Bab 01 Gangguan

12.9K 2.4K 141
                                    

"Dek, kamu nggak ikut meeting?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dek, kamu nggak ikut meeting?"

Suara itu membuat aku langsung mengalihkan tatapan dari layar komputer di depanku. Pria mapan dewasa dan ganteng kini melangkah masuk ke dalam ruangan ku.

"Abangku sayang, ada apa pagi gini nyariin Jingga?"

Bang Angga, Kakak yang terpaut jauh sekali umurnya denganku kini duduk di kursi dan tersenyum. Dia itu semakin dewasa malah semakin mempesona. Nggak heran, banyak yang masih naksir sama dia. Padahal dia itu udah punya dua anak yang udahgede-gede. Hampir seumuran denganku. Soal ponakanku itu kita ceritakan di lain hari oke.

"Kamu nggak ikut meeting?"

Aku memang bekerja di perusahaan Papa yang sekarang sudah diambil alih oleh Bang Angga. Aku memang masih ingin belajar banyak sehingga belum mau memimpin cabang dari perusahaan ini.

"Enggak. Hari ini mau setengah hari aja. Mau kencan aku."

Nah kali ini, Abangku ini langsung melotot. Dia ini terlalu posesif kepadaku.

"Kencan gimana?"

Aku tersenyum dengan bangga "pilihan Mama kemarin, cocok di hati Jingga. Dokter cek, ganteng beuh cek lagi, baik cek becek Bang. Pokoknya Jingga mau langsung nikah."

Bang Angga langsung menggelengkan kepala.

"Jangan kecentilan deh. Kamu kan baru sekali bertemu."

"Ya kan pilihan Mama, pasti baik."

Bang Angga akhirnya terdiam. Dia memang tidak bisa membantah lagi kalau aku mengatakan perintah Mama.

"Ya udah. Temenin Abang makan aja yuk."

Dia menatap jam yang melingkar di tangannya.

"Lah masih pagi, Kak Laras biasanya udah masakin?"

Kali ini dia tersenyum saat aku menyebut istrinya yang baik dan cantik itu.

"Laras lagi aku suruh istirahat. Kasihan."

Ehm dasar bucin.

"Makan dimana?"
Bang Angga mengernyitkan kening lalu menjentikkan jarinya.

"Di restoran Jepang depan kantor aja."

*****

Ada Ramen, udon, tempura dan sebagainya. Aku menatap puas makanan di depanku. Bang Angga hanya berdecak dan menggelengkan kepala.

"Katanya tadi udah sarapan, lha ini kok pesennya banyak bener?"

Aku tersenyum lebar dan memakan Ramen ku.

"Lah kalau masakan Jepang ya tetep doyan Bang. Udah cepetan buruan dimakan nanti keburu dingin enggak enak."

Bang Angga kembali menggelengkan kepala tapi kemudian dia menyantap Ramen keringnya.

Aku masih menikmati makananku saat Bang Angga tiba-tiba memanggil seseorang.

"Lagi di darat?"

"Iya Bang."

Seketika aku langsung mendongak dan menemukan si Orion Sky Damar langit berdiri menjulang di depan meja kami. Masih ingat tetanggaku yang songong itu kan? Anaknya Tante Ila? Nah ini dia di sini.
Dia menatap Bang Angga yang duduk di depanku. Sedangkan aku seperti biasa, tak kasat mata olehnya. Aku hanya mencibir dan meneruskan makan.

"Ada menu baru di sini, udah nyoba?"

"Udah. Yang udon ini kan ya? Enak kok. Kamu harusnya ngelola restoran ini loh. Bukannya terbang terus."

Wait... Wait... Wait...

Mari kita mundur ke ucapan Bang Angga. Ngelola restoran ini? Emang ini milik...?

Aku langsung menatap Bang Angga dan dia menatapku.

"Restoran ini? Miliknya?"

Bang Angga menganggukkan kepala dengan mantap. Sedangkan aku hanya melirik pria yang masih berdiri dan tidak menyapaku ini. Peduli setan deh. Aku langsung menyingkirkan mangkok Ramen ku dan menyesap teh ocha di depanku. Setelah itu mengusap bibirku dengan tisu.

"Loh kok udah?"

Bang Angga menatapku dengan bingung.

"Nggak lapar lagi."

Bang Angga mengernyitkan kening, tapi sebelum dia bisa menanyakan  hal lain tiba-tiba ponselnya berbunyi. Dia ijin sebentar untuk menerima telepon. Sedangkan aku kini menoleh ke arah Orion yang masih berdiri seperti patung di sampingku. Dan ternyata dia sedang menatapku.

"Apa?"

Aku mengangkat dagu dan menantangnya. Hal itu membuat Orion hanya menggelengkan kepala tapi dia malah menarik kursi di sampingku dan duduk di sana. Dih dia ini mau apa coba?

Orion mengambil Ramen ku yang baru aku makan sedikit  lalu menambahkan beberapa bumbu seperti kecap, dan yang lainnya. Mengaduk-aduk sebentar lalu mengembalikan mangkuk itu ke depanku.

"Coba kamu cicipi lagi."

Dia bicara sama aku?

Aku menatapnya lagi tapi dia malah menatap Ramen di mangkuk. Emang mangkuk bisa jawab? Haish.

"Kamu bicara sama aku?"

Akhirnya aku mengatakan hal itu yang membuat Orion sekilas menatapku sebentar. Tatapannya masih datar dan dingin.

"Makan Ramen itu lebih enak dengan hati gembira."

Setelah mengatakan itu dia langsung beranjak berdiri dan pergi begitu saja.

Dia nyindir aku apa gimana sih? Hatiku tidak gembira? Dia kali yang mukanya masam terus. Nyebelin.

Bersambung

Ramein yuk ramein kalau rame dobel up

Assalamualaikum Mas PilotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang