[19] Kepanikan Bevin

210 9 9
                                    

Bevin membuka pintu rumah dengan wajah lesu. Maklum habis pulang sekolah, dan sialnya besok akan ada ulangan harian mata pelajaran Fisika. Untung saja hari ini dia tidak bertemu Dev si Kemayu dengan suara lebay. Bayangkan saja hidupnya yang sudah sengsara ini harus ditambah kesengsaraan yang membuat telinga Bevin berdengung setiap saat.

Bevin celingukan mencari sang Pepi sambil memanggilnya, "Pep! Pepi! Yuhu, Ayahhanda!"

"Apa mungkin lagi di pabrik ya?" gumamnya sambil berkacak pinggang. Bevin mengangkat bahu lalu segera berjalan menuju kamarnya untuk berganti pakaian.

"Charger gue di mana ya? Perasaan di sini. Pasti si Pepi yang ngutil nih, udah punya sendiri juga, masih aja pinjem punya Bevin." Bevin menggerutu sambil berjalan menuju kamar Jekie Lee.

Ponsel Bevin terjatuh, tangannya gemetar saat melihat Jekie Lee berbaring di lantai dengan tubuh menggigil. "Pepi! Pepi kenapa?" raut muka Bevin panik tak tahu harus bagaimana. Baru kali ini dia melihat pepinya terbaring tak berdaya, padahal tadi pagi pepinya sehat-sehat saja.

"Pepiii!" air mata Bevin mulai mengalir karena takut sang Pepi terjadi apa-apa. Dia berusaha mengangkat sang Pepi ke atas tempat tidur, tapi sayangnya badan Bevin yang kecil tidak kuat menopang badan Jekie Lee.

"Pepi, bangun! Jangan bercanda dong Pep! Telepon Zul," Bevin meraih ponselnya yang dia jatuhkan. "Akh, angkat dong Zul!" geramnya sambil terisak. Bevin menghubungi Dere untuk meminta bantuan, tetapi sayangnya ponselnya tidak aktif.

Bevin menangis kencang sambil memegang tangan Jekie Lee yang terasa panas. "Pepiii!"

"Bevin?" suara panik lainnya membuat Bevin menolehkan kepala.

"Dev! Tolongin Pepi gue Dev," dengan segera Dev menggendong tubuh Jekie Lee di punggungnya untuk dibawa ke rumah sakit. Dev segera melaju cepat ke rumah sakit.

"Huwaaa!" saat menunggu Jekie Lee di periksa, tangisan Bevin belum berhenti juga membuat Dev tak tega. Dev mendekat perlahan dan duduk di samping Bevin tetapi masih menjaga jarak satu kursi.

"Bevin jangan nangis lagi, kan udah ada dokter yang periksa keadaan Om Jekie." ujar Dev dengan nada melambai. Isakan Bevin berhenti, matanya melirik ke arah Dev duduk.

"Syudah nggak usah khawatir, Dev yakin Om Jekie pasti baik-baik aja." bukanya berhenti menangis Bevin semakin meraung.

Dev panik seketika, "Bev, ini rumah sakit. Jangan nangis kencang-kencang ntar dikira akuh ceraiin kamuh lagi." Dev menggeser tubuhnya mendekat ke arah Bevin.

"Diem! Suara lo itu yang bikin gue nangis kenceng. Huwaa, kenapa harus lo sih yang hibur gue pakai suara kemayu lo! Bisa nggak sih lo suara lo kek cowok biasanya, jangan lebay kek cewek, cabe-cabean aja kalah sama suara lo yang kek gitu." ujar Bevin sambil memukul lengan atas Dev.

"Ya akuh memang seperti ini sayang. Jadi mau nggak mau, kamuh harus terima akuh apa adanya."

"Siapa juga yang mau nerima lo! Gue udah punya pacar tau!" sungut Bevin yang mulai marah.

"Masih pacar aja. Kan siapa tau si Kedele itu cuma jagain jodohnya Dev aja,"

"Berisik lo kek emak-emak!" Bevin memukul-mukul Dev karena kesal,

"Ahh sakit sayang!" Dev pura-pura mengaduh sedikit mendesah sexy.

"Jijik sumpah!" teriak Bevin sambil menutup telinganya. Bevin melirik Dev tajam yang tersenyum karena berhasil membuat Bevin tidak menangis lagi.

Dokter yang memeriksa keadaan Jekie Lee akhirnya keluar. Bevin segera berdiri dan mencengkram erat lengan sang Dokter yang berusia empat puluh tahunan itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 11, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cowokku Kemayu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang