19

24.9K 2.4K 47
                                    

Setiap orang pasti punya luka di dalam hatinya. Dan setiap orang pasti juga punya cara masing-masing untuk menutupi luka itu.

Jika Caca menutupi luka dan cerita sedih di hidupnya dengan menjadi siswa teladan dan berprestasi maka, Reyhan memilih melakukan hal sebaliknya.
Jika Caca ingin diakui karena kemampuannya maka, Reyhan ingin dikasihani karena cara hidupnya. Setidaknya itulah yang sekarang dapat Caca lihat dari perbandingan cara hidupnya dan cara hidup Reyhan.

Sejak ayah Caca meninggal Caca sudah bertekad untuk menjadi gadis yang kuat dan bisa melindungi bundanya. Caca juga bertekad untuk membuat orang-orang tak memandangnya rendah atau mengasihani dirinya hanya karena ia tumbuh tanpa didampingi sosok ayah. Caca ingin orang-orang menghapus anggapan bahwa seorang anak yang tumbuh tanpa sosok ayah adalah anak yang malang, anak yang butuh perhatian atau bahkan anak yang perlu dikasihani.

Tapi, usaha Caca menjadi tampak sia-sia ketika ia bertemu dan melihat cara hidup Reyhan.
Cowok itu seperti melindas harapan Caca akan kehidupan yang lebih baik. Cowok itu tidak perduli dengan anggapan orang-orang yang merendahkannya atau mengasihani dirinya. Cowok itu hidup dengan cara yang salah namun, anehnya ia masih bisa berdiri tegak di hadapan orang-orang.

Pertengkaran Caca dengan Reyhan beberapa hari lalu tanpa sadar membuat Caca kehilangan sebagian rasa percaya dirinya. Kenapa? Entahlah. Caca juga tidak tahu. Yang pasti saat Reyhan membentaknya dan mengungkapkan alasannya menjadi murid biang onar tiba-tiba saja Caca merasa seperti tertampar. Ya, kini Caca tahu bahwa Reyhan menjadi murid pembangkang karena orang tuanya, karena keluarganya. Namun tetap saja hal itu tak bisa dibenarkan. Untuk meratapi nasib buruk tidak harus dengan melakukan hal buruk pula.

"Silakan kerjakan soalnya ke depan!" titah Pak Wildan.

Sayup-sayup Caca dapat mendengar suara Pak Wildan yang menyuruh salah satu siswanya untuk mengerjakan soal ke depan kelas. Namun, Caca tak tertarik untuk memusatkan perhatiannya pada Pak Wildan. Sebab sekarang pikirannya benar-benar hanya tertuju pada cowok yang duduk di sampingnya dan tengah tertidur pulas itu.
Iya, dia Reyhan. Caca tak tahu setan apa yang telah menempel di tubuh Reyhan hingga Reyhan mau masuk kelas. Padahal beberapa hari lalu cowok itu sampai bertengkar hebat dengan Caca hanya karena tak ingin masuk kelas.

"Caca Ariska Pratiwi!" seru Pak Wildan.

Caca mengalihkan atensinya. Ia menatap Pak Wildan dengan sorot mata terkejut dan wajah yang setengah gelagapan.

"I-iya, Pak," jawab Caca.

"Silakan kerjakan soalnya!" titah Pak Wildan.

Teman-teman Caca kompak mengarahkan pandangan mereka pada Caca yang terlihat gelagapan.

Akhirnya dengan berat hati gadis itu berdiri dan mencoba mengerjakan soal yang ada di papan tulis. Dalam hati gadis itu berdoa agar jawabannya benar dan ia tak perlu mendapat omelan pedas dari Pak Wildan.

"Sudah, Pak," ungkap Caca.

Lalu Pak Wildan berdiri dan meneliti jawaban Caca.

"Oke. Kamu boleh duduk!" tegas Pak Wildan setelah tahu bahwa jawaban Caca benar.

Caca pun duduk dan menghela nafas lega karena bisa lolos dari Pak Wildan dan mulut pedasnya.

"Makanya kalo guru lagi ngajar itu dengerin bukannya malah liatin gue tidur," ucap Reyhan tanpa membuka matanya.

"H-hah? Apaan sih?" gerutu Caca lalu pura-pura sibuk dengan bukunya.

Bagaimana mungkin? Bagaimana bisa Reyhan tahu bahwa sejak tadi matanya terus menatap cowok itu? Padahal jelas-jelas Caca melihat Reyhan tengah tertidur pulas. Ah, masa bodo. Yang penting sekarang Caca harus ingat itu dan tidak akan mengulangi hal yang sama lagi.
Caca tak akan mencuri-curi kesempatan untuk melihat cowok itu lagi. Cukup kali ini.

REYHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang