Chapter 3

20 6 1
                                    

Senyuman Senja

Sebuah Kisah Klasik Remaja

Karya: BeeTheAuthor

Chapter 3

Awal Bertemu Dengannya

Dheeandra POV
.
.
.
    "Duh! Mendung lagi" gumamku. Sore itu langit diatas sana terlihat begitu gelap, namun aku tetap berjalan menuju taman yang tak jauh dari cafe tempat aku dan para sahabatku berkumpul. Namun sialnya, belum saja aku sampai di taman tersebut, tubuhku sudah diguyur air hujan yang langsung turun dengan deras dan secara tiba-tiba. Aku pun bingung harus pergi kemana untuk mencari tempat berteduh. Ku lihat disekelilingku hanya ada pohon-pohon. Namun, aku melihat sebuah halte yang terlihat sepi tak begitu jauh dari tempatku berdiri kini. Segera saja aku berlari ke halte tersebut dengan cepat sambil memegang tas yang aku taruh diatas kepala agar rambutku tak begitu basah.
     Begitu aku sampai di halte tersebut, aku baru menyadari bahwa tas yang aku bawa bukanlah tas yang tahan terhadap air. Kini, tasku terlihat basah, begitu pula rambut dan juga pakaianku. Aku melihat-lihat ke sekitar dan berharap ada kendaraan umun yang melintasi tempat ini.
     Beberapa menit berlalu, aku baru saja teringat untuk memesan sebuah taxi online melalui aplikasi di ponselku. Dengan cepat ku raih ponsel yang ku bawa didalam tasku. Namun lagi-lagi aku mengalami hal yang sial. Ponselku itu mati, entah karena basah atau karena baterai ponselku habis. "Aaahh sial banget sih!!!" begitulah kalimat yang keluar dari mulutku sambil menghentakkan kakiku. Rasa kesal dan juga marah terasa sudah tercampur menjadi satu saat ini. Tubuhku kini mulai merasa kedinginan akibat hujan lebat dan angin yang kencang. Aku mulai duduk dibangku halte yang berada tepat dibelakangku. Kedua tanganku mulai ku usap-usap untuk mendapatkan sedikit kehangatan.
     Setelah kurang lebih satu jam menunggu dan tak ada tanda hujan akan berhenti, aku melihat seorang pria yang mengayuh sepeda berwarna hitamnya menghampiri ke arah halte ini. Pria tersebut berhenti tepat didepan mataku. Sosok pria bertubuh tinggi, berkulit putih, wajah yang ramah, rambutnya yang terlihat agak gondrong itu basah terkena hujan, topi baseball yang ia pakai pun basah. "Wah keren banget nih cowok" pikirku. Eh tunggu, apa? apa yang baru saja aku terlintas difikiranku? Aku kembali mengabaikan fikiran tersebut dan fokus mengusap kedua tanganku.
     Pria tersebut hanya diam seribu bahasa tanpa bertanya sedikit pun padaku. Meski ia sempat melihatku yang sedang kedinginan ini, tapi dia tidak bertanya apapun padaku. Sekitar 15 menit kami menunggu di halte ini bersama, namun selama itu pula kami tidak bertegur sapa. "Udah berapa lama lo nunggu disini?" tiba-tiba saja terdengar suara yang lembut, cukup berat namun tegas. "Kamu nanya sama siapa? Aku?" tanyaku dengan wajah yang polos. "Emang lo liat ada berapa orang di halte ini?" ucapnya dengan nada yang dingin, begitu juga ekspresi wajahnya. "Cihh, apa-apaan dia. Masa nanya sama orang begitu, udah gitu datar banget lagi mukanya kayak aspal depan!" gerutuku dalam hati. "Mungkin udah sekitar satu jam lebih" jawabku dengan nada kesal.
     Tubuhku benar-benar merasa sangat dingin sekarang. Ku lihat hujan pun tak kunjung reda. Awan masih terlihat gelap, bahkan semakin gelap karena sudah hampir malam. Tubuhku mengigil kedinginan. "Andai ada mas Andra" batinku. Tiba-tiba pria aneh tersebut memberikan sebuah jaket padaku. "Nih pake, biar lo gak menggigil" ucapnya. Aku hanya menggelengkan kepalaku menolak tawarannya. Ia kemudian melepaskan resleting jaketnya. Ku pikir ia akan memakai jaket tersebut setelah ku tolak tawarannya meminjamkan jaket itu. "Hah, benar-benar tidak peka. Kalo ditolak sekali yaa tawarin lagi kek! Ini malah dipake sendiri!" ucapku dalam hati. Namun tiba-tiba saja ia memasangkan jaket tersebut ke tubuhku. Aku sangat terkejut dan hanya diam seperti patung saat ia memasang jaketnya dan memegang bahuku.
     Hujan pun berhenti, namun tubuhku lemas dan seperti tidak ada tenaga rasanya. Ingin sekali menelpon Mbok Min dan meminta Mang Asep menjemputku. Mang Asep adalah supir pribadi keluargaku. Ketika orang tuaku bahkan Mas Andra tidak ada dirumah, Mang Asep lah yang mengantarku kemana pun aku pergi. Tapi apalah dayaku, ponselku mati entah kenapa. "Lo mau disini aja, atau lo mau ikut bareng gua?" tanyanya dengan nada yang tidak ku suka. Aku hanya diam tak menjawab, merasakan tubuhku yang menggigil. Pria itu pun menghampiriku perlahan. "Muka lo pucet banget, bibir lo juga jadi biru tuh. Rumah lo dimana? Sini biar gua anter pulang" ucapnya dengan ekspresi wajah yang tetap datar. Ia menyodorkan tangannya dan mengangkat alisnya pertanda mengajakku pergi bersamanya. Aku tak punya pilihan saat ini, daripada aku mati kedinginan di halte ini, lebih baik aku terima saja tawaran pria aneh ini. Aku pun langsung menyambut tangannya dan ia membantuku berdiri. Anehnya, tangannya begitu hangat saat aku menggenggamnya. Aku duduk dibagian depan sepedanya. Jantungku tiba-tiba berdegup kencang saat tubuhnya berada dekat sekali denganku. Harum tubuhnya dengan jelas tercium olehku. "Pegangan, nanti lo jatoh" ucapnya.
     Aku pun hampir tiba dirumahku. "Turunin aku di rumah yang gerbang hitan didepan itu" pintaku. Tanpa berkata apa pun, ia langsung segera menuju rumah yang aku beritahu padanya. Setelah sampai tepat didepan gerbang rumahku, aku pun langsung saja turun dari sepeda itu dan berjalan menuju gerbang. Ketika aku membalikkan badanku, pria itu sudah tidak lagi ada dihadapanku. Ia langsung saja pergi dengan mengayuh sepedanya. "Loh kok maen pergi gitu aja sih!" ucapku dengan memandanginya heran. Aku pun langsung saja masuk kedalam rumah. Begitu sampai didalam, aku langsung disambut dengan Mbok Min yang terlihat begitu khawatir.

Senyuman SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang