Kenta bangun dengan tergesa karena gerakan dari Anta yang tiba-tiba. Begitu cowok itu membuka mata, Anta sudah berlari ke kamar mandi dengan terseok-seok. Sejenak, Kenta berusaha mengumpulkan nyawa kemudian menyusul adiknya.
Anta terbungkuk dengan cairan yang keluar dari mulutnya. Kenta mendekat dan mengulurkan tangan untuk memijat tengkuk Anta. Sampai cairan pahit itu keluar, Anta meluruh dengan lemas.
"Ta, balik yuk. Dingin di sini." Kata Kenta pelan mulai membantu Anta berdiri.
Wajah Anta pucat serta napasnya tersengal. Telapak tangan Kenta menyentuh dahi Anta, dan rasa panas mulai menjalar di sana. Anta demam!
"Baringan dulu, coba. Gue ambilin air hangat dulu."
"Di sini, aja ...." Lirih Anta menahan lengan kakaknya. Hingga Kenta mengurungkan niat, dan duduk kembali. Menjadikan pahanya sebagai bantal, selagi tangannya memijat kepala Anta.
"Tadi makan apa? Kenapa bisa gini?"
"Hm?" Anta mendongak, kemudian menutup mata. "Nggak tau, lupa."
Menghela napas panjang, Kenta merasa bersalah dalam hatinya. Andai saja, dia menolak permintaan Papa dan tetap menemani anak itu. Pasti Anta tidak akan seperti ini.
"Apa yang sakit?"
"Kepala, perut, kaki, semua deh." Cairan bening mulai menumpuk di mata saat Anta mengatakan itu. Rasa panas karena demam, dan karena Anta sudah tidak bisa mendeskripsikan bagaimana kondisinya saat ini. Rasanya, semua tulang-tulang remuk dan bagian dalam tubuhnya bercampur aduk.
Kenta tidak bertanya lagi. Hanya fokus memijat kepala Anta sampai akhirnya anak itu memejamkan mata. Dengan perlahan, Kenta meraih bantal dan memindahkan kepala Anta ke sana.
Memastikan bahwa posisi anak itu aman, Kenta berlalu ke luar. Hendak merebus air, berjaga-jaga jika Anta hendak muntah lagi. Langkah kakinya begitu pelan, takut mengganggu tidur adiknya yang lelap.
Sampai di ujung tangga, dia tidak sengaja berpapasan dengan Papa. Mengerutkan dahinya, Kenta melirik ke arah jam. Masih pukul satu dini hari, tapi Papa masih di luar. Tumben sekali, pikirnya.
"Loh, kamu belum tidur?" Papa bersuara lebih dulu pada Kenta. Sebelum menjawab, Kenta melirik ke arah sofa, dimana tumpukan kertas berserakan di sana. Kenta memahami, jika Papa rupanya sedang lembur.
"Aku mau rebus air. Tadi Anta muntah-munta. Papa sendiri kenapa masih belum tidur?"
"Papa ... masih banyak kerjaan." Jawab Papa ragu-ragu. Wajahnya mengalami perubahan, antara terkejut dan acuh tak acuh. Kenta sendiri juga tidak bisa memahami apa yang sedang Papanya pikirkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| KENANG
Fiksi Remaja[TERBIT] [Part Tidak Lengkap!] Ini bukan tentang pertemuan sederhana, tapi ini tentang ikatan yang bermakna. Sebuah usaha demi seseorang yang berharga. Kepingan kisah yang disatukan, hanya untuk sosok itu, yang hadirnya tidak pernah bisa dihilangkan...