Malam gemintang di langit Samarkand. Cerah langit tak berawan. Bulan sabit tanpa malu-malu menampakkan diri karena tak ada awan yang biasanya sebagai tempat bersembunyi. Laila duduk di dalam kamarnya. Dia membuka tasnya yang terbuat dari kain. Alisnya bertaut saat dia menemukan sesuatu di dalam tasnya. Sebuah kantong kain berisi uang logam. Laila membuka kantong kain itu. isinya membuatnya terkejut sampai tak bisa berkata-kata.
"Banyak sekali uang emas," tanya Laila dalam hati. "milik siapa?" lanjutnya.
Laila diam berpikir. Milik Maryam tidak seperti ini. Kantong uang milik Maryam bagus bersulam, sedangkan kantong uang yang ada di tangannya saat ini terlihat kumal. Miliknya sendiri masih ada.
"Itu milikku," ujar sebuah suara dari arah belakang Laila.
Sosok itu mengambil kantong uang dari tangan sang gadis. Laila terkejut lalu berbalik.
"Kau...darimana kau bisa masuk ke dalam kamarku?" tanya Laila pada sosok tinggi, lusuh dan berhidung mancung di hadapannya, si Pencopet tadi siang.
Sosok itu memberi kode ke arah jendela yang terbuka.
"Penjagaaaa!" teriak Laila tapi si penyusup membekap Laila.
"Sssst...diam...diam...aku takkan menyakitimu. Jangan teriak," pinta si penyusup.
Laila mencoba memberontak, tapi kedua tangannya di pegang dengan kuat oleh si penyusup.
"Aku ke sini hanya mengambil uang ini. Setelah itu aku pergi," ucap si Penyusup.
Laila mengangguk-anggukkan kepala. Si penyusup membuka bekapan tangannya dari mulut Laila.
"Kau...Pencopet tak tahu diri," hardik Laila sambil menjauhkan diri dari sosok pencopet yang sudah menabraknya tadi siang.
"Maaf ... Terima kasih, Aku pergi," ucap si remaja lusuh, lalu beranjak menuju jendela tempat dia masuk.
"Kau!" teriak Laila kesal.
Si pencopet menoleh ke arah Laila, tersenyum sambil mengangkat kantong uang, lalu menghilang melalui jendela kamar yang terbuka.
Laila kesal.
"Siapa dia?" tanya Laila dalam hati.
Tetiba tubuhnya merinding. Dia menuju jendela yang terbuka. Laila menutup jendela dan memeriksa semua kemungkinan jalan masuk yang bisa dipakai sebagai jalan menyusup. Segera dia berlari ke tempat tidurnya lalu menyelimuti diri. Laila ketakutan.
***
Tuan Nashruddin berdiri di bawah bayangan pohon kurma yang ada di halaman rumahnya. Sosoknya yang tinggi dan berkumis tebal tampak santai menikmati malam. Sosoknya dalam balutan gamis dan kaftan kelabu tak terlihat mencolok di antar rerimbunan pohon. Tetiba ada bunyi tekukur. Tuan Nashruddin membalas suara burung tekukur lalu menoleh ke arah rerimbunan semak tinggi yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Sekelebat bayangan keluar dari rerimbunan lalu berdiri di hadapan Tuan Nashruddin.
"Tuan," ucap sesosok bayangan yang baru saja datang. Dia si pencopet yang baru saja keluar dari kamar Laila.
"Azkar. Bagaimana hasilnya?" tanya Tuan Nashruddin.
"Ada yang mencurigakan dengan Tuan Jorigt, tapi saya tak berhasil masuk ke dalam ruang kerjanya. Saya melihat dia bertemu dengan Kepala Diwan Militer Tuan Coskun. Saya mendengar mereka akan mengadakan pertemuan di pelabuhan hari Jumat malam ini untuk serah terima senjata," terang Azkar.
Tuan Nashruddin mengangguk paham.
"Lanjutkan tugasmu," ucap Tuan Nashruddin.
"Baik Tuan," jawab Azkar lalu pergi bak sekelebat bayangan hitam lalu hilang begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMIYAH (Senja Turun Di Kota Samarkand)
Ficción históricaNovel Pemenang Naskah Terbaik ke III Event ASKS Banjarmasin 2023, Kalimantan Selatan Rumiyah hidup dan besar di Samarkand yang saat itu di bawah kekuasaan Dinasti Khawarizm, negara vassal kekhilafahan Abbasiyyah akhir. Dia bersahabat dengan teman-te...