07. Hujat Fathan

1.7K 201 51
                                    

Sepeduli apapun kamu, jika pada akhirnya hanya kedustaan semata, buat apa?
Lebih baik berdiam diri daripada bergerak tapi menorehkan luka lagi.

~Imamku Badboy~
****

🍁Happy Reading🍁

Sudah tiga hari ini Ayra berada di rumah Difa. Namun, tidak ada tanda-tanda Fathan mencarinya. Sebegitu tak pentingnya dia, sampai-sampai suaminya sendiri tidak mencarinya? Miris sekali hidup Ayra ini.
Saat di sekolahanpun Ayra sengaja menghindar dari Fathan. Dia ingin menenangkan sejenak hati dan fikirannya yang terus saja dikuras oleh Fathan. 

"Ra? Yakin mau pulang sekarang?" tanya Difa yang melihat Ayra sedang sibuk membereskan pakaiannya.

"Iya, walau bagaimanapun, aku udah jadi istri orang. Aku gak mau harus lari dari kenyataan terus. Aku juga udah capek harus kayak gini terus."

"Kalo kamu capek, kenapa kamu tetep bertahan dizona yang sangat menyiksa kamu ini?" sambar Difa.

"Dif, sebenernya aku gak mau. Tapi aku kasian sama Ayah. Ayah mau Kak Fathan berubah seperti dulu lagi. Ayah juga udah percaya banget sama aku. Padahal sebelumnya aku dan Kak Fathan itu gak kenal."

"Eh bentar deh, Ra. Apa jangan-jangan kamu sama Kak Fathan punya masa lalu yang sama? Atau mungkin sahabat kecillah, bahasa gampangnya." Ayra nampak berfikir. "Enggak deh, kayaknya. Soalnya aku gak punya sahabat cowok waktu kecil. Udah deh, aku mau pamit dulu. Syukron atas tumpangannya, ya. Kapan-kapan nginep disini lagi." Ayra memeluk Difa.

"Iya, wa iyyaki. Kaalo mau nginep disini, kapanpun aja pintu rumah bakalan selalu kebuka."

"Yaudah, aku pamit dulu, ya. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam warahmatullah. Fii amanillah, Ayra!"

Ayra masuk taksi yang sudah ia pesan tadi. Difapun melambaikan tangannya.

"Semoga, tidak ada air mata hari ini, aamiin."

Beberapa menit kemudian, Ayra sudah sampai didepan rumahnya. Sebelum melangkah masuk, Ayra membaca basmallah didalam hatinya. Ayra perlahan memasuki rumahnya, kebetulan rumahnya tidak dikunci.

"Dia kemana?" batin Ayra

Kesan pertama Ayra ketika memasuki rumah adalah terkejut. Mengapa rumahnya ini menjadi kapal pecah seperti ini? Banyak barang-barang yang tidak sesuai tempatnya. Banyak juga botol-botol alkohol yang terletak dikarpet bawah sofa.

"Astaghfirullah, bukanya intropeksi, ini malah buat kacau lagi." Ayra tak habis pikir dengan ulah suaminya itu. Mengapa dia harus memasuki kehidupan Fathan yang jauh dari kehidupannya ini.

Ayra berniat pergi ke kamarnya dulu, setelah itu dia akan membersihkan rumahnya yang melebihi kapal pecah itu.

Saat ingin membuka pintu kamarnya, Ayra ketar-ketir, dia takut kamarnya bernasib seperti ruang tamu tadi. "Alhamdulillah, kamar Ayra aman." Ayra bernafas lega. Setalah itu, dia meletakan tas yang sedari tadi dia gendong dipunggungnya.

Ayra pun kembali keluar dari kamarnya. Dia mulai membersihkan rumah. Membuang botol-botol haram, itu.

"Akhirnya selesai juga!" teriak Ayra gembira.
Ayra masuk ke kamar Fathan, disana sama seperti ruang tamu tadi. Malah lebih parah. Dengan telaten Ayra kembali membersihkan kamar Fathan.

Saat sedang menganti sprai, tiba-tiba ada tangan kekar yang memeluknya dari belakang.

"Kamu kemana aja, aku kangen," ujarnya lirih. Sekujur tubuh Ayra mendadak merinding, jantungnya berdetak cepat, nafasnya memburu.

"Kamu udah berani ninggalin aku, ya? Asal kamu tau, aku hampir mati gara-gara nyariin kamu." Ayra membalikan tubuhnya, wajahnya begitu dekat dengan suaminya itu. Dengan cepat Ayra langsung memundurkan dirinya.

"Aku gak nyuruh kamu buat nyariin aku. Aku kira, kamu malahan seneng gak ada aku. Kan kamu bisa jalan-jalan, berdua-duan, sama pacarmu itu," ujar Ayra penuh dengan penekan.

"Sebegitu buruknya aku? Sampai kamu berfikiran seperti itu. Aku sadar aku gak pantes buat kamu. Tapi aku juga sadar, sekarang kamu adalah istri aku. Aku memang pengecut, aku munafik, tapi aku gak bisa memungkiri bahwa sekarang aku punya kamu. Kamu adalah orang yang harus aku lindung, harus aku jaga, dan harus aku buat bahagia."

"Lindungi? Jaga? Harus kamu buat bahagia? Yang ada kamu selalu membuat aku menderita! Kamu selalu saja menyiksa batin aku! Kamu selalu aja mengoreskan luka dihati aku. Apa kamu enggak sadar?! Apa kamu enggak sadar? hiks. Aku tau, Kak. Kamu gak akan pernah mencintaiku, aku juga tau, kamu gak akan bisa nerima aku dikehidupanmu. Tapi aku harus nahan semua ini, kalo bukan Ayah Danindra, aku udah ninggalin kamu jauh sebelum rasa sayang dan rasa cinta ini datang, kak. Tapi keadaan berpihak ke Kakak. Kakak selalu menang dalam masalah apapun, emang pada dasarnya kakak keras kepala. Kakak gak pernah tau perasaan orang yang kakak sakiti. KAKAK GAK PERNAH TAU! hiks." Fathan tersentak kaget ketika Ayra membentak dia. Baru kali ini ada cewek yang berani membentak dia. Sebelumnya Ayra tidak pernah seperti ini, ini berarti kesalahan Fathan sudah fatal.

"Maaf."  cuman itu yang Fathan katakan. Dia terlalu gengsi untuk membantah ucapan Ayra. Emang pada dasarnya apa yang diucapkan Ayra semua benar. Fathan bingung harus mengatakan apalagi.

"Kata maaf kakak gak bisa ngehilangin rasa cinta yang ada dihati Ayra. Coba aja kalo kakak gak pernah ngasih perhatian ke Ayra, mungkin Ayra gak bakalan punya rasa sama Kakak."

"Maaf, Ra. Aku tau kalo aku salah. Aku gak tau harus gimana biar kamu maafin aku."

"Cuman satu, Kakak kembali seperti dulu. Setelah itu, Ayra bakalan maafin kakak, dan pergi dari kehidupan kakak."

"Kalo aku berubah seperti dulu dan bisa kehilangan kamu, mending aku jadi diri aku yang sekarang, dan dapat memilikimu selamanya." Ayra kaget mendengarkan jawaban Fathan.

"Kakak udah gila, ya?! Kakak mau aku mati diatas luka-luka yang kakak buat?!"

"Bukan gitu, Ra. Jujur, selama tiga hari ini aku mencoba intropeksi. Aku nyoba buat ngikutin kemana arah hati ini. Dan ternyata arah hati ini ke kamu. Sekarang aku tau, kenapa aku gak mau kehilangan kamu. Karna dihatiku, udah ada nama kamu."

"Cuman nama doang, kan? Buat apa ada nama aku dihati kamu, kalo gak ada cinta buat aku."

"Kamu ini kenapa, sih, Ra? Kamu mengharap cintamu, aku balas?"

"Terserah, ngomong sama kamu itu kayak naik odong-odong! Muter-muter gak jelas." Ayra melangkahkan kakinya meninggalkan kamar Fathan.

"Odong-odong naik turun, bukan muter-muter. Kamu kira akang gendang?" fix, kali ini Ayra ingin menghujat dan mencakar-cakar wajah Fathan.

"Tapi, Ra. Sarah juga bantu nyariin kamu." ucapan Fathan berhasil membuat hati Ayra ngilu.

"Kenapa harus nyariin aku? Bukankah tanpa aku, kalian senang?"

"Kalo aku gak peduli sama kamu, aku gak bakalan nyariin kamu!"

"Yaudah, mulai sekarang gak usah peduli sama aku. Aku gak butuh belas kasih kamu. Peduliin aja, tuh, pacar kamu!" kali ini Ayra bener-bener melangkah pergi dari kamar yang penuh dengan luka ini. 


"Marahin gue aja, Ra. Kalo itu bisa buat hati lo senang. Maaf, belum bisa ngebahagiain lo secara langsung. Gue janji bakalan ngebahagiaan lo. Tapi, dengan cara gue sendiri."

"Bulshit!"

TBC

Assalamu'alaikum, Imamku badboy udah update lagi. Aku usahain setiap hari update!

Jangan lupa tinggalkan jejak dengan cara vote dan komen🌻

Imamku Badboy [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang