10 | Consent

245 52 4
                                    

•|•

Deru napas yang berangsur menghilang samar terdengar mengisi keheningan. Cahaya lampu yang temaram menjadi pendukung kesyahduan suasana di kamar Chanyeol pagi buta ini. Dua manusia yang tengah mengubah posisi, menjadi saling bergelung di bawah selimut itu baru saja selesai mencecap apa yang familiar disebut dengan kenikmatan surga dunia.

Betapa melelahkannya.

Oleh karena itu, yang sedang mereka lakukan saat ini ialah mencoba menormalkan sistem pernapasan masing-masing. Dan sembari melakukannya, si lelaki membelai rambut panjang Irene seolah-olah mengisyaratkan agar perempuan itu segera beristirahat saja. Namun dari pihak si perempuan sendiri agaknya mempunyai keinginan yang berbeda. Ada hal penting lain yang ia butuhkan sekarang dibanding istirahat. Seperti sesuatu yang bisa membuat tenaganya pulih kembali, misalnya dengan memasukkan beberapa nutrisi ke dalam mulut dan mendorong ke lambungnya.

"Chanyeol,"

Lelaki itu membalasnya dengan dengungan. "Wae?"

"... na baegopa."

Ucapan Irene sontak membuat Chanyeol memicingkan mata. "Kau ... serius?"

Irene mengangguk kecil. Tindakan tersebut lantas memicu terangkatnya dua sudut bibir Chanyeol. Mereka memang tak sempat makan malam, maka wajar kalau perempuan itu mengeluh lapar dan faktanya Chanyeol juga merasakan hal yang serupa. Ditambah, dengan apa yang barusan keduanya lakukan tak pelak menguras tenaga.

"Bagaimana dengan ramyeon?"

Perempuan itu mengangguk semangat menanggapi tawarannya. Saat ia kira Chanyeol akan bangkit, ia mengeratkan pegangan selimutnya supaya tidak ikut tertarik. Akan tetapi, yang ia dapati justru hangat yang kian melingkupi tubuhnya. Lelaki itu mengencangkan pelukan.

"Sebentar lagi, ya. Aku masih lemas."

Kalimat tersebut sukses menimbulkan semburat merah menjalar di wajah Irene.

Belum ada semenit berjalan, sebuah suara menginterupsi. Geraman dari perut Irene membuat pipi yang tadinya bersemu merah muda itu menjadi kian memerah semerah tomat busuk. Irene merutuk dalam hati, kenapa ia selalu jadi orang yang kelaparan tiap kali bersama Chanyeol?

"Kau sungguh tidak bisa menahannya?" Chanyeol terkekeh, mengusap wajah Irene dengan gemas, lalu bangkit dari petiduran.

Sehabis lelaki itu menghilang dari pandangannya, Irene juga turut bangun. Ia meraih pakaiannya yang berserakan dan mengenakannya kembali. Disusulnya Chanyeol yang sudah berada di dapur, lelakinya itu tengah mengisi panci dengan air. Tatapan Irene yang menangkap dua bungkus ramyeon di meja pantry, membuatnya lantas mendekat dan membukanya. Lalu perempuan itu menyejajari Chanyeol yang mulai menyalakan api di kompor.

Chanyeol membiarkan Irene melakukan apa yang dia mau, begitu pula sebaliknya. Sampai hidangan makan malam--yang teramat telat--itu siap, kemudian mereka menyantap ramyeon bersama hingga kuahnya habis tak bersisa.

"Sudah kenyang?"

Yang ditanya tersenyum lebar membalas pertanyaan Chanyeol. Melihatnya, membuat lelaki itu ingin selalu mampu mempertahankan senyum indah di paras ayu sang kekasih. Kebahagiaan untuk sang perempuannya. Bukan kesedihan, apalagi deraian air mata.

"Chanyeol, mungkin setelah ini kita akan jarang bertemu," ujar Irene dengan nada sendu. Ia mengelus wajah lelaki itu dengan ibu jarinya. "Kau harus jaga diri baik-baik di militer nanti. Kalau ada kesempatan, aku akan datang berkunjung."

Lelaki itu mengangguk-angguk. "Ya, aku akan pulang dalam keadaan sehat. Sepertinya dua tahun bukanlah waktu yang lama, gureojyo?"

Lagi-lagi Irene menyematkan senyum, menaik-turunkan kepala menyetujui pernyataan Chanyeol. Kesepakatan mereka sudah bulat, untuk saling percaya pada satu sama lain. Obrolan panjang mereka sebelumnya--sesaat sebelum keduanya berakhir tanpa sehelai kain menutup tubuh--telah membuahkan hasil. Sebuah mufakat yang kelak memberikan pengaruh besar terhadap mereka pribadi maupun kedua grup.

OUR SECRETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang