojek?" tanya Seonho.
"Ya iya, tadi Kak Seonho bilang mau ada ekskul, kok sekarang malah di sini?"
"Gak tau tuh, gurunya malah izin gak dateng. Jadinya pada pulang," jawab Seonho sambil mengaca di spion motor, "Jiheon mau bareng Kak Seonho gak?"
"Mau lah, ini abang ojol pesanan Jiheon malah tiba-tiba nge-cancel kan gak jelas," gerutu Jiheon sambil menaiki motor Seonho.
"Iya, tadi abang ojolnya nitipin Jiheon ke Kak Seonho, kata abangnya mau ngasih makan kucing dulu," ujar Seonho
"Hahahahahaha, apaan sih Kak Seonho, kok jadi ikutan gak jelas," Jiheon kembali memukul bahu Seonho.
Seonho cuma nyengir, kesenengan dia tuh dapet pukulan ditambah denger ketawa Jiheon. "Hehehe, dah gitu dong ketawa, jangan merengut terus,"
"Ih, Jiheon kesel tau kak, mana udah lama nunggunya tadi, panas pula,"
"Yaudah, kita beli ice cream dulu, mau gak?"
"Nah, suka nih Jiheon yang kayak gini. Ayo berangkat!!!"
Seonho masih terus tersenyum sambil menjalankan motornya menuju kedai ice cream terdekat.
"Jiheon suka ice cream rasa apa?" tanya Seonho ketika mereka telah tiba di sebuah kedai ice cream yang lumayan ramai.
"Eung," Jiheon tampak berpikir sambil memperhatikan daftar menu di kedai tersebut, "Jiheon mau ice cream vanila aja deh Kak,"
Seonho mengangguk, kemudian memesan ice cream green tea untuknya dan ice cream vanila untuk Jiheon. Setelah kedua ice cream itu berada di tangannya, Seonho segera mengajak Jiheon mencari tempat duduk kosong.
"Kakak kok suka ice cream green tea sih?" tanya Jiheon sambil menyendok ice creamnya ke dalam mulut.
Seonho hampir keselek, tapi dia tahan karena gak mau malu-maluin di depan gebetan. Setelah ice cream yang di dalam mulutnya habis, baru dia menjawab, "Oh, sebenarnya kakak biasa aja sih sama ice cream ini, tapi lagi pengen aja,"
"Terus kakak sukanya apa?" tanya Jiheon dengan nada santai.
"Kakak sukanya kamu,"
"EH?" seru keduanya berbarengan. Seonho dan Jiheon sama-sama kaget dengan apa yang baru saja dikatakan Seonho. Setelah menyadari hal itu, mereka berdua tertawa.
"Hahahaha, apaan sih kak, bercandanya gak lucu,"
"Emang gak lucu, soalnya kakak lagi gak bercanda," ujar Seonho, dia merasa dirinya kali ini lebih berani untuk menyatakan perasaannya yang telah lama terpendam untuk gadis dihadapannya ini.
"Kakak serius?"
"Serius suka sama kamu? Iya serius,"
Mendadak pipi Jiheon jadi memerah. Ia belum pernah merasakan hal ini sebelumnya, karena lelaki yang dia suka tidak pernah memiliki perasaan yang sama dengannya.
Seonho yang melihat perubahan pada diri Jiheon pun merasa gemas, dan berusaha menahan tangannya untuk tidak mencubit pipi gadis itu.
"K-kok bisa?"
"Kok bisa? Kenapa kamu nanyain hal itu?"
"Y-ya, aneh aja gitu. Jiheon kira kakak suka yang imut kaya Kak Yeojin atau yang judes kaya Kak Lucy, gak suka sama yang culun kaya Jiheon,"
Seonho tertawa, bukan tertawa karena membenarkan argumen Jiheon, tapi tertawa karena gemas, tidak menyangka gadis itu bisa berpikir demikian.
"Ada-ada aja kamu nih. Terus kata siapa juga kamu culun, hm?"
"Kata Jiheon," setelah menjawab itu, Jiheon menundukkan kepalanya.
Kali ini Seonho tidak dapat menahan tangannya untuk tidak mengacak rambut gadis di hadapannya itu.
Kemudian tangan Seonho beralih ke pipi, dan mencubitnya pelan "Tapi kata Kak Seonho kamu itu lucu, cantik, gemesin—"
Jiheon menyingkirkan tangan Seonho dari pipinya dan menutup wajahnya malu-malu, "Ah, apaan sih Kak. Jiheon malu,"
Seonho tertawa, bisa mati gemas kalau dia terus berhadapan dengan Jiheon. "Hahaha, iya udah. Abisin dulu itu ice creamnya keburu mencair,"
Jiheon mengangguk dan segera menghabiskan ice creamnya.
♧
Lucy berjalan kaki dari kelasnya menuju gerbang sekolahan sendirian. Siang ini dia ada jadwal kerja kelompok di rumah Karin.
Semenjak motornya selalu di bawa Seonho, dia selalu bareng Minhee. Tapi setelah kejadian di cafe kemarin, dia mencoba untuk menghindari Minhee, karena dia sendiri juga belum yakin dengan perasaannya. Dia hanya takut membuat Minhee kecewa.
Maka dari itu, pilihan dia untuk bepergian di saat seperti ini adalah naik ojek online. Sama seperti sekarang, ia berniat memesan ojek online untuk pergi ke rumah Karin.
"Nunggu lama, neng?"
Lucy kaget, perasaan dia belum order ojeknya, tapi kok udah dateng?
Dia menoleh ke belakang, dan mendapati Minhee diatas motornya sambil melepas helmnya dan menyisir poninya yang mulai memanjang. Dengan memakai jaket bahan jeans membuat lelaki itu terlihat seperti tokoh Dilan di mata Lucy.
Lucy segera mengedipkan matanya untuk memastikan yang ada di depan matanya ini adalah Minhee asli atau bayang-bayangnya saja.
"Iya, ini gua Minhee. Buru dah naik. Kerkom di rumah Karin kan?"
Lucy mengangguk pelan, dia baru menyadari kalau dia dan Minhee satu kelompok.
Tanpa banyak bicara, atau lebih tepatnya bingung mau bilang apa, Lucy pun segera naik ke motor Minhee.
"Tumben langsung mau, biasanya juga marah-marah dulu," goda Minhee.
"Bacot," gumam Lucy pelan, namun itu justru membuat Minhee tersenyum.
"Nah, ini baru Lucy yang gua kenal. Ayo pegangan, gua mau ngebut,"
"Lo jangan ngadi-nga—EH MINHEE KAMPRET TURUNIN GUE KAGA LU??!!" belum sempat Lucy pegangan dan selesai bicara, Minhee sudah menjalankan motornya dengan kecepatan tinggi membuat Lucy dengan terpaksa berpegangan pada jaketnya.
Minhee tertawa mendengar teriakan Lucy, kemudian tangannya bergerak dan menarik tangan Lucy untuk ia lingkarkan pada pinggangnya, "Kalau pegangan tuh yang bener, ntar lu jatoh gua juga yang repot,"
Kemudian Minhee dapat merasakan cubitan yang cukup keras pada pinggangnya, "IYA LO NYA KAGA USAH NGEBUT NGEBUT SUPRI!!!"
Tawa Minhee kembali pecah. Gadis yang ada di belakangnya itu bisa membuatnya gila. Walau terlihat tidak suka, tapi dia tidak melepaskan pegangannya pada pinggang Minhee, membuat lelaki itu tidak bisa berhenti tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
House of Maknae(s) [✔]
FanficBerisi kisah para Maknae dalam satu lingkup yang sama ©seonoora, 2019