Semalaman Chanyeol hampir tak tidur. Meskipun raganya perlu istirahat, namun pikiran sama sekali tak membiarkannya segera jatuh dalam kantuk. Beragam cara telah ia coba agar lelah semakin memeluk tubuh, sehingga lelap menjemput. Sayangnya olahraga kecil yang sudah dilakoninya sekalipun, seperti: skipping, push up, angkat beban, sampai naik-turun tangga, tak kunjung membuat dirinya tertidur. Ia tak mampu mengenyahkan bayang-bayang Irene yang sukses menyabotase seluruh isi kepalanya, termasuk ingatan mengenai penolakan berjudul 'maaf' yang perempuan itu utarakan.
Pukul delapan Chanyeol terbangun, yang artinya, ia baru mendapatkan tiga jam dari waktunya tidur. Merasa terusik oleh suara kelontangan yang bisa dipastikan berasal dari dapur, membuatnya langsung keluar kamar untuk menilik apa yang sebenarnya tengah terjadi. Seingatnya, hanya ada ia dan Sehun di apartemen sejak tadi malam. Mungkin itu Sehun, tidak mungkin 'kan tikus?
"Kau sedang apa?" tanyanya dengan mata yang baru setengah terbuka dan kerut di dahi. Didapatinya panci, beberapa sendok serta sumpit, juga sebungkus ramyeon instan, tergeletak tak beraturan di lantai.
Si pelaku keributan kemudian memamerkan deretan giginya. "Aku lapar, Hyung. Begitu sampai sini langsung tidur dan belum sempat makan."
Chanyeol mengangguk seolah paham. "Kalau begitu beresi dahulu, habis ini akan kumasakkan."
"Tapi bahan-bahannya tinggal sedikit."
"Ada apa lagi yang tersisa selain ramyeon?" Dengan sangsi Sehun mengangkat sebuah bungkusan transparan yang berhasil membuat Chanyeol mendesah malas. "Kita delivery saja. Kau yang pesan, nanti akan kubayar."
Dalam sebuah senyum penuh kemenangan, Sehun bergegas menaruh bungkusan yang berisi beras kembali ke tempatnya lalu mencari ponsel. Mau bagaimana lagi, tidak ada yang bisa memasak nasi di sini.
Pengantar makanan datang bersamaan dengan selesainya Chanyeol membersihkan diri. Tanpa diperintah, Sehun dengan sigap lalu menata meja, menyiapkan peralatan makan untuk sarapan mereka berdua.
"Kemarin kau dari studio?" Pertanyaan Sehun membuat Chanyeol melirik sebentar lantas berikutnya mengangguk. Tak mungkin ia menjawab, 'tidak, aku berkencan dengan Irene yang berakhir dengan penolakan secara halus saat aku mencoba menyatakan perasaan padanya'. Terdengar sangat tidak elit.
Masih sembari mengunyah sarapan, giliran Chanyeol yang kemudian bertanya pada Sehun tatkala ia teringat akan sesuatu. "Junmyeon hyung ... saat ia bilang akan mengajak kencan Irene-ssi, kau terkesan seperti tak suka waktu itu. Kenapa?"
"Aku? Tidak ada. Hanya aku tidak habis pikir, mau berangkat wajib militer bisa-bisanya ia malah merencanakan hal seperti itu," ungkap Sehun lalu meletakkan sumpitnya. "Tapi, sebenarnya aku hanya tidak rela saja. Mungkin karena aku sudah terlalu sering bergantung padanya. Aku merasa tak bisa berbuat apa-apa tanpa Junmyeon hyung."
"Atau tanpa uangnya lebih tepatnya," sahut Chanyeol yang membuat Sehun terkikik. "Benar karena itu? Bukan karena sebab lain, seperti ... karena kau suka pada Irene, semisal?"
Sehun yang baru akan mendekatkan gelas ke bibirnya lalu mengurungkan niat, menaruhnya kembali di meja. Ia mengangkat bahu. "Aku rasa tidak. Kita memang pernah satu proyek--tahun kapannya saja aku lupa, sudah agak lama, tapi aku jarang mengobrol dengannya kalau bertemu. Karena tidak sedikit juga penggemar yang gemar menjodoh-jodohkan kami, makanya aku lebih baik jaga jarak. Daripada muncul rumor yang tidak-tidak."
Penjelasan itu membuat Chanyeol menyeringai kecil tanpa Sehun sadari.
"Ah, kau juga habis pemotretan bersamanya 'kan kemarin?" tanya Sehun begitu selesai minum.
KAMU SEDANG MEMBACA
OUR SECRET
FanfictionRisiko terbesar menjadi idol ialah harus rela jika segala gerak-gerik yang dilakukan kelak menjadi konsumsi publik. Bahkan itu hanya helaan napas tipis yang tak terdengar. Miris. Bermula dari keterlibatan dalam sebuah proyek kerja satu brand ternama...