"Jadi, kita beneran satu kampus nih?""Hm, iya."
Lira mengangguk paham, lalu duduk di kursi beton depan ruang administrasi Fakultas Psikologi. Nathan yang melihatnya pun ikutan duduk di sebelah gadis itu.
"Tapi untungnya kita beda jurusan, jadi lo nggak bosen sama gue lagi," tutur Nathan santai.
Lagi-lagi Lira hanya mengangguk. Matanya masih menatap ke bawah, enggan berbicara berhadapan dengan Nathan.
"Lo nggak papa 'kan, Li?" sahutnya lagi.
Seketika Lira menoleh. "Emang gue kenapa?"
"Kejadian terakhir kali."
Bodoh. Batin Nathan..
Lira mendengus halus.
"Hm, nggak apa-apa."Nathan lupa, tidak seharusnya ia mengingatkan sahabatnya mengenai peristiwa itu lagi.
"Li."
"Hm?" sahut Lira yang lagi-lagi menatap ke bawah.
Nathan bingung dengan apa yang sedang dirinya lihat, akhir-akhir ini banyak perilaku baru dari orang yang telah hidup bersamanya kurang lebih dua belas tahun ini. Ia sampai merasa dirinya harus mulai menghafal tiap perilaku sahabatnya itu dari awal lagi.
"Jangan sungkan telpon gue, chat gue, atau libatin gue perihal apapun. Lo nggak sendiri, Li."
Lira pun kembali menatap Nathan.
Netra mereka berdua bertemu. Kali ini, Lira menatap dua mata itu dengan tatapan harap-harap cemas. Ia tidak mau melibatkan orang di hadapannya ini dalam hal-hal yang seharusnya tidak dihadapinya. Ia tidak mau membawa siapapun ke dalam permasalahan hidupnya. Cukup. Kemarin harusnya menjadi peringatan dan pelajaran baginya. Ia tidak ingin lagi.
Maret 2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perhaps Love [END]
Fanfiction[Mini-series #1] Kata orang pertemanan antara laki-laki dan perempuan itu bukan murni pertemanan, tapi ada perasaan lain yang nggak seharusnya ada di sana. Daripada dengerin kata orang, dirinya lebih senang mendengar kata hatinya sendiri. Kalau ini...