Hari terus berlalu. Siang dan malam berganti. Genap sudah 4 bulan Lira dan Nathan saling bersikap tak seperti biasanya. Nathan yang yang selalu merespon singkat dan Lira yang tak pernah berani memulai percakapan, walau hanya sekedar bergurau. Mereka berdua benar-benar beriringan dalam diam.
"LI!"
"NAT!"
"EH! LO DULUAN!" , "LO DULUAN!"
Mereka seperti memiliki koneksi satu sama lain, namun terlalu sulit untuk mengalahkan egonya. Ego yang sama-sama membuat mereka bingung. Nathan yang menjadi sedikit berbicara semenjak kejadian 4 bulan yang lalu, dan Lira yang kembali sulit mengungkapkan perasaannya.
"Makan pangsit yang di Cikarang yuk?" Ajak Lira.
"Di kantin FK kan ada."
Lira mengatupkan bibirnya, "hm, iya sih."
Gagal sudah. Suasana hatinya gagal membaik. Niat mengajak makan ke tempat yang jauh supaya bisa menghabiskan waktu bersama, tapi nihil.
"Li? Kok bengong? Ayo ke kantin!"
"Ah? Iya, ke kantin nih?"
Nathan mengangguk.
"Kita kan udah nggak ada mata kuliah, nggak sekalian keluar aja?" bujuk Lira.
"Ke mana?"
Lira menghela napas. "Ya, jalan aja. Hunting foto kek, kulineran gitu," lanjutnya tersenyum semangat.
"Gue nggak bawa kamera, Li."
Lira menggembungkan pipinya.
"Hm, yaudah gue duluan ya," ucapnya mengakhiri sambil merapatkan cardigannya dan pergi meninggalkan Nathan."Eh? Kok balik? Nggak jadi makan?"
Lira yang belum jauh menyeringai,
"Udah kenyang."Lira berada di sini sekarang, di perpustakaan nasional. Niat memperbaiki hubungannya dengan Nathan malah harus memperbaiki suasana hatinya.
"Cowok apa nggak sepeka itu?" tuturnya pelan sambil menjelajahi rak dengan buku-buku psikologi itu.
"Siapa yang nggak peka, Li?"
Lira langsung memundurkan tubuhnya dan tidak jadi mengambil bukunya. Kemudian, ia berjalan menghampiri orang di seberang raknya itu.
"NAT!" tegasnya, namun pelan.
"Kok ke sini? Katanya pulang?"
Lira benar-benar sedang malas melihat muka sahabatnya itu. "Emang kalau pulang itu harus ke rumah?" sarkasnya sambil kembali melihat-lihat buku meninggalkan Nathan yang tersenyum penuh arti.
"Lo marah?"
"Nggak."
"Marah berarti."
Lira langsung mengganti fokusnya—melihat ke arah Nathan yang sedang tersenyum sok manis. "Kenapa cengar-cengir gitu?"
"Nggak, lucu aja. Lo ngambek sama gue gara-gara gue nggak peka lo ngajak jalan."
Lira mengangkat satu alisnya.
"Ngomong dong, Li. Jangan kode-kode gitu," senggol Nathan. Lalu, diambilnya buku dari genggaman Lira dan lanjut menarik tangannya keluar dari perpustakaan.
"Eh eh?"
"Ayo, kita hunting foto. Terus hunting makanan juga!"
"Beneran?"
Nathan mengangguk tersenyum.
"Kok tiba-tiba berubah pikiran?"
"Nggak. Gue dari tadi emang pengin ngajak lo, tapi nggak tahu kenapa lihat lo kayak tadi lucu juga."
Lira mengernyit. "Ha?"
"Kan biasanya gue yang ngajak dan bujuk-bujuk lo jalan, tapi tiba-tiba lo kayak gitu—"
Plak
"AW! KENAPA MUKUL?"
"LO?! Ish, sekali lagi kayak gitu awas lo ya!"
"Yaudah mulai dari mana?" lanjut Lira.
"Jadi makan pangsit?"
Lira menggeleng. "Nggak. Udah nggak mood, kita makan bakso yang di deket Stasiun Sudirman aja gimana?"
"Oh, bakso yang terkenal itu?"
Lira mengangguk.
"Let's go."
To be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Perhaps Love [END]
Fanfiction[Mini-series #1] Kata orang pertemanan antara laki-laki dan perempuan itu bukan murni pertemanan, tapi ada perasaan lain yang nggak seharusnya ada di sana. Daripada dengerin kata orang, dirinya lebih senang mendengar kata hatinya sendiri. Kalau ini...