Hallo pembaca Sweet Series!!
Kamu vote ke berapa nih?
Btw, aku bawa cerita baru meskipun cerita lama belum usai wkwk //Plak ; Ditampar readers.
Happy reading, Ai!
*****
"Mama!?"
Lelaki yang masih menyusuri mimpi tersentak pelan, suara teriakan cukup feminim baru saja menghancurkan suasana damai paginya.
Apa aku mengganti suara alarm? Ia membatin dengan alis bertaut dalam, juga kelopak mata yang masih terpejam, sedikit rasa kesal bercokol di hatinya.
Memilih abai, ia kembali menarik selimut hingga kepala, menutupi seluruh tubuh agar terjaga kehangatannya, pagi ini udara terasa cukup dingin seperti di Antartika. Baiklah, itu sedikit berlebihan memang.
Decitan pintu terdengar nyata, membuat kernyitan samar tercipta di wajahnya, pikiran masih mengawang dengan kesadaran belum sempurna, membuat otak sulit mencerna situasi yang terjadi sekarang.
"Sayang, ada apa ... ya! Apa yang kau lakukan!?"
Ia kembali mengernyitkan wajah tatkala teriakan lainnya menyapa gendang telinga, kali ini otak ikut dipaksa untuk bekerja, sedikit merasa was-was dengan lingkungan sekitar.
Apa yang salah dengan alarmku pagi ini? Batin lelaki itu, lagi.
Tunggu sebentar, ini tidak terasa seperti suara alarm!
Mendadak jantungnya laksana jam tangan antik yang telah rusak, tidak terdengar detakan untuk beberapa saat, sebelum kembali memompa dengan tempo yang cepat hingga nyaris meledak.
Tubuh tegap itu bangkit dan menyapu pandang ke segala arah, menelisik tempat yang terasa asing dalam ingatan, ruangan berwarna merah muda dengan banyak boneka kecil di dalam sana.
"Demi Tuhan, apa yang terjadi?" serunya tidak santai, kedua mata tampak membola dengan alis bertekuk dalam, seperti baru saja menyaksikan phoenix di dunia nyata.
Kebodohan macam apa ini? Dia dan seorang gadis berada di selimut yang sama dengan keadaan naked. Ingat! NAKED.
"Omong kosong apa yang kau lakukan?" Seorang wanita paruh baya bertanya murka, sorot matanya seperti banteng dihadapkan dengan kain merah, tidak baik-baik saja untuk diajak bercanda.
Lelaki itu terdiam untuk beberapa saat, sebelum isakan pelan di sudut ranjang membuatnya tersadar, ia membawa pandangan ke arah sana dan menemukan gadis mungil dengan pipi terlihat basah. "Ke-kenapa menangis? Aku tidak melakukan apapun padamu," ucapnya gelagapan.
Tawa hambar keluar dari bibir merah wanita itu. "Kau bercanda? Aku suka selera humormu." Ia melangkah mendekati ranjang, senyum yang mekar terlihat sedikit memberikan sensasi dingin hingga tulang belakang. "Tidak melakukan apa pun dengan keadaan telanjang, huh? Aku tidak sekuno itu."
"Mama, ke-kenapa bisa begini, semalam ... semalam aku tidur sendirian dengan pa-pakaian lengkap, maksudku ... Ma, aku takut." Gadis mungil yang berada di sana bergumam pelan, suaranya terdengar sedikit bergetar dengan sorot mata ketakukan, layaknya bayi kucing ditinggal pergi oleh sang induk di hutan rimba.
"Kau! Ya Tuhan, aku tidak mau tau! Kau harus menikahi putriku!"
Lelaki itu berkedip pelan, hal menakutkan apa yang baru saja ia dengar di usia menginjak kepala dua. "Tidak bisa seperti itu, aku bersumpah tidak melakukan apa pun!"
"Mark!?"
Bentakan keras membuat lelaki yang dipanggil namanya kembali terperanjat, urat halus tercetak di punggung tangan dan leher putih wanita itu, tampak seperti seseorang yang namanya dicoret dari kartu keluarga. Kenapa dia terlihat sangat marah?
"Tu-tunggu sebentar, ini di mana?" Mark memijat kening yang perlahan mulai berdenyut nakal, seakan baru terbangun dari kelebihan dosis vodka, terasa pusing dan membuat sesuatu di dalam perutnya berputar hebat.
"Kamar putriku!" Lagi, wanita itu berkata lantang.
"Ma," cicit gadis bertajuk korban, sedikit tidak santai dengan tangga nada bicara ibunya. Genangan di pelupuk mata terjun bebas tanpa bisa dikendalikan, tampak mentalnya sedikit terguncang dengan kenyataan pagi ini.
"Putriku yang malang," lirih sang Ibu dengan suara pelan, tangannya terangkat untuk membawa tubuh mungil yang sedikit bergetar ke dalam pelukan, menyalurkan ketenangan agar tangisan kunjung mereda. "Aku tidak mau tau, Mark! Putriku harus mendapat pertanggungjawaban."
Seakan aliran darah sumbat menuju otak, hingga membuat wajah tampan Mark menjadi pucat pasi. "Tanggung jawab untuk apa? Aku tidak melakukan apa pun. Demi Tuhan," ujar lelaki itu frustasi.
"Katakan itu pada ayahmu!" final wanita paruh baya pada akhirnya, membuat keputusan mutlak seperti ketukan palu di gedung pengadilan, tidak bisa diganggu gugat.
Bagus, Mark akan menyelam ke Atlantik sebentar lagi, omong kosong pagi ini benar-benar membuatnya gila!
To Be Continued.
INI CERITA KEDUAKUUUUU SKSKSKKSKSKS.
Aku masih belajar juga :(
Mohon dimaklumi apabila terdapat kesalahan, ya? 😞Jauh banget mainnya sampe ke sini, hwhw
Btw aku publish ini buat diri sendiri, ma –maksudku seperti gift ulang tahun atau omong kosong semacam itu, Wkwkw.
Happy Bday Rei-yaa HAHAHA.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ma Cotton Candy || Mark ✔
Teen Fiction[TERBIT] [PART LENGKAP] [Romance] [Uwu-able] - Sebuah malam yang suram, awal kisah baru dimulai dengan perjalanan hidup berubah seratus delapan puluh derajat. Perubahan itu membuat hidup Mark menjadi kerepotan yang secara ajaib memang sudah cukup re...