Bagian 12; sebuah harapan

1.6K 259 54
                                    

"Ken, Anta kenapa lagi?" Elvan datang dengan napas tersengal mendekati Kenta yang duduk termenung sendirian di depan ruangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ken, Anta kenapa lagi?" Elvan datang dengan napas tersengal mendekati Kenta yang duduk termenung sendirian di depan ruangan.

Kenta mendongak. Terlihat raut lelah dan jejak air mata di wajah cowok itu. Kemudian Kenta membalas. "Anta ... dia ... gue nggak tau harus gimana lagi."

Elvan faham dan duduk di sebelah Kenta. Memegang bahu cowok itu untuk menguatkan. "Tenang. Gue yakin Anta bakal baik-baik aja. Dia anak yang kuat. Lo harus tetep optimis, Ken." Elvan tau jika kata-katanya tidak berguna. Tapi hanya ini yang bisa dia lakukan untuk menguatkan Kenta. Dia bukan Tuhan yang bisa melakukan apa yang dia inginkan. Jadi dengan tetap berada di sisi Kenta, adalah salah satu hal yang bisa dia lakukan untuk saat ini.

"Thanks." Kenta terdiam sejenak. Memandang lurus pada koridor rumah sakit yang sepi. "Tapi gue sadar, Anta udah banyak sakit. Gue ... bakal relain dia kalau memang dia bakal pergi." Lanjut Kenta dengan kepala tertunduk.

"Ken! Jangan ngomong gitu. Gue yakin, Anta pasti sembuh. Kita berusaha perlahan-lahan, oke?" Elvan menunggu jawaban jadi Kenta. Tapi cowok itu tidak membalas apa-apa sampai dokter ke luar dan membahas keadaan Anta.

"Untuk saat ini, kondisi Anta harus tetap di pantau. Tapi saya yakin, kali ini Anta akan berhasil lagi. Saya sudah memasang selang di dadanya agar pernafasan Anta berjalan normal ...."

Kata-kata dokter tersebut tidak benar-benar Kenta tangkap, karena dia sudah terlanjur menutup telinganya erat-erat. Kenta tidak mau mendengar tentang kondisi Anta, sedikit pun. Karena itu hanya akan melukai hatinya.

Melihat Kenta yang terdiam seolah jiwanya kosong, Elvan lah yang menanggapi ucapan dokter. Sampai dokter tersebut pergi, Elvan membawa Kenta duduk kembali.

"Seperti yang dokter bilang, Anta bakal baik-baik aja. Anak itu kuat."

"Gue takut, Van ...," suara Kenta bergetar.

"Jangan takut, gue selalu di sini buat kalian. Jangan peduliin apa pun, Ken. Cukup Anta yang jadi prioritas lo saat ini. Jauhin semua hal yang buat lo jatuh dan sakit."

Kenta tersenyum miris. "Anta bilang, dia kangen banget sama Mama dan Papa. Dia berharap mereka pulang sekarang, terus jenguk dia. Tanyain kabar dia. Tanyain apa yang sakit. Terus dia bilang, dia juga mau Mama elus dadanya kalau dia nggak bisa nafas." Suara Kenta tercekat untuk sesaat. Cowok itu menarik nafas panjang, kemudian melanjutkan. "Van, keinginan Anta sederhana. Tapi gue nggak bisa bantu dia wujudin itu semua. Gue nggak guna!"

"Ken, lo kakak terbaik buat dia. Gue tau, nggak mudah buat lo di posisi yang sekarang ini. Di banding Anta, mungkin lo adalah orang yang paling butuh kehadiran mereka. Lo berperan jadi orang yang paling kuat di depan Anta. Tapi lo juga butuh sandaran dan tempat cerita saat lo takut akan takdir yang bakal terjadi ke depannya." Elvan berhenti sejenak, memandang wajah sahabatnya lekat-lekat.

Dia melanjutkan, "gue nggak bisa bantu banyak. Tapi gue bakal jadi orang yang selalu ada buat lo. Jadi penopang, dan tempat cerita untuk semua keluh kesah lo, Ken. Kita sahabat, ini tugas gue. Dan lagi ... gue nggak pernah se-soft ini sama orang selain keluarga. Lo orang pertama, yang artinya, lo berharga buat gue."

|✔| KENANG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang