26

87 9 0
                                    

Lemari buku yang sudah reot dimakan usia menjadi tempat Airin menghabiskan waktu istirahatnya, tentu saja ditemani Abi--cowok itu diam-diam kabur dari kawananannya, Laksa dan Kenzo.

"Lo masih suka cerita dongeng?" Airin mengangguk, cerita ringan nan indah selalu menjadi kesukaan Airin, karena ia tak perlu menebak alur cerita berbelit-belit.

Abi mengulum senyumnya, gadis galak yang memiliki sifat serupa dengan Kenzo menyukai buku anak-anak. "Seharusnya kalau lo suka sama cerita dongeng, sifat lo enggak galak-galak. Nurut gitu kalau dibilangin."

"Emang gua anjing, dikit-dikit nurut."

"Bukan gua yang bilang. Hewan penurut, kan bukan cuman anjing, yang lucu kayak kucing juga bisa."

Airin mengembuskan napasnya, lelah. Menanggapi obrolan Abi jauh lebih susah daripada berdebat panjang dengan Kenzo, karena ujung-ujungnya kalimat Abi terdengar benar dan dirinya terlihat bodoh.

Dengan gusar, Airin mengambil dua buku di rak usang secara asal. Tak menghiraukan kalimat Abi.

"Ai? Kalau lo suka sama buku dongeng yang berisi keajaiban, seharusnya lo bisa percaya bahwa keajaiban masih lo miliki. Siapa tahu dengan lo percaya bahwa keajaiban itu ada, lo bisa hidup secara normal. Bisa megang tangan gua atau mungkin meluk gua secara erat, ya enggak?"

Airin memutar bola matanya, ia hampir terbuai dengan kalimat Abi yang ujung-ujungnya malah membuat ia enek bukan main. "Enggak!"

"Galak banget, sih?! Gua kan udah bantuin ngusir Catlyn dan babu-babunya buat elo seneng--" Kalimat Abi terputus mendapat pelototan tajam dari Airin.

"Ini perpustakaan. Kalau masih berniat untuk cuap-cuap, mending ke kafe sana." Jemarinya dengan perlahan membalikkan lembaran kertas.

Sejujurnya, Airin sama sekali tak membaca buku dongeng yang ia ambil. Fokusnya teralihkan, karena kalimat Abi yang diucapkan tanpa sengaja. Ia lagi-lagi merasa bersalah karena terlalu bersikap acuh tak acuh kepada Abi, padahal cowok itu telah membantunya.

"Bi?" panggil Airin menilik keberadaan cowok itu sedikit malu, karena baru kali ini ia ingin memulai obrolan duluan.

Senyum tipisnya terpasang di bibir berwarna merah mudanya, Abi tertidur pulas di atas kursi, dengan posisi menelungkupkan kepalanya di atas meja, tak memedulikan bahwa penjaga perpustakaan bisa kapan saja menendangnya keluar.

***

"Kak Airin di sini dari kapan?" tanya Sakura dengan mata berbinar.

Semenjak Catlyn tak lagi mengganggu Sakura dan Airin juga sudah berdamai dengan Kenzo, gadis itu selalu ceria. Seakan-akan beban hidupnya sudah tak lagi ada.

"Ini siapa?" Sakura menunjuk Abi yang masih tertidur.

"Abi."

Sakura mengangguk, sembari terkekeh kecil. Abi termasuk ke dalam cowok pintar, tetapi ia seperti Kenzo, tak terlalu memedulikan peraturan yang ada. Terpasang lebar sebuah tulisan dilarang tidur di dalam perpustakaan, tetapi cowok itu malah tertidur pulas.

"Kenapa enggak dibangunin Kak? Dengkuran Kak Abi sepertinya mampu membuat perpustakaan runtuh," canda Sakura melihat Abi yang sesekali mendengkur dan mengigau.

"Untung milih tempatnya agak mojok, jadi enggak terlalu ganggu yang lain dan enggak keliatan sama penjaga perpustakaan."

Sakura melirik ke sekitarnya, tempat yang paling strategi untuk tidur. "Kak Airin udah selesai baca bukunya?"

Airin mengangguk, walaupun tak setiap halaman ia baca. Matanya menilik keberadaan jam berwarna coklat tua, hampir tiga jam ia berada di perpustakaan. Pantas saja badannya sedikit merasakan pegal, karena terlalu lama duduk.

"Kok enggak balik ke kelas?"

"Kamu ngusir aku?"

Sakura tersenyum lebar tanpa rasa bersalah. Ia menggeleng polos, membuat Airin mendengkus kesal.

"Mumpung hari ini guru pada rapat, kapan lagi bisa seharian di perpustakaan?"

Sakura mendelik, bibirnya mengulum senyuman jahil. "Bukan karena Kak Abi sedang tidur? Kak Airin enggak bisa kembali ke kelas, karena tak enak hati bila membangunkan Kak Abi, iya, 'kan?"

"Ngaco."

"Tapi bener 'kan?"

"Berisik, Ra. Lagi di perpustakaan. Kalau mau becanda, mending keluar."

"Ih, galak!"

Airin memutar bola matanya malas, tak berniat membalas perkataan Sakura. Memilih mengembalikan buku yang berada di atas mejanya ke rak usang, tak jauh dari meja yang mereka tempati.

"Dari mana Ai?" tanya Abi melihat Airin memegang satu buku baru dengan tebal sekitar empat ratus hingga enam ratus halaman yang ia ambil di rak yang berbeda dari tempat rak buku yang berisi kumpulan dongeng.

"Ambil buku."

"Pantes, pas gua bangun lo enggak ada. Padahal setelah gua mimpi indah, gua maunya kan ngelihat elo. Bukan kurcaci di samping gua."

Kurcaci yang dimaksud Abi ialah Sakura, gadis itu memang bertubuh mungil, tetapi tak terlalu pendek.

"Diam, Bi. Baru bangun, jangan berdebat sama Sakura."

Sakura yang semula berniat membalas kalimat Abi teralihkan niatnya, karena larangan Airin. "Cemburu ya, Kak? Lihat gebetannya debat sama cewek lain."

Airin menguap lebar, sedikit bosan dengan candaan Sakura yang berotasi di hubungannya dan Abi. Ia membalas malas, "Berisik kalau kalian debat di sini. Ganggu ketenangan."

"Enggak usah malu gitu, Ai. Ngaku aja, gua dengan senang hati akan kegirangan."

Airin menggeram, dua lawan satu jelas suaranya kalah dan akan selalu dibungkam. Ujung-ujungnya Airin diam, tak ingin memperpanjang topik obrolan mereka.

"Ai? Akhir pekan, jalan yuk?!" Abi tersenyum lebar, menaik-turunkan kedua alisnya bergantian. Memasang tampang sok kegantengan, tetapi di dalam hatinya ia takut bila ajakannya ditolak mentah-mentah.

Tak hanya Airin, Sakura pun dibuat kaget dengan ajakan Abi yang mendadak. "Kak Airin sama Kak Abi pacaran?" tanya Sakura terbata.

***

Don't Touch✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang