/30.10.18/ ○ 17.27

5.6K 851 456
                                    

¦photoshoot¦


Pemotretan itu jelas dilakukan seadanya. Zefan membantu menggeser sofa untuk mengekspos dinding putih. Dua buah lampu lantai—yang merupakan furnitur kamar tidur—diangkut ke ruang tamu. Kepalanya diposisikan agar menyorot dinding polos. Sebuah set kecil-kecilan pun tercipta.

"Nunduk dikit, Zef."

Tante Lie sedikit mengacak-acak rambut ikal Zefan. Ia berdecak puas melihat karyanya. Sedikit shading abu-abu berhasil menciptakan kontur yang cukup tajam pada dahi, hidung, dan tulang pipi pemuda itu. Alisnya dilukis tajam dan rapi. Lalu mata smoky yang didapat dari sapuan tipis eyeshadow. Wajah itu akan sempurna jika saja ada lensa kontak berwarna cerah.

Sementara Tante Lie mesem-mesem kagum, Zefan bahkan merasa ragu hanya untuk menggerakkan rahangnya. Rasa-rasanya riasan ini akan retak dan buyar jika ia menggerakkan otot wajahnya sedikit saja.

Well, barangkali dia hanya belum terbiasa. Berkali-kali ia menahan hasrat untuk menjilat bibirnya karena pulasan lipstik yang menempel asing di sana. Berwarna deep red dan sengaja dioleskan serampangan.

Dilihat dari sisi manapun, ia lebih seperti habis cipokan dashyat dengan cewek bergincu alih-alih menghisap darah.

Tapi terserah Tante Lie saja ya kan.

"Udah belum, Ma?" tanya Didi tidak sabaran. Ia sudah siaga sejak tadi dengan kamera ponsel pintar.

"Udah kok. Tolong ambilin barangnya di kulkas, Dek."

"Iyaa."

Didi berlalu ke dapur. Tidak lama kemudian kembali dengan sebuah dus berwarna gelap.

"Nah, ini dia."

Tutup dus dibuka. Menu baru itu ternyata berupa pisang nugget dengan potongan bulat. Topping-nya saus oranye dan cokelat yang dilukis menyerupai Jack o'lantern. Beberapa lagi disalut cokelat dan bagian atasnya digambari sepasang mata lebar dengan mulut terjahit menggunakan saus vanila.

"Nanti kamu megangin kotaknya, terbuka gitu ya. Diarahkan ke depan biar menu-nya kelihatan. Terus kamu berekspresi seolah kamu benar-benar menginginkan nugget ini. Tatap seolah ini sekotak darah segar-ingat kalau kamu vampir, oke? Pasang senyum yang agak ... gimana ya. Nafsu, gitu."

Wah.

Namun, Zefan urung protes.

"Bikin wajah yang lustful—nah, iya begitu!"

Didi bergidik. Rasanya tatapan Zefan terarah padanya alih-alih pada pisang nugget yang ia pegangi.

Begitu Nyonya Lie berlalu untuk membenahi lampu di set pemotretan, Didi cepat-cepat menutupi bahunya. Menyergah pelan, "Apa lu, lihat-lihat!"

Zefan menyipit. "Nggak."

Perasaan cuma gua gigit lembut kenapa—merah begitu?

Zefan menghela napas. Diam-diam membatin frustrasi. Teringat pada lirik sebuah lagu dari drama musikal.

Just a little taste and you end up wondering the whole thing.


"Senyumnya lebih ... lebih lagi, Zef." Tante Lie sibuk memandu pose sementara Didi mencari sudut terbaik untuk mengambil gambar.

"Bibirnya agak ditarik lagi, perlihatkan taringnya sedikit lagi. Bukan—jangan bikin tampang jahat. Bikin tampang lapar. Astaga jangan ketawa. Kamu ga boleh geli begitu. Harus profesional."

"Aduh ... maaf, Tan."

.

Foto yang diambil sebatas torso beserta lengan. Hanya ada beberapa pose, tetapi berkali-kali jepretan. Tante Lie berdiri di samping Didi, menggulir hasil foto dengan ekspresi yang ... seolah pasti ada saja yang kurang.

"Kenapa semua senyum kamu kelihatan seolah kamu habis melontarkan lelucon depresif? Aneh. Padahal tadi kamu sempet bisa lho, bikin ekspresi yang tepat. Kamu orangnya canggungan di depan kamera, ya? Ah, Anya! Jangan ganggu Zefan dulu."

"Woof!"

Didi menahan ketawa saja. Meskipun tangannya juga pegal karena harus bolak-balik memotret, senyum bisnis Zefan yang tidak ikhlas sudah membayarnya dengan setimpal.

Zefan meletakkan kotak pisang nugget ke meja. Berjalan mendekati Didi untuk ikut serta melihat foto-foto tersebut. Mengernyit. "Ini sih si Didi yang ga beres motretnya, Tan."

"Enak aja!"

"Ini kenapa lo zoom in ke muka gua?" Zefan menggulir foto-foto paling awal. "Dan lo malah selfie."

"Ck, itu cuma—"

"Buat koleksi pribadi, huh?"

"GE-ER."

Tante Lie menginterupsi. "Heh, malah berantem." Ia mendecak. "Ayo Zef, balik ke set. Minum dulu nih. Semangat dikit, semangat! Kamu pasti Tante bayar sesuai kok! Plus kamu juga bakal dapet dua kotak Bananable Nugget edisi Halloween! Jadi ga ada alasan buat lemes-lemes!"

Zefan menerima botol minum dan meneguknya. Lalu, "Hmm, kalau aku minta yang lain sebagai gantinya gimana, Tan?"

Didi merasakan firasat buruk saat sepasang taring jahat itu iseng mengintip. Sementara Nyonya Lie cukup antusias mendengar bahwa ia tidak harus mengeluarkan duit.

"Mau dibayar pakai apa?"

Setan, jangan main-main

"Ga sebanding sih. Tapi kalau boleh—agh!"

"BACOT ZEFANJĚ. BALIK KE SET."

Zefan mengaduh ketika kakinya diinjak tak kira-kira oleh si fotografer.





A/n: Selamat pagi. Cepet kan up-nya, ehem. Btw, ternyata nulis dialognya Tante Lie itu enak banget /gananya.

SnackingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang