BAB 3 PARA PENGUNGSI KEMBALI KE KOTA

26 3 0
                                    

Kota Samarkand mulai tenang. Para penduduk yang mengungsi diperkenankan masuk ke

kota, walau tak sedikit dari mereka yang kehilangan sanak saudaranya. Tak sedikit juga

rumah-rumah mereka hancur berantakan. Peperangan yang kejam telah menorehkan

kepedihan yang akan selalu dikenang. Setelah selama ini dikuasai oleh Qara Khitai, mereka

memiliki seorang pemimpin baru, Shah Al Ad Din Muhammad II, penguasa Khawarizm.

Satu persatu para pengungsi digiring masuk ke dalam kota dan diperiksa. Seorang

perempuan berkerudung compang-camping, dengan sepatu kulit yang robek ujungnya

berjalan bersama seorang gadis kecil bermata biru jernih.

Gadis kecil itu memakai kerudung katun pendek yang diikatkan di bawah dagunya.

Gamis sepanjang lututnya kumal, bahkan celananya robek di bagian lutut. Raut mukanya

tegang dan terlihat khawatir jika sesuatu menimpa mereka saat masuk ke dalam kota. Dia

berbaur bersama para pengungsi dengan wajah-wajah kuyu penuh debu mengantri berdiri

mengular bergantian masuk ke kota.

Kelompok pengungsi itu tak sendirian masuk ke kota, seorang lelaki tua bersorban

putih dengan tongkat di tangannya mengantar mereka, beserta beberapa prajurit

Khawarizm yang ditugaskan mengumpulkan kembali para penduduk Samarkand yang lari

mengungsi keluar kota.

Seorang penjaga gerbang kota menatap si Lelaki Tua bersorban, lalu sedikit

membungkukkan badan memberi hormat.

"Tuan Syeifiddin. Saya mendengar kabar bahwa Anda sudah dua hari yang lalu

datang dari Urgench ke Samarkand untuk membantu para korban perang. Saya sangat

senang dan merasa terhormat bisa bertemu dengan Anda," sambut sang pemimpin prajurit.

Lelaki yang dipanggil Tuan Syeifiddin itu pun tertawa kecil.

"Kami datang untuk membantu. Izinkan kami segera masuk, karena para korban

perang sudah menunggu pertolongan" ucap Tuan Syeifiddin sambil memberi tangannya

menunjuk ke arah para pengungsi yang ada di belakangnya.

"Baik, Tuan. Silakan," jawab sang pemimpin prajurit lalu mempersilakan rombongan

pengungsi yang datang bersama Tuan Syeifiddin masuk ke dalam kota.

Perempuan kumal berkerudung compang-camping berjalan cepat-cepat menuju ke

tengah kota bersama gadis kecil bermata biru. Kondisi dalam kota tak separah yang

diperkirakan, tapi di pinggiran kota kehancuran tak terelakkan. Kota terlihat lengang karena

hampir separuh penduduk mati di medan perang yang tertinggal hanya perempuan, anak

anak dan orang tua.

Prajurit Khawarizm lalu lalang, menata kembali kota dan berpatroli. Si Perempuan

merasa khawatir jika terjadi sesuatu dengan diri mereka, mengingat mereka hanya seorang

perempuan dan seorang anak kecil. Dia khawatir jika para prajurit-prajurit Khawarizm itu

akan berlaku kurang ajar terhadap mereka.

RUMIYAH (Senja Turun Di  Kota Samarkand)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang