14

66 10 0
                                    

Tangan Kenzo ditahan oleh sebuah tangan mungil milik adik kecilnya. "Kenapa?"

"Temenin Sakura main boneka, mama lagi pergi sebentar," pinta Sakura dibarengi dengan rengekan.

Kenzo menggeleng tegas, dirinya sudah memiliki janji dengan teman untuk bermain bola di lapangan dekat sekolah.

"Pokoknya harus nemenin Sakura main, nanti Sakura aduin mama loh." Kenzo mendengkus kesal, lebih baik Sakura mengadu kepada mama dibandingkan adiknya menangis kencang, membuat tetangga terganggu.

"Kakak ih, kok diam aja?!" teriak Sakura tak terima saat dirinya diacuhkan.

Kenzo berusaha meloloskan tangannya dari cekalan tangan Sakura, tetapi gadis itu malah menahannya bahkan memberikan gigitan kecil karena merasa permintaan Sakura tak dituruti.

"Kakak nyebelin! Masa enggak mau nemenin Sakura main?! Pokoknya kalau Kak Kenzo enggak mau nemenin Sakura main, nanti Sakura gigit."

"Apaan, sih?! Enggak jelas banget. Minggir!" titah Kenzo kala Sakura menghadang jalannya sambil memegangi tangan Kenzo.

"Enda boleh ya!"

Kenzo berdecak kesal, dari kemarin dirinya tak bisa bebas bermain bersama temannya karena Sakura selalu memaksa Kenzo untuk bermain bersama. "Jangan nakal. Kemarin udah ditemenin main. Masa sekarang enggak dibolehin pergi?"

"Pokoknya enggak boleh! Kak Kenzo harus nemenin Sakura main di rumah." Kenzo menatap Sakura sengit, adiknya benar-benar berubah menjadi monster kecil yang menyebalkan di matanya.

Napasnya ia hembuskan secara kasar. Tungkainya perlahan maju selangkah, memaksa Sakura agar tak menghalangi jalannya. Tenaga Kenzo yang dikerahkan mampu membuat Sakura jatuh dan menangis kencang.

"Kak Kenzo jahat, Sakura benci Kak Kenzo!" teriaknya sembari menangis.

"Ini kenapa? Kok adiknya jatuh?" Sial sekali nasib Kenzo, tepat saat Sakura jatuh, Natasya baru saja datang, tungkainya berlari kecil, berusaha sesegera mungkin untuk menenangkan Sakura.

"Kamu apain, Kenzo?!" tanya Natasya dengan nada membentak.

"Enggak diapa-apain, dianya aja yang lembek. Sok banget nantang kakaknya," sewot Kenzo masih kesal dengan tingkah adiknya.

"Kalau enggak diapa-apain, Sakura enggak bakalan jatuh!" Pernyataan Natasya terdengar seperti tudingan bahwa Kenzo mendorong Sakura dengan sengaja.

"Enggak sengaja, dianya nyebelin. Udah tahu kakaknya mau main bola, dianya malah ngalangin jalan orang."

"Bisa bilang baik-baikkan ke adiknya? Enggak perlu pakai dorong dan buat Sakura jatuh. Jangan-jangan kamu dorongnya sengaja?!" Kenzo mencebik kesal, ia semakin benci dengan kondisi keluarganya saat ini.

"Terserah Mama aja deh. Percuma ngejelasin juga, di mata Mama Sakura selalu benar." Kenzo berlari meninggalkan Natasya yang termangu di teras rumah, tangis Sakura semakin menjadi kala melihat kakaknya pergi.

"Sakura main sama Mama ya?" Natasya mencoba membujuk Sakura, agar tangisnya mereda.

Sakura menggeleng kencang, dirinya hanya mau bermain dengan kakaknya saat ini. "Nda mau, Ma. Maunya Kak Kenzo, hua!"

"Mau lihat Kak Kenzo main bola enggak?" Tangis Sakura seketika lenyap, matanya sedikit berbinar mendengar tawaran itu.

"Kalau mau, janji jangan nangis lagi ya?" Sakura mengangguk.

Natasya membawa Sakura masuk ke dalam mobil, sejujurnya Natasya tak mengetahui keberadaan Kenzo saat ini. Dirinya hanya berusaha untuk menenangkan Sakura agar gadis itu tak kembali menangis dan membuat kepalanya pusing.

***

"Dari mana aja?" tanya Natasya saat sepasang matanya menangkap keberadaan Kenzo yang baru beberapa detik menginjakkan kaki di rumah.

"Main." Kenzo hanya menjawab seadanya, tak berniat untuk melihat keberadaan Natasya yang sedari tadi menunggu.

"Enggak bilang mau pergi ke mana?"

"Udah bilang kemarin, Mama ngebolehin. Mama lupa?" tanya Kenzo dengan nada mengejek.

"Kapan kamu bilang? Mama sama sekali enggak pernah dengar kamu minta izin buat main."

"Ya iya lah, kan Mama selalu dengerin permintaan Sakura, sampai enggak pernah dengerin kemauan anaknya yang satu lagi. Aku capek habis main bola, mau mandi. Gerah." Kenzo segera menapaki tangga menuju kamarnya, perasaannya semakin tak karuan. Bersalah, marah, kesal, dan takut menyatu.

Kenzo paling takut bila Natasya menangis, perasaan bersalah akan mengisi rongga dadanya, dan kemarahannya akan meluap mengenai apa saja yang berada di sekitarnya.

Bibir bawahnya ia gigit kuat-kuat, menahan teriakan kekesalan yang ia tahan mati-matian di hadapan Natasya. Cukup Vino yang dijadikan Kenzo samsak kekesalan, kala bertanding futsal di lapangan bola dekat sekolah, jangan sampai furnitur yang berada di kamarnya menjadi sasaran empuk kekesalan Kenzo juga.

"Kenzo," panggil Natasya sembari mengetuk pintu kamar Kenzo dari  luar.

Dahinya mengerut bingung. Perdebatan apa lagi yang akan terjadi, pikir Kenzo menatap Natasya yang baru saja masuk ke dalam kamar.

"Mama minta maaf ya, Sayang? Mama lupa kalau kemarin sudah janji, bakalan ngebolehin kamu main hari ini, karena kemarin kamu main bareng Sakura." Kenzo masih diam, menunggu Natasya kembali membuka mulut.

Natasya mengeluarkan ponsel, membuka galeri dan menampilkan foto anak perempuan yang umurnya tak jauh dari Kenzo. "Cantik 'kan? Sepertinya kamu sebaya dengan Airin. Gadis ini sedang butuh Mama." Perlahan hati Kenzo meluluh, mendengar alasan Natasya yang melupakan janjinya.

Perhatian Kenzo teralihkan, sepasang matanya tak lepas dari foto Airin. Gadis cantik dengan rambut sepundak tergerai indah, sepasang mata menyipit kala bibirnya tersenyum lebar. "Dia butuh Mama?"

Natasya mengangguk pelan. "Dulu keadaan Airin seperti yang ada di foto ini. Bersinar. Sekarang dia kesepian, gadis ini membangun tinggi benteng untuk mengurung dirinya sendiri," ujar Natasya sembari mengelus rambut Kenzo.

"Berarti Mama saat ini jadi teman baru Airin?" Natasya mengangguk lagi.

"Aku boleh jadi temannya juga?" tanya Kenzo pelan. Senyum Natasya perlahan mengembang, mendengar pertanyaan Kenzo.

"Boleh, nanti Airin sama Kenzo bakalan jadi teman, jangan lupa Sakura akan selalu bersama kalian berdua."

***

Don't Touch✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang