Bagian 16; sebuah pertanda

2.5K 262 103
                                    

"Kak! Lo kenapa?!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kak! Lo kenapa?!"

Kenta, tersentak dalam lelapnya, segera merubah posisinya menjadi duduk. Mengusap wajahnya berulang kali, untuk menenangkan. Wajah Kenta pucat dengan kerutan samar yang sangat jelas di ke dua mata Anta.

"Mimpi buruk?" Tanya Anta mengusap bahu Kenta.

Kenta segera menoleh, hanya untuk melihat wajah Anta yang pucat. Wajah adiknya terlihat khawatir dan ketakutan. Setelah tenang, Kenta menyuruh Anta duduk di sampingnya. Akhirnya, mereka hanya duduk di sofa, dan saling diam.

"Kak—"

"Gue mimpi buruk. Gue takut, Ta." Lirih Kenta memotong ucapan Anta.

Anta sejenak menatap wajah Kenta lekat-lekat, kemudian merangkul bahu kakaknya. "Tenangin diri lo dulu. Semua cuma mimpi, Kak. Lagian, lo mimpi apa, sampai ketakutan gitu?"

Kenta balik menatap Anta. Tatapan hangat Anta membuat ketakutannya perlahan sirna, dan membuatnya percaya bahwa Anta memang masih berada di sini, bersamanya.

"Gue ... lupain aja. Bukan hal penting."

"Lo yakin?"

Kenta mengangguk mantap. "Yakin, sekarang lo harus istirahat, udah malem, Ta."

"Gue mau tidur sama lo." Kata Anta saat mulai berjalan kembali ke ranjangnya. Kenta berpikir sejenak, lalu setuju dan berbaring di samping Anta. Posisinya miring, tepat ke arah Anta, jadi dia leluasa untuk memeluk adiknya tersebut.

Begitu berbaring, Anta langsung memejamkan mata, jadi tidak sadar bila kini Kenta memandang sendu dirinya. Anta kelelahan, padahal seharian tidak melakukan apa-apa, jadi Kenta tidak ingin mengganggu adiknya.

Wajah tenang Anta membuat Kenta sekali lagi yakin bahwa Anta masih berada di sini, masih mampu dia raih kapan pun. Satu tangannya terulur memeluk pinggan Anta. Kenta bisa merasakan rasa hangat yang perlahan menjalar dari tubuh Anta.

Mimpi itu ... terasa sangat nyata, bahkan dia merasakan sebuah dejavu hanya dengan melihat Anta tertidur. Kenta menggerakan jari dan menaruhnya di bawah hidung Anta, hanya untuk memastikan bahwa adiknya masih bernapas. Walau dada Anta yang bergerak naik-turun sudah membuktikan semuanya.

"Gue takut lo pergi. Sekuat apa pun gue berusaha rela, tetap aja nggak bisa. Gue nggak siap, untun sendirian, Ta." Gumam Kenta.

Dalam kehidupan ini, Kenta baru mengalami ketakutan yang sesungguhnya. Ketakutan yang membuatnya tidak bisa bernapas dengan lega, yang kapan pun bisa mencekik dirinya.

|✔| KENANG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang