34. Pedih.

1.3K 124 1
                                    

Karna dari kemaren ada yang DM minta di up terus, sampe aku bosen liat Chat-nya.

Akhirnya aku putusin Up tapi SHORT PART. HAHA. MAMPUS.





Aku memang rapuh, rapuh dalam Keluarga, dan Cinta. Tapi aku harap aku tak rapuh dalam Persahabatan.
-AraChelly

Chelly sedang termenung di kamarnya, hatinya masih sakit. Dia hanya bisa melamun dan mencoba berdamai dengan rasa sakitnya.

"Chell.. buka.. Lo kenapa sih?" Chella dari pagi tadi terus mengetok pintu kamar Chelly. "Sejak Lo pulang dari Paris, Lo gak nemuin gue.. Lo kenapa sih Chell..?"

"Lo.." Chelly mengusap air matanya. "Pergi aja.. gue gak papa, gue cuma capek."

"Tap-"

"Pergi! Gue capek."

Chella pun menurut, ia turun ke bawah, menemui kekasihnya Bian. Bian sekarang satu sekolah dengan Chella, mereka berangkat sekolah bersama.

*****

Bian dan Chella sedang di kantin sekarang. Duduk berdua sambil mengobrol santai.

"Chelly kenapa?"

"Gak tau, dari kemaren di kamar terus, mungkin capek."

"Ngomong-ngomong, Mama Lo kok, keliatannya baik sama Lo..?"

"Yaiya lah Bi, kan Mama gue.." Chella tertawa.

Bian mengangguk, walau dalam hatinya ada keraguan. Pasalnya, yang ia tau Alea sangat membenci Ara. Tapi Bian tetap berfikir positif, mungkin saja hubungan mereka sudah membaik.

"Lo.. inget gak, waktu kita nyabutin rumput di taman sekolah, dulu?" Tanya Bianca.

"I-iya inget.." Chella berbohong. Sebenarnya ia masih mengingat-ingat apakah benar dia punya sahabat masa kecil?

"Gue kangen. Ulangi lagi yuk.."

"Maksud lo..?"

"Iya, ayo kita ke taman."

"Maaf Bi, gue gak mau kotor-kotoran.."

"Iya, gak pa-pa.." Binaca mengalah.

"Oiya, selama bertahun-tahun, Lo kangen gak sama gue?"

"Ya kangen dong, bahkan lebih dari kata kangen!"

"Gue, seneng akhirnya bisa nemuin Lo juga.. sebenernya gue udah berbulan-bulan di Indonesia, tapi nyari keberadaan Lo itu susah."

"Yang penting, gue sekarang ada sama Lo kan.."

Bianca tersenyum. "Iya.."

"Chella.." Alvan menghampiri Chella dan Bian.

Chella dan Bianca mendongak, menatap Alvan secara bersamaan.

"Chelly dimana?" Tanya Alvan.

"Ada, dirumah. Dia kecapean, makanya gak sekolah.."

"Kecapean?"

"Iya.. sejak pulang dari Paris, dia di kamar terus. Gak mau keluar"

Pandangan Alvan beralih ke cowo disamping Chella, Alvan merasa pernah bertemu cowo itu sebelumnya.

Bianca tersenyum saat Alvan menatapnya. "Kita.. kayaknya pernah ketemu.." ucap Bian.

"Di..." Alvan berfikir sejenak. "Bandara! Ya, kita ketemu di bandara kan..?"

"Iya, gue waktu itu nanya ke elo hotel deket situ..."

Alvan mengangguk. Ia memang pernah bertemu cowo itu saat menjemput Aleena yang berasal dari Jerman.

"Lo udah ketemu sahabat Lo?" Tanya Alvan.

"Udah.." Bianca menatap Chella sambil tersenyum. "Dia.. Ara, temen masa kecil gue."

"Ara?"

"Iya.."

Alvan sepertinya menyadari sesuatu. Pikirannya beralih ke Chelly. Ia menyadari bahwa cowo itu Bian, cowo yang selama ini Chelly tunggu. Tapi, kenapa Bian berkata jika Chella itu Ara?

Alvan berlari pergi meninggalkan Chella dan Bian. Ia beralih ke parkiran, mengendarai mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata.

Mobil Alvan berhenti di depan rumah Chelly. Ia langsung menggedor-gedor pintu rumah itu.

Tak lama, Bi Darmi membukakan pintu untuk Alvan. "Nak Alvan?"

"Bi, Chelly dimana?" Tanya Alvna khawatir.

"Ada dikamar..."

Alvan langsung menerobos, ia lari ke kamar Chelly, menggedor-gedor pintunya. Tak ada jawaban dari Chelly.

"Chell..? Gue tau semuanya.. biarin gue masuk Chell..."

"Chell??"

"Plis, buka Chell..."

Ceklek..
Pintu terbuka.

Chelly terlihat lusuh, matanya sembab dan merah. Kamarnya pun terlihat berantakan.

Chelly langsung memeluk Alvan dengan erat. Menumpahkan segala penderitaan yang ia rasakan. Alvan hanya bisa mengelus kepala Chelly, menenangkan gadis itu.

"Kenapa Bian nganggep Chella itu Ara? Apa Chella sengaja melakukan itu?" Tanya Alvan.

"Mamah.." Chelly sesenggukan. "Mama memanipulasi semuanya, Bian Dateng kesini saat kita ke Paris, mama sengaja bilang kalo Ara itu Chella. Dan membohongi Chella kalo dia dulu punya temen masa kecil.."

"Kenapa Lo gak jujur Chell? Kenapa Lo gak kasih tau ke Bian?"

"Che-chella sud-ah terlanjur sayang ke Bian, gue gak mungkin merusak itu.."

"Tapi itu hak kamu.."

"Enggak, kebahagiaan mereka lebih penting dibanding sakit hati gue Al.."

Alvan memeluk erat tubuh sahabatnya itu. Ia tak kuat melihatnya menangis, hatinya juga ikut sakit.

Alvan tak akan mengampuni Alea! Wanita itu benar-benar kejam. Alvan sangat membenci wanita itu. Ia akan memberi pelajaran kepadanya. Alvan tak peduli jika harus membunuh orang sekalipun. Jika Chelly tersakiti, ia yang akan melenyapkan setiap orang yang menyakitinya.

Chelly masih bersender di dada bidang Alvan. "Al.." Chelly mengajukan kelingkingnya.

"Untuk apa Chell..?"

"Janji, kamu gak bakal marah ke siapa-siapa, terutama Mamah. Dan jangan bongkar rahasia ini ke Bianca."

"Enggak. Gue gak bisa janji!"

"Please.." Chelly kembali menangis. "Gue mohon..."

Melihat sorotan mata Chelly yang sendu dan penuh harapan, Alvan pun menerima janji itu. Ia harus meredam amarahnya demi wanita yang ia cintai.

"Kuat Chell.. Lo pasti bisa! Chelly yang gue kenal itu gak cengeng.."

Chelly mengangguk. Dia tetap bersender pada dada bidang Alvan, hingga ia terlelap karna lelah menangis.

Melihat Chelly yang sudah terlelap. Alvan pun keluar dari kamar, ia akan kembali ke sekolah. Ia akan mengawasi Chella dan Bianca. Berharap mereka tidak akan jatuh cinta beneran. Karna bagaimanapun juga, Chelly sangat mencintai Bian.

Alvan tak memperdulikan rasa cintanya ke Chelly. Ia hanya ingin Chelly bahagia bersama Cintanya. Ya, dengan Bian.

My Destiny [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang